Viral Siswa SMP Bakar Sekolah, FSGI: Sekolah Harus Aman dari Tindak Perundungan

Pihak sekolah justru dinilai terus menyudutkan R,

Republika/Putra M. Akbar
Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) turut menyoroti kasus siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Temanggung, Jawa Tengah, yang membakar beberapa ruang kelas di sekolahnya karena sakit hati kerap dirundung oleh teman-temannya. FSGI mendesak dinas pendidikan setempat untuk dapat menciptakan sekolah yang aman dari tindak perundungan maupun tindak kekerasan.

“FSGI mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung dapat menciptakan sekolah yang aman dengan mengimplementasikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan,” ujar Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, kepada Republika.co.id, Ahad (2/6/2023).

Retno mengatakan, jika sekolah menerapkan ketentuan dalam peraturan tersebut, maka kekerasan di satuan pendidikan semestinya dapat dicegah. Dimana, perlu dibentuk satuan tugas anti kekerasan yang terdiri dari perwakilan guru, siswa, dan orang tua. Lalu, perlu pula membuat sistem pengaduan yang melindungi korban dan saksi.

Dalam upaya penanganan kasus perundungan pun harus melibatkan lembaga psikolog maupun psikolog dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Hal tersebut diperlukan sebagai upaya pemulihan korban dan pelaku kekerasan agar tidak mengulangi perbuatan yang sama di kemudian hari.

“Sayangnya, pembentukan satgas dan sistem pengaduan yang diamanatkan oleh Permendikbud 82 Tahun 2015 belum banyak diimplementasikan di sekolah-sekolah,” kata dia menegaskan.

Retno menyampaikan, pihaknya mengecam segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun dan dengan dalih apa pun, misalnya dalih mendisiplinkan. Mendidik anak untuk disiplin, kata dia, tidak harus dilakukan dengan kekerasan karena kekerasan justru berdampak buruk pada perilaku dan tumbuh kembang anak selanjutnya.

“Oleh karena itu, FSGI mendorong semua orang dewasa di sekitar anak, baik orang tua maupun guru harus mendidik dengan penuh kasih sayang tanpa kekerasan,” kata Retno.

Sebelumnya, publik dihebohkan dengan seorang peserta didik berinisal R (13 tahun) di Temanggung yang melakukan pembakaran sekolah. Dimana, R melakukannya dengan motif sakit hati karena mengalami perundungan secara terus-menerus oleh kawan-kawannya, bahkan guru prakaryanya.

Dalam keterangannya, R mengaku pernah mengadu ke pihak sekolah atas pengeroyokan yang dialaminya, tapi pihak sekolah hanya memanggil para pelaku pengeroyokan dan tidak memberikan sanksi apapun. Hal itu, kata Retno, membuat para pelaku tidak mendapatkan efek jera dan akibatnya tidak berhenti melakukan perundungan.

Ketika pihak sekolah dimintai keterangan oleh berbagai pihak, dia menilai sekolah tidak memahami kondisi psikologis R. Pernyataan sekolah dinilai justru terus menyudutkan R dengan menyebut dia sebagai anak yang suka cari perhatian dengan cara kesurupan dan muntah-muntah. Padahal, muntah bisa jadi merupakan dampak stres yang dialami R.

“Karena orang yang stres umumnya mengalami masalah dengan pencernaan. Orang yang stres terkadang juga kesurupan, seolah melihat makhluk lain,” kata Retno menegaskan.

Dia menjelaskan, anak yang mengalami perundungan di sekolah umumnya akan mampu mengatasi rasa tertekan secara psikis jika anak tersebut memiliki dukungan dari keluarganya. Sistem pendukung yang baik akan mampu membuat anak-anak bisa mengelola emosinya dengan baik di bawah bimbingan dan perhatian orangtuanya.

“Kalau pihak sekolah juga mampu menangani tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dengan tepat, para korban akan pulih dan para pelaku dapat menyadari kesalahannya yang kemudian tidak mengulanginya lagi,” tutur dia.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler