Sunyi Coffee Mengedukasi Masyarakat Soal Disabilitas Lewat Ngopi

Semua staf di Sunyi Coffee merupakan pekerja dengan disabilitas.

Republika/Putra M. Akbar
Barista menyiapkan kopi untuk pelanggan di Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (1/8/2023). Sunyi Coffee memberdayakan penyandang disabilitas untuk bekerja sebagai barista dan pramusaji.
Rep: Meiliza Laveda Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat disabilitas hingga saat ini masih merasakan diskriminasi. Salah satu yang paling terasa adalah diskriminasi lowongan pekerjaan (loker). Sangat sedikit sekali loker yang tersedia untuk mereka.

Kalaupun ada persyaratannya tidak dapat dipenuhi karena akses pendidikan yang sulit didapat. Founder Kafe Sunyi Coffee Mario melihat stigma masyarakat terhadap penyandang disalibitas masih melekat.

“Diskriminasi masih banyak, kesempatan pendidikan kurang apalagi kesempatan kerja. Saya melihat stigmanya masih banyak. Masyarakat masih menilai mereka buruk. Terlebih mereka yang melihat mereka dari fisik,” kata Mario kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Berangkat dari hasratnya dalam bidang kemanusiaan, Mario membuat konsep untuk mengedukasi masyarakat tentang kelompok disabilitas. Menurut dia, cara edukasi paling enak melalui kopi. Sebab, kopi termasuk minuman yang banyak digemari orang Indonesia.

Ide tersebut sudah ada tahun 2016 lalu. Namun, karena saat itu belum mempunyai modal untuk membangun bisnis, Mario bersama teman-temannya bekerja di tempat masing-masing selama tiga tahun.

“Kami kerja dulu untuk menabung. Tidak perlu modal besar karena dulu coffee shop-nya sangat kecil. Akhirnya tahun 2019 dibuka,” ujarnya.

Saat dibuka, Sunyi menjadi kedai kopi yang ramah disabilitas. Semua staf yang bekerja di sana merupakan disabilitas. Lewat interaksi dengan barista, kasir, dan pelayan yang disabilitas pengunjung diharap terbuka matanya bahwa kelompok disabilitas juga bisa berkarya dan mandiri. Saat ini di Ibu Kota Sunyi Coffee terletak di kawasan Barito Jaksel, Alam Sutera Tangerang dan Bekasi.




Baca Juga


Menanggapi isu lowongan pekerjaan bagi kelompok disabilitas, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia mengatakan penyelesaian diskriminasi penyandang disabilitas menjadi kewajiban semua pihak. Salah satu diskriminasi yang dirasakan adalah diskriminasi lowongan pekerjaan.

Angkie mengungkapkan pekerjaan untuk penyandang disabilitas masih terbilang minim. Bahkan, jumlah penyandang disabilitas yang bekerja sangat sedikit. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah banyak perusahaan yang menganggap masyarakat disabilitas tidak bisa melakukan apa pun.

“Ini sudah menjadi stigma sebenarnya. Tapi dari pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk penyandang disabilitas. Kita punya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan peraturan turunannya yang mencakup multi sektoral,” kata Angkie kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Lewat aturan itu penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebagai kelompok sosial semata. Oleh karena itu, dukungan dari multi sektoral menjadi tanggung jawab bersama untuk mewujudkan lingkungan ramah penyandang disabilitas.

Sebab, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penyandang disabilitas di Indonesia berjumlah 22,9 juta. Artinya, sekitar delapan persen yang dinilai masih banyak. Tiap tahun jumlah mereka terus bertambah karena banyaknya faktor penyebab.

“Penyebabnya bisa banyak, dari medis dan non medis. Kalau dari medis bisa karena gizi dari ibu hamil atau virus saat kandungan. Kalau non medis seperti kecelakaan lalu lintas. Jadi, semua orang itu bisa menjadi disabilitas, kita tidak pernah tahu,” ujarnya.

Melalui aturan tentang penyandang disabilitas yang telah disahkan oleh presiden diharapkan dapat membantu penyandang disabilitas dalam mengakses berbagai hal dan mendapat hak yang sama. Mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dapat bersinergi dan berkolaborasi sehingga program-program yang dibuat tepat sasaran.

“Ini membuat pergerakan lebih masif sehingga tidak hanya peran pemerintah saja tapi kita butuh perpanjangan tangan lagi, termasuk dari masyarakat. Dimulai dari stigma dulu bahwa penyandang disabilitas mampu dan bisa bekerja seperti kita dan memberikan kesempatan sehingga lapangan pekerja untuk mereka meningkat,” ucapnya.





BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler