Ada Kasus Korupsi, Bappebti Hati-hati Rampungkan Bursa CPO

Peresmian bursa CPO saat ini tengah menunggu Peraturan Menteri Perdagangan.

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Karyawan memasukan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dalam mesin untuk pengolahan minyak sawit mentah atau CPO di Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/7/2023).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko menargetkan bursa CPO dapat segera terlaksana. Didid menyebut, peresmian bursa CPO saat ini tengah menunggu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). 

Baca Juga


"Ya seharusnya Agustus ini Permendagnya selesai. Tetapi kami akan berupaya secepat-cepatnya," ujar Didid saat konferensi pers terkait perkembangan isu strategis di Bappebti di Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Didid mengatakan, realisasi bursa CPO memang meleset dari target awal pada Juni atau Juli lalu. Salah satunya, karena adanya kasus korupsi CPO yang membuat Kemendag harus lebih berhati-hati dalam menelurkan kebijakan baru. 

Didid menyebut prinsip kehati-hatian juga menjadi perhatian dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Bahkan, Bappebti pun melibatkan Kejaksaan Agung hingga BPKP dalam penyusunan aturan mengenai bursa CPO tersebut. 

"Kasus CPO di Kejaksaan membuat kami lebih hati-hati. Bukan takut, makanya kami ingin ini dikawal," ucap Didid.

Didid menyampaikan, Biro Hukum Kemendag telah menyelesaikan telaah hukum rancangan Permendag. Rencananya, Kemendag akan memulai pertemuan dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga untuk memfinalisasi aturan tersebut sebelum diharmonisasi oleh Kemenkumham.

"Kami ingin pastikan proses penyusunan Permendag tidak bertabrakan dengan aturan lain. Kami sangat hati-hati. Mendag targetkan Juli, kami gagal memenuhi karena sudah terlewati," lanjut Didid.

Didid menegaskan kehadiran bursa CPO bertujuan agar Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia memiliki referensi harga acuan CPO sendiri, bukan bergantung pada bursa CPO Malaysia maupun Belanda seperti yang selama ini terjadi. Didid menyebut bursa CPO nantinya akan menyasar pada keseluruhan aspek dari industri CPO, baik dari sisi hulu maupun hilir. 

"Dari sisi hulu, petani nanti bisa mendapatkan harga yang lebih fair sesuai dengan supply dan demand pasar," ucapnya. 

Sementara di sisi hilir, bursa CPO akan menjadi harga acuan dalam pengenaan pajak ekspor dan harga patokan ekspor CPO. Didid tak menampik jika nantinya kebijakan ini akan membuat Indonesia punya daya tawar yang besar dalam penentuan harga acuan CPO dunia ke depan. 

Meski begitu, Didid menegaskan bursa CPO Indonesia bukan bermaksud ingin mematikan bursa CPO Malaysia. Didid mengatakan Indonesia tidak akan sungkan untuk belajar dari Malaysia yang lebih dahulu memiliki bursa CPO hingga menjadi penentu harga acuan CPO dunia.

"Kita tidak ingin menjatuhkan bursa Malaysia. Indonesia dan Malaysia saat ini sedang berjuang bersama di Uni Eropa, kita sama-sama bersinergi memperjuangkan CPO," kata Didid.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler