Kini, Isi Daya Fast Charging di SPKLU Kena Tambahan Biaya

Tambahan biaya isi daya kendaraan listrik untuk menarik minat investor SPKLU.

ANTARA/Fikri Yusuf
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan tambahan biaya layanan untuk pengisian daya kendaraan listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan tambahan biaya layanan untuk pengisian daya kendaraan listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) tipe cepat (fast charging) dan sangat cepat (ultra fast charging). Tambahan biaya itu di luar dari biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk pengisian daya. 

Baca Juga


Pengenaan tambahan biaya itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 182 Tahun 2023 tentang Tambahan Biaya Layanan Pengisian Listrik Umum. Adapun, biaya layanan untuk tipe fast charging dikenakan paling banyak Rp 25 ribu untuk sekali pengisian dan tipe ultra fast charging paling banyak Rp 57 ribu. 

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Havidh Nazif, menjelaskan, pengenaaan tambahan biaya itu ditujukan demi menarik lebih banyak investasi pendirian SPKLU di Indonesia. 

“Ini akan membuat keekonomian dari badan usaha, sebagai triger investasi untuk SPKLU,” kata Havidh dalam Sosialisasi Tarif dan Layanan untuk Percepatan Pengembangan Charging Station di Jakarta, Senin (31/7/2023). 

Ia menjelaskan, berdasarkan perhitungan investasi SPKLU tipe fast charging, setidaknya investor harus mengeluarkan dana sekitar Rp 500 juta sedangkan ultra fast charging mencapai Rp 1 miliar. Dengan investasi yang cukup besar itu, penarikan biaya layanan akan mendorong ketertarikan pengusaha. 

“Kita lihat investasi di fast charging dan ultra fast charging lebih tinggi, jadi kita berikan tambahan insentif berupa biaya layanan,” ujar dia. 

Namun Havidh memastikan, meskipun dikenakan biaya tambahan, pengeluaran pengguna kendaraan listrik tetap akan jauh lebih murah dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak atau BBM. 

Sebagai gambaran, asumsi jarak tempuh rata-rata mobil konvesional mencapai 1.250 kilometer (km) per bulan. Satu liter BBM bisa untuk menempuk jarak 10 km. Dengan kata lain, kebutuhan BBM per bulan sebanyak 125 liter atau Rp 1.875.000 per bulan dengan asumsi harga Rp 15 ribu per liter. 

Sementara itu, pada mobil listrik, setiap 1 Kilowatt-hour (KWh) bisa menempuh jarak 6,6 kilometer sehingga rata-rata kebutuhan per bulan sekitar 187,68 KWh dengan jarak tempuh sama. Dengan tarif listrik SPKLU saat ini sebesar Rp 2.467 per KWh, maka biaya pengeluaran tenaga listrik bulanan untuk mobil listrik ditambah dengan biaya layanan hanya Rp 740.526 untuk fast charging dan Rp 1.095.726 untuk ultra fast charging

“Jadi penghematannya antara 42 persen sampai 61 persen meskipun sudah dikenakan biaya tambahan. Ini adalah angka (penghematan) minimal,” kata Havidh. 

Pengeluaran bulanan pengguna kendaraan listrik....

Pengeluaran bulanan pengguna kendaraan listrik pun dapat lebih dihemat jika mengisi daya kendaraan di rumah. Sebab, tarifnya lebih murah, hanya Rp 1.699 per KWH karena mengikuti besaran tarif listrik golongan perumahan dan industri.

Sebagai informasi, SPKLU teknologi fast charging maupun ultra fast charging menjadi tempat pengisian daya kendaraan listrik yang paling cepat. Keberadaan SPKLU kedua tipe ini terutama ada di kawasan rest area jalan tol, terminal angkutan umum, hingga SPBU . 

Tipet fast charging dapat mengisi kendaraan roda empat hanya dalam waktu 30 menit hingga satu jam, sedangkan ultra fast charging antara 15 menit hingga 30 menit. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler