Batas Usia Cawapres Digugat, Eks Komisioner KPU: Hentikan Rekayasa Pemilu!
Eks Komisioner KPU ketentuan batas usia minimum cawapres sesuatu yang prinsipal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, menyoroti langkah sejumlah politikus menggugat ketentuan batas usia minimum capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Para penggugat diketahui meminta batas usia minimum diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Menurut Hadar, ketentuan batas usia minimum adalah sesuatu yang prinsipal. Pengubahannya tentu harus didahului dengan kajian mendalam dan melibatkan publik secara luas lewat revisi undang-undang di DPR, bukan melalui gugatan uji materi yang hanya melibatkan sejumlah pihak terkait di dalam ruang sidang MK.
Dari sisi waktu, Hadar menyoroti gugatan tersebut bergulir saat hari pemungutan suara Pemilu 2024 hanya tinggal enam bulan lagi. Jelang hari pencoblosan tentu bukan waktunya mengubah ketentuan-ketentuan yang bersifat mendasar.
Karena itu, Hadar menilai gugatan tersebut hanya upaya sejumlah pihak mengutak-atik ketentuan pemilu demi kepentingan politik jangka pendek, yakni membuka jalan bagi nama tertentu yang belum berusia 40 tahun untuk ikut Pilpres 2024.
"Saya kira kita harus tinggalkan upaya-upaya yang terlihat sekali untuk menata atau merekayasa pemilu yang tinggal 6 bulan ini. Janganlah kita terus-menerus mencari upaya-upaya yang kelihatannya terbaca untuk kepentingan politik dalam waktu dekat," kata Hadar kepada wartawan, Kamis (3/8/2023).
Hadar mengatakan, jika para politisi memang ingin mengubah batas usia minimum capres dan cawapres, sebaiknya dilakukan setelah gelaran Pemilu 2024. Dengan begitu, proses pengubahannya bisa dilakukan dalam kurun waktu panjang sehingga bisa melibatkan partisipasi publik secara luas. Hasil perubahannya pun bisa disosialisasikan kepada semua pihak jelang Pemilu 2029.
"Oleh karena itu, menurut saya, ini bukan ide yang tepat (mengubah ketentuan batas usia jelang Pemilu 2024). Saya berharap MK lanjutkan saja apa yang ada. Ini adalah hak pembuat undang-undang yang nanti prosesnya menyediakan ruang lebih besar agar semua pihak bisa terlibat," kata Direktur Eksekutif pada Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) itu.
Di MK, kini sedang berproses tiga perkara yang sama-sama mempersoalkan batas usia minimum capres dan cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader PSI, Dedek Prayudi. PSI meminta batas usia minimum capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, yakni Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana. Nama yang tersebut terakhir merupakan adik kandung Ketua DPD DKI Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria. Partai Garuda meminta MK menetapkan batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh dua kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Petitum mereka sama dengan petitum Partai Garuda.
Dalam persidangan terakhir di MK pada Selasa (1/8/2023), DPR dan Pemerintah kompak menunjukkan sinyal setuju batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden diturunkan menjadi 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dalam sidang tersebut, DPR diwakili anggota Komisi III dari fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman. Sedangkan pandangan presiden diwakili oleh Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian yang bertindak atas nama Presiden RI Jokowi.
Sementara itu di Solo, Jawa Tengah, kelompok relawan bernama Bolone Masa membentangkan spanduk yang isinya mendukung Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping Prabowo. Gibran kini berusia 36 tahun.
Ketika dikonfirmasi, Gibran mengaku tak tahu menahu dan tidak pernah menginstruksikan pemasangan spanduk tersebut. Putra sulung Presiden Jokowi itu juga mengaku tak menanti putusan soal batas usia capres dan cawapres.
"Aku yo ora nunggu putusane, saya nggak peduli putusannya diterima atau tidak, aku ra gagas kui (saya nggak menggubris itu)," kata Gibran di Solo.