600 Orang Pendemo Ditangkap Seusai Insiden Penembakan Remaja Oleh Polisi Prancis
Sekitar 40 ribu petugas polisi dikerahkan untuk memadamkan aksi protes.
REPUBLIKA.CO.ID, NANTERRE -- Lebih dari 600 orang ditangkap dan sedikitnya 200 petugas polisi terluka dalam unjuk rasa di Prancis pada Kamis (29/6/2023) malam. Demonstrasi juga terus berjalan pada malam ketiga seusai penembakan mematikan oleh polisi terhadap seorang remaja berusia 17 tahun.
Sekitar 40 ribu petugas polisi dikerahkan untuk memadamkan protes. Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin menyatakan, polisi menahan 667 orang, 307 di antaranya berada di wilayah Paris saja.
Menurut juru bicara kepolisian nasional, sekitar 200 petugas polisi terluka. Tidak ada informasi yang tersedia tentang luka-luka di antara penduduk lainnya.
Darmanin mengecam kondisi yang dinilainya sebagai kekerasan yang langka pada Jumat (30/6/2023). Kantornya menggambarkan penangkapan itu sebagai peningkatan tajam dari operasi sebelumnya. Pemerintah sudah melakukan upaya secara keseluruhan untuk bersikap sangat tegas terhadap para perusuh.
Para pengunjuk rasa mendirikan barikade, menyalakan api, dan menembakkan kembang api ke arah polisi yang membalas dengan gas air mata dan meriam air di jalan-jalan Prancis. Kendaraan lapis baja polisi menabrak sisa-sisa mobil hangus yang telah dibalik dan dibakar di Nanterre, pinggiran barat laut Paris.
Kekacauan ini bermula setelah seorang petugas polisi menembak remaja yang diidentifikasi hanya dengan nama depannya Nahel pada Selasa (27/6/2023) malam lalu.. Seorang kerabat remaja tersebut mengatakan keluarganya adalah keturunan Aljazair.
Kerusuhan meluas hingga ke ibu kota Belgia, Brussel. Sekitar selusin orang ditahan selama bentrokan terkait penembakan di Prancis dan beberapa kebakaran berhasil dikendalikan.
Beberapa lingkungan Paris, sekelompok orang melemparkan petasan ke pasukan keamanan. Kantor polisi di distrik 12 kota diserang, sementara beberapa toko dijarah di sepanjang jalan Rivoli, dekat museum Louvre, dan di Forum des Halles pusat perbelanjaan terbesar di pusat kota Paris.
Kota pelabuhan Mediterania Marseille, polisi berusaha membubarkan kelompok kekerasan di pusat kota. Insiden serupa terjadi di puluhan kota besar dan kecil di seluruh Prancis.
Pemerintah Prancis telah berhenti mengumumkan keadaan darurat. Status itu sebelumnya pernah diterapkan dalam memadamkan kerusuhan selama berminggu-minggu di sekitar Prancis setelah kematian dua anak laki-laki yang melarikan diri dari polisi pada 2005. Namun Perdana Menteri Elisabeth Borne menyarankan pada Jumat, bahwa opsi tersebut sedang dipertimbangkan.
Presiden Emmanuel Macron berangkat lebih awal dari KTT Uni Eropa di Brussel untuk kembali ke Paris. Dia akan mengadakan pertemuan keamanan darurat pada Jumat
Petugas polisi yang dituduh menarik pelatuk sehingga memicu kerusuhan itu diberi dakwaan awal pembunuhan. Pertimbangan ini usai jaksa Pascal Prache mengatakan penyelidikan awal.
Dalam penyelidikan itu, Prache menyimpulkan syarat penggunaan senjata secara legal tidak terpenuhi. Tuduhan awal berarti hakim yang menyelidiki sangat mencurigai adanya kesalahan tetapi perlu menyelidiki lebih lanjut sebelum mengirim kasus ke pengadilan.
Penembakan yang terekam dalam video itu mengejutkan Prancis dan memicu ketegangan lama antara polisi dan pemuda di proyek perumahan dan lingkungan masyarakat. Pengacara petugas polisi yang ditahan Laurent-Franck Lienard mengatakan, petugas itu menyesal dan hancur dan merasa perlu memutuskan tindakan tersebut pada saat itu.
"Dia tidak bangun di pagi hari untuk membunuh orang. Dia benar-benar tidak ingin membunuh," kata Lienard tentang petugas yang namanya belum dirilis sesuai praktik Prancis dalam kasus kriminal.