Iran-Saudi Berebut Hak Kelola Ladang Gas Teluk Persia

Saudi dan Kuwait bersepakat mengembangkan bersama ladang gas Al-Durra.

EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Kapal tanker Iran ditambatkan di Pulau Kharg, di Teluk Persia, Iran selatan, 12 Maret 2017.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Sengketa ladang gas di Teluk Persia menjadi tantangan awal rekonsiliasi Iran-Saudi yang dimediasi Cina pada Maret lalu. Saudi dan negara tetangga, Kuwait, secara bersama-sama mengeklaim ladang gas lepas pantai, Al-Durra. 

Baca Juga


Iran menyatakan berhak atas ladang gas tersebut, yang mereka sebut Arash. Kedua belah pihak melakukan pembicaraan di Iran pada Maret lalu, tetapi tak tercapai kesepakatan terkait demarkasi perbatasan dalam pengelolaan ladang gas Al-Durra. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menuturkan, Iran tak akan menoleransi gangguan apa pun terhadap hak pengelolaan ladang gas itu. Ini menegaskan sikap menteri perminyakan yang disampaikan sehari sebelumnya. 

"Kami siap berdialog dengan pihak Kuwait,’’ kata Kanaani kepada wartawan, Senin (31/7/2023). Jika tidak tercapai kesepakatan dalam pengelolaan bersama ladang gas ini, dia menjelaskan, Iran secara alami mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya ini dalam agenda. 

Menteri perminyakan Kuwait mengatakan kepada Sky News Arabia pekan lalu, akan tetap melakukan pengeboran dan produksi tanpa menunggu tercapainya kesepakatan. Saudi memilih untuk memihak ke pihak Kuwait. 

Menurut Saudi, kedua negara mempunyai kepemilikan eksklusif di ladang gas tersebut dan mendorong Iran kembali ke meja perundingan dengan Kuwait. Tahun lalu, Saudi dan Kuwait bersepakat untuk mengembangkan bersama ladang gas Al-Durra. 

Mereka menargetkan bisa memproduksi 1 miliar kaki kubik gas alam dan 84 ribu barel gas cair per hari. Iran menganggap kesepakatan tersebut ilegal dan mestinya dilibatkan dalam rencana apapun terkait pengelolaan ladang gas dimaksud. 

Belum jelas apakah sengketa ini atas ladang gas ini akan mengulang kejadian era 1960-an. Terjadi eskalasi tak hanya retorika. Ketegangan di Teluk Persia saat ini sudah meninggi. AS memperkuat militernya di perairan ini merespons penangkapan kapal tanker oleh Iran. 

Konflik militer atas sengketa ladang gas....

"Konflik militer atas sengketa ladang gas tampaknya tak mungkin, tetapi perebutan pengeolaan sumber daya hidrokarbon di Teluk Persia berpotensi menjadi persoalan serius,’’ kata Alex Vatanka, direktur program Iran pada Middle East Institute yang berbasis di Washinton. 

Ia menambahkan, sanski ekonomi terhadap Iran membuatnya tak ikut dalam perlombaan menguasai sumber daya tersebut, yang pada akhirnya melemahkan sektor energi mereka. 

Saudi dan Iran yang kerap mendukung pihak berbeda yang terlibat sengketa di Timur Tengah dan menuding satu sama lain membuat kawasan tak stabil, sebenarnya secara resmi memulihkan hubungan diplomatik pada April. Setelah tujuh tahun membekukan hubungan. 

Mereka membuka kembali kedubes masing-masing dan pejabat senior sudah saling kunjung. Meski demikian, Saudi dan Iran tetap memberikan dukungan ke pihak berbeda di perang sipil Yaman yang sedang dalam gencatan senjata selama 15 bulan. 

Saudi memihak pemerintah Yaman sedangkan Iran mendukung kelompok perlawanan Houthi. Di sisi lain, Saudi sedang dalam negosiasi dengan AS soal normalisasi hubungan dengan Israel. Namun, Iran memandang normalisasi justru berdampak buruk. 

‘’Langkah apa pun menuju normalisasi hubungan dengan rezim agresif hanya akan memberikan kesempatan bagi Israel berbuat lebih banyak kekejaman terhadap warga Palestina,’’ ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kaanani.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler