Survei: 68 Persen Perusahaan Manufaktur di Dunia Terkena Serangan Ransomware
Data dari perusahaan manufaktur berhasil dibobol peretas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari dua pertiga (68 persen) perusahaan manufaktur yang terkena serangan ransomware di seluruh dunia telah dienkripsi datanya oleh para hacker. Fakta itu diungkap oleh laporan perusahaan keamanan Siber, Sophos.
Sophos mencatat bahwa ini merupakan tingkat enkripsi tertinggi untuk sektor ini selama tiga tahun terakhir, dan sejalan dengan tren lintas sektor yang lebih luas di mana para hacker lebih sering berhasil mengenkripsi data.
Berbeda dengan sektor lain, persentase organisasi manufaktur yang menggunakan cadangan untuk memulihkan data telah meningkat. Tahun ini, 73 persen perusahaan manufaktur dilaporkan sudah menggunakan cadangan, naik 15 persen dari tahun sebelumnya. Namun bagaimanapun, sektor ini masih memiliki salah satu tingkat pemulihan data terendah.
"Menggunakan cadangan sebagai mekanisme pemulihan utama merupakan hal yang menggembirakan, karena penggunaan cadangan mendorong pemulihan yang lebih cepat. Meskipun pembayaran tebusan tidak selalu dapat dihindari, tapi membayar tebusan membuat biaya pemulihan menjadi semakin bengkak,” kata John Shier selaku field CTO Sophos seperti dilansir dari Siasat Daily, Rabu (5/7/2023).
“Dengan 77 persen organisasi manufaktur melaporkan kerugian setelah serangan ransomware, beban biaya tambahan ini harus dihindari, dan prioritas harus diberikan pada deteksi dan respons yang lebih awal,” tambah dia.
Selain itu, meskipun penggunaan cadangan terus meningkat, manufaktur dan produksi melaporkan waktu pemulihan yang lebih lama tahun ini.
Pada tahun 2022, 67 persen organisasi manufaktur pulih dalam waktu seminggu, sementara 33 persen pulih dalam waktu lebih dari seminggu. Tahun lalu, hanya 55 persen organisasi manufaktur yang disurvei yang pulih dalam waktu seminggu.
"Waktu pemulihan yang lebih lama di bidang manufaktur merupakan perkembangan yang memprihatinkan. Pemulihan yang lama ini berdampak negatif pada tim TI, dimana 69 persen melaporkan bahwa menangani insiden keamanan menghabiskan terlalu banyak waktu dan 66 persen tidak dapat mengerjakan proyek lain," kata Shier.