Vladimir Putin akan Kunjungi Cina dan Turki
Lawatan Putin ke Beijing rencananya dilakukan pada Oktober mendatang.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengunjungi Cina dan Turki. Lawatan Putin ke Beijing rencananya dilakukan pada Oktober mendatang. Sementara tanggal kunjungan ke Ankara belum ditentukan.
“Kami sudah mendapat undangan dan rencana ke Cina,” ungkap ajudan Vladimir Putin, Yury Ushakov, Selasa (25/7/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Ushakov mengatakan, kunjungan Putin ke Beijing akan dilakukan pada Oktober, yakni ketika Cina menggelar forum One Belt One Road. Kunjungan terakhir Putin ke Negeri Tirai Bambu terjadi pada 4 Februari 2022 lalu, yakni ketika dia menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin. Pada Maret lalu, Presiden Cina Xi Jinping diketahui telah melakukan kunjungan ke Moskow dan bertemu Putin.
Menurut Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, salah satu topik dalam agenda kunjungan Putin pada Oktober nanti adalah perdagangan bilateral dan kerja sama ekonomi. Selain itu, Putin dan Xi akan bertukar pandangan tentang perkembangan situasi internasional saat ini.
Selain ke Cina, Putin juga merencanakan kunjungan ke Turki. “Mengenai kontak dengan (Presiden Turki Recep Tayyip) Erdogan, saya dapat mengonfirmasi bahwa pihak Turki dan Rusia memiliki rencana seperti itu, tetapi kami belum menegosiasikan tanggal yang pasti,” kata Yury Ushakov terkait rencana lawatan Putin ke Ankara.
“Agustus dan opsi lain telah disebutkan, tetapi kami belum mulai mengerjakannya. Meskipun kami ingat bahwa presiden kami berjanji kepada Erdogan bahwa dia akan datang ke Turki. Janji itu diberikan segera setelah kemenangannya (Erdogan) dalam pemilu (presiden) baru-baru ini,” tambah Ushakov.
Menurut Ushakov, salah satu topik yang bakal dibahas dalam pertemuan Putin dan Erdogan adalah tentang kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI). "Saya pikir wajar jika masalah kesepakatan biji-bijian akan disinggung selama kunjungan atau dalam pembicaraan telepon yang akan datang. Mereka (Putin dan Erdogan) sering berbicara melalui telepon,” ucap Ushakov.
Rusia telah menolak memperpanjang masa aktif BSGI yang berakhir pada 18 Juli 2023 lalu. Alasan utama Rusia menolak memperpanjang BSGI adalah karena ia merasa ketentuan terkait kepentingan Rusia dalam kesepakatan itu tidak dilaksanakan. Tuntutan terkait penyambungan kembali Bank Pertanian Rusia (Rosselkhozbank) ke sistem pembayaran SWIFT, misalnya, belum direalisasikan. Sanksi Barat yang menyebabkan komoditas pertanian dan pupuk Rusia tak bisa memasuki pasar global juga tak kunjung dicabut.
Alasan lain mengapa Rusia enggan memperpanjang BSGI adalah karena ia merasa kesepakatan tersebut sudah melenceng dari tujuan awal, yakni untuk memperlancar pengiriman komoditas pangan ke negara-negara membutuhkan. Namun Moskow menilai Ukraina secara terang-terangan “mengkomersialkan” BSGI dan mengirim produk pertaniannya ke negara-negara maju, terutama Eropa.
Masa aktif BSGI telah diperpanjang tiga kali, yakni pada November 2022, serta Maret dan Mei 2023. Pelabuhan-pelabuhan Ukraina di Laut Hitam diblokade setelah Rusia melancarkan agresi ke negara tersebut pada Februari 2022 lalu. Pada Juli 2022, Rusia dan Ukraina dengan bantuan mediasi Turki serta PBB menyepakati BSGI. Kesepakatan tersebut diteken di tengah kekhawatiran terjadinya krisis pangan global akibat konflik Rusia-Ukraina.
Lewat BSGI, Moskow memberikan akses bagi Ukraina untuk mengekspor komoditas pertaniannya lewat tiga pelabuhannya di Laut Hitam. Sebagai gantinya, Moskow meminta operasi ekspor pertaniannya, termasuk pupuk, dibebaskan dari sanksi Barat. Rusia telah beberapa kali menyampaikan bahwa bagian dalam BSGI terkait pembebasan ekspor komoditas pertaniannya dari sanksi belum terealisasi. Hal itu menjadi salah satu faktor Moskow ingin keluar dari BSGI.
Sejak BSGI disepakati pada Juli 2022, lebih dari 30 juta ton gandum dan komoditas biji-bijian lainnya telah diangkut keluar dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina di Laut Hitam.