Negara Muslim Dikritik karena Bersikap Lemah Soal Pembakaran Alquran
Saudi menolak semua tindakan yang memicu kebencian, kekerasan, dan ekstremisme.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah menyampaikan kritik terhadap negara Muslim dalam menyikapi aksi penistaan pembakaran Alquran. Dalam pandangannya, sikap yang diambil negara-negara Muslim dalam mempertahankan kesucian Alquran lemah dan mengecewakan.
Imigran Kristen asal Irak Salwan Momika membakar Alquran di depan gedung parlemen Swedia di Stockholm baru-baru ini, setelah ia membakarnya pula di depan masjid saat perayaan Idul Adha. Insiden serupa terjadi pula di Denmark.
Kelompok saya kanan Denmark, semula membakar Alquran di depan Kedubes Irak di Stockholm. Kemudian secara berurutan mereka juga membakarnya di depan kedubes negara Muslim lainnya, yaitu Mesir dan Turki.
"Kemarin, saya melihat orang ini (Momika) membakar Alquran, seandainya kita bisa mendengar kitab suci berucap, maka akan terlontar ’tak adakah pembela yang akan menolongku?’ Penistaan terhadap Alquran merupakan penghinaan bagi satu miliar Muslim.’’
Sejumlah negara Muslim memprotes berulangnya aksi pembakaran Alquran. Mereka juga memanggil dubes Swedia untuk menyampaikan kecaman atas kejadian tersebut. Irak mengusir dubes Swedia dan Kedubes Swedia di Baghdad dibakar massa.
Namun, Nasrallah tak puas. "Jika penistaan ditujukan kepada raja atau anggota keluarganya, mereka sangat marah. Namun, saat terjadi pembakaran Alquran, mereka tak melakukan apa pun," kata Nasrallah seperti dilansir laman Middle East Monitor, Rabu (2/8/2023).
Nasrallah, pemimpin gerakan Hizbullah yang berbasis di Lebanon ini menyatakan pula,’’Jika penguasa dunia Islam tak punya keberanian dan semangat mempertahankan Alquran, bagaimana mereka berani membela tanah kami, Lebanon atau Masjid al-Aqsha?’’
Pada Senin (31/7/2023), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar pertemuan darurat untuk membahas perkembangan terkini dan mengecam terulangnya kembali pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark.
Dalam pernyataan setelah pertemuan berakhir, OKI menyeru kepada seluruh anggotanya mengambil tindakan yang diperlukan. Baik secara politik atau ekonomi terhadap negara-negara di mana Alquran dinistakan dan dibakar.
Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menegaskan, kebebasan berekspresi mestinya menjadi nilai moral untuk menyebarkan rasa hormat terhadap orang bukan malah sebaliknya menyebarkan kebencian serta menyebabkan benturan antarbudaya.
Perlu juga, semua orang menyebarkan nilai toleransi dan moderasi.’’Tolak semua tindakan yang memicu kebencian, kekerasan, dan ekstremisme,’’ kata Pangeran Faisal seperti diberitakan laman Arab News. Ia juga mengecam kembali terjadinya pembakaran Alquran.
Sekjen OKI Hissein Brahim Taha mendesak Swedia dan Denmark mencegah penistaan terhadap Alquran. Ia menyatakan kecewa juga kepada dua negara tersebut yang tak menempuh langkah memadai sampai saat ini agar pembakaran Alquran tak terulang.
‘’Disayangkan, pihak berwenang di sana yang mengeklaim menjamin kebebasan berekspresi dengan mengizinkan berulangnya pembakaran Alquran, bertentangan dengan hukum internasional dan menunjukkan kurangnya menghormati agama,’’ katanya di pertemuan darurat OKI.
Apalagi Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson menegaskan, perubahan drastis undang-undang yang menjamin kebebasan berbicara bukan pilihan tetapi pemerintah mendorong perubahan yang mengizinkan polisi menghentikan pembakaran Alquran jika melahirkan ancaman bagi keamanan Swedia.
‘’Kita sepenuhnya memiliki sistem politik yang berbeda dengan mereka yang mengkritik Swedia, sepenuhnya berbeda dalam pandangan terhadap HAM, termasuk kebebasan berbicara,’’ kata Kristersson. Denmark juga mengkaji keamanan setelah terjadi pembakaran Alquran.