Varian Covid-19 dengan Mutasi Terbanyak Ditemukan di Sampel Swab Pasien Jakarta

Ini merupakan varian delta terbaru yang memiliki lebih dari 100 mutasi.

Pixabay
Sampel swab Covid-19 (Ilustrasi). Varian yang ditemukan dalam sampel swab pasien Jakarta merupakan varian delta terbaru yang memiliki lebih dari 100 mutasi.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah varian SARS-CoV-2 baru dengan jumlah mutasi terbanyak ditemukan dalam sampel swab dari seorang pasien di Jakarta. Varian ini merupakan varian delta terbaru yang memiliki lebih dari 100 mutasi.

Sebagai perbandingan, varian omicron memiliki sekitar 50 mutasi. Sedangkan varian delta yang baru ini memiliki 113 mutasi. Sebanyak 37 mutasi di antaranya ditemukan pada bagian spike protein virus SARS-CoV-2.

Dengan jumlah mutasi mencapai 113, varian delta baru ini digadang menjadi varian SARS-CoV-2 dengan jumlah mutasi terbanyak. Varian baru ini bahkan dijuluki sebagai varian paling ekstrem.

Spike protein merupakan bagian dari tubuh virus yang memungkinkan virus untuk menempel dan masuk ke dalam sel manusia. Banyak vaksin Covid-19 yang bekerja dengan cara menarget spike protein pada virus SARS-CoV-2.

Kemunculan varian baru ini memang berisiko memicu lonjakan kasus Covid-19. Akan tetapi, para dokter menilai tak ada alasan untuk khawatir karena lonjakan tersebut berpeluang kecil untuk menyebabkan lockdown.

Ahli virologi dari Warwick University, Prof Lawrence Young, mengungkapkan bahwa dia belum bisa memastikan apakah varian baru ini akan menyebar luas ke banyak orang. Alasannya, varian baru ini harus bisa bersaing dengan varian yang saat ini mendominasi, yaitu varian-varian omicron, seperti dilansir News AU.

Varian baru delta ini diyakini berasal dari sebuah kasus infeksi SARS-CoV-2 kronis atau jangka panjang yang dialami oleh seorang pasien Covid-19. Alih-alih melawan infeksi dalam hitungan pekan, tubuh pasien tersebut harus bergelut dengan serangan virus selama beberapa bulan.

Baca Juga


Infeksi kronis seperti ini biasanya terjadi pada pasien Covid-19 dengan gangguan sistem imun, seperti dilansir Metro. Beberapa contohnya adalah pasien AIDS atau pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi.

Kondisi sistem imun mereka yang lemah membuat tubuh mereka kesulitan untuk menyingkirkan virus SARS-CoV-2 dari tubuh saat terkena Covid-19. Ahli virologi dari University of Reading di Inggris, Prof Ian Jones, menilai varian baru yang ditemukan di Jakarta ini memiliki mutasi tak biasa.

Infeksi kronis yang dialami pasien memberikan peluang lebih banyak untuk virus bermutasi dan beradaptasi lebih baik. Dengan begitu, virus tersebut bisa menerobos sistem imun manusia secara lebih efektif.

"Yang memunculkan kekhawatiran dari infeksi kronis ini adalah, virus bermutasi pada individu yang tubuhnya sudah membentuk imunitas (terhadap Covid-19)," ujar Prof Jones.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler