KPK Cecar Menhub Budi Karya Soal Mekanisme Pelaksanaan Proyek di DJKA
Menhub diperiksa penyidik KPK selama 10 jam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal mekanisme pelaksanaan proyek di Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Hal ini didalami dengan meminta keterangan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pada Rabu (26/7/2023).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, Budi diperiksa terkait kasus suap proyek kereta api. Budi datang dan diperiksa bersama Sekjen Kemenhub, Novie Riyanto.
“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait mekanisme internal di Kemenhub dalam pelaksanaan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Ditjen Perkeretaapian,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).
Selain itu, Ali mengungkapkan, tim penyidik juga mencecar Budi dan Novie mengenai pengawasan dalam proyek tersebut. Dia menyebut, keterangan keduanya diyakini dapat membantu pengusutan kasus suap ini.
“Dikonfirmasi juga mengenai bentuk pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan proyek tersebut,” ujar Ali.
Sebelumnya, Menhub Budi Karya Sumadi enggan berkomentar soal pemeriksaan dirinya. Ia meminta agar hasil pemeriksaannya ditanyakan langsung kepada penyidik.
"Hal-hal lain yang berkaitan dengan pemeriksaan tadi bisa disampaikan dengan pemeriksa (KPK)," ujar Budi setelah diperiksa selama 10 jam, Rabu (26/7/2023).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 10 tersangka. Mereka kini ditahan usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) pada Selasa (11/4/2023).
Para tersangka tersebut terdiri atas empat pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DRS), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH), Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023 Yoseph Ibrahim (YOS), dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono (PAR).
Enam tersangka lainnya diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi (HNO), Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan (BEN), PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi (AFF), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah (FAD), dan PPK BTP Jawa Barat Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).
Pengungkapan kasus korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta itu diduga terjadi pada tahun anggaran 2021-2022 terhadap sejumlah proyek. Antara lain, yakni pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; serta perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu. Hal itu dilakukan melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender. Kisaran suap yang diterima sekitar 5-10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima keenam tersangka mencapai sekitar Rp 14,5 miliar.