Pengacara Irwan: Ada Pihak Kembalikan Uang Rp 27 Miliar Melalui Pihak Swasta
Pengembalian uang tersebut akan diteruskan penyerahannya ke Kejagung.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengacara terdakwa Irwan Hemawan (IH), Maqdir Ismail mengaku ada pihak yang mengembalikan uang Rp 27 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) kepada kliennya. Uang tersebut dikembalikan pada Senin (4/7/2023) melalui perantara pihak swasta.
Maqdir merencanakan akan meneruskan uang tersebut ke penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menjadi bukti-bukti tambahan dalam kasus korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). “Benar, ada pengembalian uang setara dengan Rp 27 M ke pihak kami melalui pihak swasta terkait perkara (korupsi) BTS,” kata Maqdir saat dihubungi Republika.co.id, dari Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Maqdir belum bersedia membeberkan pengembalian tersebut dilakukan oleh siapa. Tetapi dikatakan dia, rencananya pengembalian uang tersebut, akan diteruskan penyerahannya ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejagung. “Kalau sempat memang hari ini,” ujar dia.
Terkait uang Rp 27 miliar tersebut, muncul dalam dua berita acara pemeriksaan (BAP) Irwan. BAP Irwan sebagai tersangka yang diperoleh Republika.co.id, menyebutkan dirinya ada menerima uang setotal Rp 119 miliar dari empat sumber berbeda-beda, pihak korporasi maupun perorangan swasta yang terkait dengan proyek serta dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo 2020-2022.
Di antaranya senilai Rp 28 miliar dari PT Sarana Global Indonesia (SGI). Senilai Rp 26 miliar dari PT JIG. Dan Rp 28 miliar dari PT Waradana Yusa Abadi. Serta Rp 37 miliar dari Jemmy Sutjiawan selaku bos di PT Sansaine Exindo.
Namun setotal Rp 119 miliar tersebut, Irwan gunakan, pun digelontorkan ke banyak pihak. Gelontoran uang tersebut, menurut pengakuan Irwan dalam dokumen pengakuannya sebagai tersangka untuk pengurusan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo yang sedang dalam penyidikan di Jampidsus Kejagung. Di dalam BAP tersebut, Irwan mengungkapkan, gelontoran uang Rp 6,2 miliar dipecah menjadi tiga bagian.
Untuk seorang bernama Elvano yang disebut sebagai PPK Project Bakti, Rp 1,5 miliar. Rp 1,7 miliar untuk seorang bernama Latifah Hanum. Dan Rp 3 miliar untuk Direktur Utama (Dirut) Bakti Anang Achmad Latif (AAL) yang dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti juga sebagai terdakwa. Penerima gelontoran pihak kedua, Rp 6 miliar, Irwan sorongkan ke seorang bernama Setio.
“Saya serahkan kepada seseorang bernama Setio sekitar RP 6 miliar yang diperuntukan sebagai upaya penyelesaian penyidikan perkara penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur Paket-1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti yang sedang diproses oleh aparat penegak hukum,” kata Irwan dalam BAP-nya itu.
Irwan mengatakan dalam BAP tersebut, Setio merupakan pengacara yang ditunjuk oleh pihak X. Namun Irwan dalam BAP-nya itu tak bersedia membeberkan pihak X tersebut sebelum kasus yang menyeretnya sampai ke persidangan. “Tidak dapat saya sampaikan di tingkat penyidik,” kata Irwan.
Irwan, juga menyerahkan uang Rp 52,5 miliar kepada pihak X tersebut. Selanjutnya Irwan menyerahkan uang Rp 43,5 miliar kepada rekannya sesama terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak (GMS). Uang tersebut, pun kembali diserahkan kepada pihak X senilai Rp 1,5 miliar.
Kepada pihak Y senilai Rp 10 miliar. Kepada seorang bernama Edward Hutahaean senilai Rp 15 miliar. Dan kepada pihak Z sebesar Rp 27 miliar. Irwan, dalam BAP-nya itu, pun tetap menolak mengungkap siapa pihak Y, maupun pihak Z yang dimaksudnya itu di luar persidangan.
Dalam dokumen lain yang didapatkan Republika.co.id terkait pengakuan Irwan sebagai saksi atas tersangka Windy Purnomo, Irwan mengaku pengumpulan dana setotal Rp 243 miliar. Dari dokumen sebagai saksi, Irwan juga mengaku dari total Rp 243 miliar yang dikumpulkan digelontorkan ke 11 pihak. Antara lain, Rp 10 miliar untuk yang dia sebut sebagai staf menteri, Rp 3 miliar untuk Anang Latif, Rp 2,3 miliar untuk POKJA, Feriandi dan Elvano.
Lalu, Rp 1,7 miliar untuk Latifah Hanum, Rp 70 miliar untuk Nistra, Rp 10 miliar untuk Erry (PERTAMINA). Dan Rp 75 miliar untuk Windy serta Setiyo. Rp 15 miliar untuk Edward Hutahaean. Serta untuk Dito Ariotedjo senilai Rp 27 miliar. Juga untuk Walbertus Wisang sebesar Rp 4 miliar. Terakhir untuk Sadikin sebesar Rp 40 miliar.
Terkait dengan pengakuan Irwan dalam BAP tersebut, pada Senin (3/7/2023) tim penyidik di Jampidsus memeriksa Dito sebagai saksi. Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi, Senin (3/7/2023) menerangkan, dari pemeriksaan Dito diketahui, dugaan penerimaan Rp 27 miliar dari pengakuan Irwan tersebut, tak terkait dengan korupsi BTS 4G Bakti. Sebab, menurut Kuntadi, dugaan penerimaan tersebut, dilakukan pada November-Desember 2022.
Padahal, ujar Kuntadi, fokus pengungkapan korupsi BTS 4G Bakti yang dilakukan Kejagung mengambil waktu peristiwa rentang periode November 2020 sampai Januari 2022. “Sehingga dari hal tersebut, nampak jelas bahwa peristiwa ini (dugaan penerimaan) tidak ada kaitan dengan tindak pidana yang menyangkut proyek BTS 4G Bakti Paket-1, sampai Paket-5,” ujar Kuntadi.
Dito sendiri usai diperiksa di Jampidsus, Senin (3/7/2023) membantah pengakuan terdakwa Irwan terkait uang Rp 27 miliar itu. Menteri termuda dalam Kabinet Jokowi-Maruf tersebut, menegaskan merasa terganggu dengan pengakuan terdakwa Irwan Hermawan (IH) tentang pemberian uang untuk pengendalian kasus korupsi BTS 4G Bakti itu.
“Saya juga memiliki keluarga di mana saya harus meluruskan ini semua, dan juga untuk mempertanggungjawabkan kepercayaan publik selama ini,” kata Dito, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Jakarta, Senin (3/7/2023).
n Bambang Noroyono