Anggota Polisi Terlibat Jual Beli Ginjal: Kapolri: Proses Pidana, Kami tak Pernah Ragu!
Jual beli ginjal bagian dari perdagangan orang (TPPO)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah ragu menindak oknum anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana, termasuk dalam kasus sindikat jual beli ginjal.
"Baik sindikatnya maupun oknum Polri-nya sendiri kami proses, kami proses pidana. Kalau masalah itu kami nggak pernah ragu-ragu," tegas Kapolri ditemui saat menghadiri acara Pembekalan Calon Perwira Remaja TNI/Polri 2023 oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Jakarta, Jumat.
Kapolri menyampaikan bahwa jajarannya terbuka dalam memproses kasus sindikat jual beli ginjal dan oknum aparat yang terlibat melindungi sindikat tersebut.
"Kan kami proses, makanya kami sampaikan toh, bahwa selain ada sindikat terus kemudian ada oknum Polri yang saat itu dimintakan tolong oleh sindikat untuk minta perlindungan dengan harapan kasusnya dihentikan, namun kan semua kami proses," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes PolisiHengki Haryadi mengungkapperan aparat Imigrasi dan Polri dari 12 orang tersangka kasus perdagangan ginjal di Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat.
"Tersangka dari pihak imigrasi berinisial AH alias A (37), sedangkan dari pihak Polri berinisial M alias D (48) yang berpangkat Aipda," kata Hengki dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/7).
Hengki menjelaskan AH yang bekerja di Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Bali, berperan membantu meloloskan korban saat pemeriksaan imigrasi.
Oknum AH mendapatkan imbalan uang Rp3,2 juta hingga Rp3,5 juta per orang.
Hengki menjelaskan terhadap tersangka AH alias A dikenakan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sedangkan Aipda M berperan menyuruh tersangka mematikan ponsel, menyarankan membuang handphone, dan mengganti nomor baru tersangka, serta menyuruh untuk berpindah-pindah penginapan.
Menurut dia,Aipda M menerima uang Rp612 juta usai menjanjikan bisa melakukan pengurusan dan menyelesaikan perkara yang dialami oleh para tersangka.
Aipda M dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Obstruction of Justice (Perintangan Penyidikan).