OJK: Inovasi Keuangan Digital Perlu Diatur untuk Lindungi Konsumen
OJK melaukan pengujian untuk menilai keandalan proses bisnis dan tata kelola.
REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, inovasi keuangan digital (IKD) perlu diatur untuk mengedepankan perlindungan konsumen dan memfasilitasi pengembangan infrastruktur digital yang efektif dan efisien. Direktur Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Ridiani Kurnia mengatakan, OJK melakukan mekanisme pengujian yang disebut dengan regulatory sandbox untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara.
"Tujuannya untuk menguji penyelenggara inovasi keuangan digital untuk memastikan bahwa penyelenggara tersebut telah memenuhi kriteria IKD sebagaimana diatur dalam POJK 13/2018," katanya, Selasa (27/6/2023).
Sedangkan terkait upaya perlindungan konsumen yang sudah dilakukan adalah upaya preventif melalui edukasi dengan literasi yang baik. "Dengan demikian, calon konsumen memahami manfaat dan risiko bertransaksi dengan platform P2P (peer to peer) lending, penekanan materi edukasi, memilih platform P2P lending legal, menghitung kemampuan membayar pinjaman, meminjam untuk keperluan produktif, dan memahami isi perjanjian," katanya.
Pada prinsipnya, menurut dia, kerja sama bank dan fintech dapat memberikan manfaat dalam hal pengembangan solusi yang inovatif dalam menghadapi digitalisasi, meningkatkan kualitas dan memperdalam analisis terhadap nasabah dan calon nasabah, serta menambah produk yang dapat digunakan oleh nasabah maupun calon nasabah.
Terkait dengan keuangan digital, OJK mencatat hingga akhir Januari 2023 ada sebanyak 102 platform berizin, termasuk tujuh platform dengan sistem syariah. Sedangkan, jumlah rekening pengguna sebanyak 105,7 juta rekening dengan akumulasi pinjaman sebesar Rp 546,80 triliun dengan nilai outstanding di akhir Januari 2023 sebesar Rp 5,03 triliun dan total aset Rp 6,42 triliun.
Khusus di wilayah Jawa Tengah, Kepala OJK Kantor Regional III Jawa Tengah dan DIY Sumarjono mengatakan, penyaluran kredit oleh fintech mencapai Rp 42 triliun dan DIY sebesar Rp7 triliun. Untuk di Jawa Tengah, pertumbuhan penyaluran fintech pada tahun ini cukup signifikan, yakni mencapai 57,22 persen dari tahun lalu.
"Kalau DIY tumbuhnya 80,36 persen, jadi sangat besar," ujarnya.
Direktur pada Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK Imam Cahyono mengatakan, pinjol legal hanya boleh mengakses tiga hal dari konsumen, yakni kamera, lokasi, dan mikrofon. "Selain itu tidak boleh, jadi kemudian kalau bisa mengakses kontak, galeri dan sebagainya, kalau lebih dari tiga itu, silahkan lapor OJK, kami bisa melakukan tindakan," katanya.
Ia mengatakan sanksi bisa diberikan oleh OJK, bahkan izin operasional pinjol tersebut bisa sampai dicabut. "Karena data (milik peminjam) dibagi atau tidak itu jadi opsi, jadi bukan pernyataan. Jadi, bentuknya setuju atau tidak setuju," ujarnya.