Eksepsi Ditolak, Sidang Lukas Enembe Lanjut Pemeriksaan Saksi

Eksepsi Lukas Enembe ditolak, hakim melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi di sidang.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Eksepsi Lukas Enembe ditolak, hakim melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi di sidang.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim menolak eksepsi atau tanggapan Lukas Enembe dan penasihat hukumnya terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Dengan demikian, sidang terhadap Lukas Enembe berlanjut ke agenda pemeriksaan saksi sekaligus pembuktian. 

Baca Juga


Hal tersebut disampaikan Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh saat membacakan putusan sela dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Senin (26/6/2023). Lukas Enembe terjerat kasus suap dan gratifikasi dalam perkara ini. 

"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas Enembe dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Rianto dalam persidangan tersebut. 

Majelis hakim menyatakan eksepsi Lukas Enembe tak bisa diterima karena masuk dalam pokok perkara. Majelis Hakim menilai eksepsi Lukas Enembe tak sesuai yang diatur dalam KUHAP. 

"Nota keberatan terdakwa bukan keberatan sebagaimana 151 KUHAP karena telah masuk pokok perkara yang harus dibuktikan, karena keberatan terlalu prematur. Maka nota keberatan tidak dapat diterima," ujar Rianto. 

Majelis hakim juga meyakini surat dakwaan JPU KPK sudah cermat dan lengkap. Sehingga Majelis hakim menginstruksikan JPU KPK agar meneruskan perkara ini dengan mendatangkan saksi ke persidangan.

"Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Lukas Enembe," ucap Rianto.

Sebelumnya, Lukas Enembe didakwa JPU KPK menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46,8 miliar. JPU KPK menyampaikan suap dan gratifikasi tersebut diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.

Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp 10,4 miliar dari pemilik PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Selanjutnya, Lukas turut menerima Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo Rijatono Lakka. Selain itu, Lukas didakwa menerima gratifikasi Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan lewat Imelda Sun.

Akibat perbuatannya, JPU KPK mendakwa Lukas Enembe dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.

Dalam perkara ini, Rijatono Lakka sudah dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda sebanyak Rp 250 juta subsider 6 bulan. Rijatono terbukti bersalah sebagai penyuap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dalam kasus suap dan gratifikasi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler