Bisakah Produk Lokal dan Impor Bersertifikat Halal Pada 2024?
Undang-undang mengamanatkan semua produk wajib bersertifikasi halal.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tengah menargetkan pada 2024 akan mulai diberlakukan kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar di Indonesia termasuk bagi produk impor yang masuk ke Indonesia. Mampukah itu terwujud?
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah mengatakan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) telah mengamanatkan bahwa semua produk wajib bersertifikasi halal. Namun demikian menurutnya masih banyak produk baik produk-produk dalam negeri maupun luar negeri yang belum bersertifikasi halal. Menurutnya banyak produk-produk yang belum bersertifikasi halal disebabkan regulasi di dalam negeri yang selalu berubah-ubah serta tidak adanya kesatuan pandangan dalam melaksanakan UU JPH.
"Untuk makanan dan minuman, obat dan kosmetik itu kan jatuh tempo di 2024 mandatory sertifikasi halalnya, tetapi kan kalau kita lihat saat ini agak miris ya untuk bisa dilaksanakan, mengingat masih banyak jumlah produk yang beredar baik yang masuk dari luar negeri artinya barang impor dan produk lokal itu masih sangat besar jumlahnya yang belum bersertifikasi halal. Ini banyak disebabkan oleh karena peraturan koita atau regulasi kita yang sering kali berganti," kata Ikhsan kepada Republika.co.id pada Kamis (20/07/2023).
Ikhsan berpendapat pemerintah dan pemangku terkait serta gerakan halal agar bersatu padu dalam melaksanakan komitmen pelaksanaan UU JPH.
"Jadi itu persoalannya, kita tak memiliki kesatuan pandangan dalam melaksanakan UU, dan kedua seringkali regulasinya berganti-ganti. Contoh saat ini kita masih membahas mengenai RPP mengenai UU omnibus khusus sistem jaminan halal. Itukan jadi bagaimana kemudian kita mau rampung memasuki mandatory atau kewajiban bersertifikasi halal. 2019 saya menulis, memprediksi bahwa kita akan sulit memasuki mandatory sertifikasi halal," katanya.
Lebih dari itu menurut Ikhsan sosialisasi untuk sertifikasi halal pun tidak intensif. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya gerai di pusat perbelanjaan, restoran, dan produk-produk yang belum bersertifikasi halal sebab tidak mendapatkan perhatian. Sehingga para pelaku usaha pun mengabaikan ketentuan-ketentuan dalam sertifikasi kehalalan produknya.
Sementara itu tentang produk-produk impor yang harus bersertifikasi halal menurut Ikhsan pemerintah juga harus menggenjot kerjasama dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri. Agar setiap produk yang masuk ke Indonesia sudah bersertifikat halal. Lebih dari itu menurutnya, produk yang masuk ke dalam negeri haruslah produk dalam bentuk bahan baku sehingga proses pengolahan atau pembuatannya dilakukan di dalam negeri oleh tenaga kerja lokal.
"Sehingga sertifikasi halal ini bermata dua. Di satu sisi mewajibkan sertifikasi halal untuk melindungi WNI untuk memperoleh produk halal, tetapi di sisi lain adalah memberikan ruang atau lahan pekerjaan, karena yang diimpor itu produk material yang sudah bersertifikasi halal, jadi nanti dibuat produk olahannya menjadi produk jadi di Indonesia," katanya.
Sebelumnya BPJPH menyampaikan bahwa pada 2024 akan mulai diberlakukan kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar di Indonesia. Hal ini berlaku juga bagi produk impor yang masuk ke Indonesia.
Informasi ini disampaikan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham saat bertemu dengan Gubernur Chungcheongbuk-do, Kim Young Hwan, di Jakarta. Chungcheongbuk-do merupakan salah satu provinsi di Korea Selatan. Kepada Aqil, Kim Young Hwan mengungkapkan ketertarikan provinsinya untuk memasarkan kosmetik bersertifikat halal yang merupakan salah satu unggulan Chungcheongbuk-do.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPJPH Aqil Irham menyampaikan ada beberapa cara yang dapat ditempuh. “Kami dari Indonesia berterima kasih karena inisiatif dari Gubernur dan Kedubes Korea Selatan membawa para investor ke Indonesia teruatama pengusaha kosmetika. Untuk pengakuan sertifikasi halal kedua belah negara perlu adanya kerjasama Government to Government sebagai payung hukum pelaksanaan kerjasama,” kata Aqil, di Jakarta, Sabtu (8/7/2023) seperti dilansir laman resmi Kementerian Agama.
“Bisa juga melalui otoritas halal yang telah diakui oleh BPJPH, dalam hal ini Korea Halal Authority yang bisa meneruskannya kepada kami dengan meregistrasi produknya melalui ptsp.halal.go.id,” sambungnya.
Pertemuan ini dihadiri tak kurang dari 25 delegasi Korea Selatan, termasuk juga para investor dan pelaku usaha yang berkecimpung dari bisnis kosmetika, pertanian hingga pengusaha panganan khas negeri ginseng, Kimchi.
“ Kami melihat potensi Indonesia dengan populasi muslim terbesar dunia, sekaligus sahabat Korea Selatan sedari lama, hari ini kami ingin bertemu dan berbincang dan berbicara kerjasama saling memperomosikan produk lokal di kedua belah negara, dari Chungcheongbuk-do kami tawarkan produk kosmetika kami yang sudah dikenal dunia,” terang Kim Young Hwan Gubernur dari provinsi yang jadi salah satu pusat strategis ekonomi di Korea Selatan itu.
Salah satu pengusaha Kimchi yang jadi bagian dari delegasi bahkan mengutarakan ketertarikannya mendalami soal halal karena di Korea Selatan, produk yang telah bersertifikat halal dihargai jauh lebih tinggi, juga konsumen-nya menilai produk yang dihasilkan juga jauh lebih sehat.
Acara yang juga dihadiri oleh Kepala Pusat Kerjasama dan Standarisasi Abdul Syakur, serta Korean Halal Authorities Safiah Weon-Suk Kim ini ditutup dengan perjanjian kerjasama antara pemerintah Chungcheongbuk-do dengan Korean Halal Authorities yang kedepannya akan mensertifikasi halal produk-produk tersebut agar dapat masuk ke pasar Indonesia
Adapun syarat registrasi sertifikat halal produk, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, adalah :
1.Surat Permohonan Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri secara tertulis,
2.Surat penunjukkan berupa surat perjanjian dari perusahaan negara asal dengan mencantumkan klausul pemberian hak kepada pemohon sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk mengajukan permohonan registrasi sertifikat halal luar negeri,
3.Nomor Induk Berusaha (NIB) dari importir dan /atau perwakilan resmi di Indonesia,
4.Data Pemohon,
5.Salinan Sertifikat Halal Luar Negeri produk bersangkutan yang telah disahkan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri
6.Daftar barang yang akan diimpor ke Indonesia dilengkapi dengan nomor kode sistem harmonisasi
7.Surat pernyataan yang menyatakan dokumen yang disampaikan benar dan sah
8.Surat Permohonan Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri secara tertulis
9.Surat penunjukkan berupa surat perjanjian dari perusahaan negara asal dengan mencantumkan klausul pemberian hak kepada pemohon sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk mengajukan permohonan registrasi sertifikat halal luar negeri
10.Nomor Induk Berusaha (NIB) dari importir dan /atau perwakilan resmi di Indonesia
11.Data Pemohon
12.Salinan Sertifikat Halal Luar Negeri produk bersangkutan yang telah disahkan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri
13.Daftar barang yang akan diimpor ke Indonesia dilengkapi dengan nomor kode sistem harmonisasi
14.Surat pernyataan yang menyatakan dokumen yang disampaikan benar dan sah
15.Surat Permohonan Registrasi Sertifikat Halal Luar Negeri secara tertulis
16.Surat penunjukkan berupa surat perjanjian dari perusahaan negara asal dengan mencantumkan klausul pemberian hak kepada pemohon sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk mengajukan permohonan registrasi sertifikat halal luar negeri
17.Nomor Induk Berusaha (NIB) dari importir dan /atau perwakilan resmi di Indonesia
18.Data Pemohon
19.Salinan Sertifikat Halal Luar Negeri produk bersangkutan yang telah disahkan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri
20.Daftar barang yang akan diimpor ke Indonesia dilengkapi dengan nomor kode sistem harmonisasi
21.Surat pernyataan yang menyatakan dokumen yang disampaikan benar dan sah.