YLKI Minta Pemerintah Pilih-pilih Soal Pemblokiran IMEI Ilegal

Bisa saja masyarakat tidak berniat membali ponsel ilegal tapi menjadi korban.

MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA
Suasana pusat penjualan ponsel di Jakarta, Selasa (15/9/2020). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mulai memberlakukan aturan validasi Identifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) untuk memblokir ponsel ilegal atau pasar gelap pada Selasa (15/9/2020).
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah dan penegak hukum pilih-pilih soal langkah pemblokiran terhadap temuan 191 ribu Hp dengan IMEI ilegal. Bisa saja, masyarakat tidak memiliki niat membeli Hp ilegal, tetapi akhirnya menjadi korban.

Baca Juga


Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan pemerintah harus membuat kebijakan agar bagaimana masyarakat yang sudah menjadi korban Hp ilegal tidak menjadi korban lagi dari pemblokiran. “Karena berangkat dari situ, masyarakat mungkin ada niat yang punya intensi dia membeli yang ilegal, tetapi ada juga yang menjadi korban (ketidaktahuan),” kata Tulus, Rabu (2/7/2023).

Tulus mengatakan regulasi soal IMEI harus terdaftar itu sudah sekitar dua tahun lalu. Saat itu, tujuan regulasi ini untuk menertibkan Hp yang beredar di pasar, tetapi tidak berasal dari pasar resmi. Aturan ini bagus dari sisi legalitas, tetapi sosialisasinya harus lebih dimengerti masyarakat agar lebih mengerti tentang tujuan regulasi itu.

“Kalau sudah kejadian seperti ini, harusnya ada upaya dari sisi hulu dulu, dalam arti pendekatan hukumnya tidak langsung dari sisi hilir dalam arti masyarakat sebagai korban Namun, dari sisi hulu persoalan-persoalannya diselesaikan dari sisi pidana maupun orang yang terlibat,” ujar Tulus.

Sejak awal regulasi ini dicanangkan, YLKI sudah memberi peringatakan kepada Kemkominfo dan kementerian lain dari potensi-potensi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan oleh oknum. “Yang kasihan kan mereka yang menjadi korban. Mereka tidak mengerti itu ilegal, tahunya sudah beli ditempat yang resmi, ternyata masih kena korban,” kata Tulus.

Menurut dia, konsumen yang tidak sadar telah membeli Hp ilegal itu yang tidak boleh dikorbankan dengan pemblokiran ini. Jika melihat sektor perbankan yang sering terjadi. Bahwa kita analogkan dengan sektor perbankan sering terjadi penipuan, bank bersedia mengganti kerugian nasabah karena peristiwa yang terjadi bukan salah mereka. Dalam kasus Hp dengan IMEI ilegal, Tulus beranggapan konsumen yang memang korban seharusnya tidak diblokir pemerintah.

“Karena di situ harus diidentifikasi apakah ada niat yang tidak baik dari konsumen untuk membeli Hp, atau yang memang menjadi korban,” ujar dia.

Hp ilegal biasanya dijual dengan harga yang jauh lebih miring dari angka pasaran atau distributor resmi. Jika konsumen sudah punya niat membeli Hp dengan harga miring tersebut, artinya mereka punya niat yang tidak baik. Tulus menekankan bahwa harus ada tindakan hukum dari sisi hulu dan upaya pencegahan agar bagaimana tidak terjadi pemalsuan atau IMEI ilegal di pasaran, sehingga konsumen tidak terjebak pada produk yang ilegal.

“Bagaimana upaya pencegahan dari pemerintah agar produk yang di pasaran itu produk legal. Nah, upaya-upaya itu dari hulu itu pencegahannya agar tidak masuk ke pasar yang ilegal itu. Kalau diserahkan ke konsumen ya terbatas,” kata dia.

YLKI menyarankan konsumen yang memahami praktik tersebut seharusnya lebih memilih untuk membeli Hp di tempat legal dan membeli sesuai harga pasar. Upaya melindungi konsumen ada pre-market dan post-market. “Nah, pre-market-nya yang dioptimalkan dulu. Pemerintah harus melakukan upaya, jangan hanya post-market saja,” ujar Tulus. Umi Nur Fadhilah

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler