Jakpro Ajukan Keberatan Putusan Majelis KPPU Soal Tender Revitalisasi TIM
Majelis KPPU putuskan, Jakpro dan dua terlapor melanggar Pasal 2 UU Praktik Monopoli.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan dua terlapor lainnya telah melanggar undang-undang (UU) mengenai kasus dugaan persekongkolan tender revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Jakpro menyatakan akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Putusan majelis komisioner KPPU disampaikan pada Selasa (18/7/2023). Diputuskan, terlapor I (PT Jakpro), terlapor II (PT Pembangunan Perumahan Tbk), dan terlapor III (PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk) secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
Dalam putusan itu, terlapor II didenda Rp 16,8 Miliar, terlapor III didenda Rp 11,2 Miliar, sementara terlapor I tidak dijatuhkan hukuman denda. Kuasa hukum PT Jakpro, Teddy Anggoro menyampaikan, pihaknya memang diringankan dengan tidak adanya putusan denda.
Pasalnya, tidak adanya denda akan memudahkan Jakpro mengajukan keberatan tanpa ada setoran 20 persen di muka, sesuai dengan putusan. Namun, Teddy menitikberatkan keberatan itu pada sudut pandang majelis komisioner yang dinilai berbeda dengan pihaknya.
Menurut dia, PT Jakpro tidak bersalah dalam kasus tersebut dengan adanya pembatalan tender pertama. Tender itu diketahui dalam hal pengadaan starball di TIM. Dia menyampaikan, keputusan KPPU tidak tepat karena memang sebenarnya, manajemen Jakpro menemukan ada semacam bentuk persaingan usaha tidak sehat.
"Karena ada banting harga yang dilakukan oleh pihak yang sebelumnya menang di tender pertama, maka kemudian diambil keputusan untuk dibatalkan. Selain itu juga panitia tendernya tidak kooperatif, sedangkan satu-satunya komunikasi antara manajemen dengan panitia tender kan dari laporan, laporan pun tidak dilakukan," kata Teddy kepada wartawan usai persidangan di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Teddy menjelaskan, pemenang tender pertama mengajukan pengerjaan dengan angka Rp 8 miliar dengan tujuan untuk menang. Padahal, angka pasaran pengadaan starball di kisaran Rp 21 miliar. PT Jakpro pun akhirnya melakukan pembatalan karena curiga lantaran panitia tender juga tidak memberikan laporan.
Sehingga ada kekhawatiran penggunaan penyertaan modal daerah (PMD) nantinya bisa tidak jalan alias mangkrak jika pemenang tender pertama dikabulkan. Teddy menyebut, pemenang tender pertama diketahui lantas mengajukan angka pasaran Rp 21 miliar pada pelaksanaan tender kedua.
Hal itu membuktikan, memang tujuan dari pemenang tender pertama adalah hanya untuk menang. "Itu kan PMD (penyertaan modal daerah) ya, jadi tidak bisa sembarangan karena yang bertanggung jawab nanti adalah pihak Jakpro, lebih kepada pertimbangan itu. Tapi kalau majelis berpendapat lain nanti kita ajukan keberatan," ujar Teddy.
Dia menyampaikan, tidak ada persekongkolan sama sekali, seperti yang dituduhkan. Teddy berharap, nantinya melalui pengajuan keberatan yang akan disampaikan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat nantinya bisa sejalan dengan sudut pandang Jakpro.
Kasus itu bermula saat KPPU menemukan persoalan dugaan persekongkolan dalam proyek revitalisasi TIM. Menurut keterangan resminya, KPPU telah menggelar sidang Majelis Komisi Pemeriksaan Pendahuluan dengan perkara Nomor 17/KPPUL/2020 pada Senin (16/1/2023).
"Perkara yang berasal dari laporan publik ini berkaitan dengan dugaan persekongkolan tender pada revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Tahap III (pekerjaan interior) yang melibatkan tiga terlapor," kata keterangan KPPU dikutip Republika.co.id di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Dijelaskan, ketiga terlapor yang ada di antaranya pelaksana tender PT Jakpro sebagai terlapor satu, PT Pembangunan Perumahan sebagai terlapor dua, dan terakhir PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama. "Terlapor dua dan tiga mengikuti tender sebagai suatu kerja sama operasional atau konsorsium PP-Jakon," kata KPPU.
Dalam prosesnya, KPPU menduga adanya upaya persekongkolan yang dilakukan terlapor satu dengan membatalkan tender pertama pada 21 Juni 2021. Tindakan pembatalan itu, dianggap upaya memfasilitasi yang dikategorikan perbuatan bersekongkol.