Bareskrim Polri Ambil Alih Kasus Rocky Gerung dari Sejumlah Polda, Penyelidikan Dimulai
Total ada 13 laporan polisi terhadap Rocky Gerung diterima sejumlah polda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menyatakan mulai melakukan penyelidikan terhadap laporan polisi yang dilayangkan sejumlah masyarakat di beberapa daerah terkait dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong oleh pengamat politik, Rocky Gerung. Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/8/2023), mengatakan ada 13 laporan polisi dan dua aduan masyarakat yang diterima oleh Polri terkait Rocky Gerung.
“Terkait 13 laporan polisi maupun dua pengaduan ini, kami kepolisian mulai melaksanakan penyelidikan,” kata Djuhamdhani.
Jenderal bintang satu ini menjelaskan ada 13 laporan polisi yang sudah diterima kepolisian dan dua pengaduan masyarakat. Ia merincikan, ketigabelas laporan tersebut ada di Bareskrim satu laporan, serta Polda Metro Jaya, Polda Sumatera Utara, Polda Kalimantan Timur, dan Polda Kalimantan Tengah masing-masing tiga laporan.
“Sementara untuk pengaduan ada yang diadukan kepada Kapolri satu pengaduan, dan pengaduan juga dilaporkan di Polda DIY,” katanya.
Menurut Djuhandhani, seluruh laporan polisi dan pengaduan tersebut ditarik ke Bareskrim untuk penyelidikan lebih lanjut. “Di mana kami tidak membedakan itu laporan polisi atau pengaduan karena dua-duanya ini menjadi dasar kami melaksanakan penyelidikan lebih lanjut,” kata Djuhandhani.
Setelah dinyatakan penyelidikan dimulai, kata Djuhandhani, pihaknya melaksanakan analisis terkait laporan yang sudah diterima. Kemudian, menganalisis video yang dilaporkan.
“Kami mulai menganalisa video, kemudian dari beberapa pelapor juga sudah dilaksanakan pemeriksaan,” katanya.
Laporan yang diterima penyidik terkait dugaan pelanggaran tidak pidana Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Djuhandhani mengatakan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak telah dilaksanakan, baik di Polda jajaran yang menerima laporan maupun di Bareskrim Polri.
Mantan Wadirkimum Polda Jawa Tengah itu menegaskan bahwa laporan terhadap Rocky Gerung tidak terkait dengan penghinaan terhadap Presiden, tetapi terkait Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.
“Jadi ini yang dilaporkan, kalau yang kami ketahui bersama kalau itu pencemaran nama baik seseorang dan sebagainya itu merupakan delik aduan, tentu saja yang bisa mengadukan orang yang merasa dirugikan. Jadi sementara ini laporan polisi yang ada terkait Pasal 14, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946,” kata Djuhandhani.
Pada hari ini, pihak Polda Metro Jaya menyatakan, bahwa laporan penghinaan Presiden Jokowi yang dilakukan oleh pengamat politik Rocky Gerung dan ahli hukum tata negara Refly Harun termasuk delik biasa. Hal itu disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Safri saat ditanya alasan mengapa pihaknya tidak menggunakan delik aduan pada kasus tersebut.
"Karena dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh para pelapor di tiga Laporan Polisi yang dibuat terhadap terlapor RG dan RF, sebagaimana diatur dalam pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) UU No 1 tahun 1946 dan/atau Pasal 14 ayat (2) UU No 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946, semuanya merupakan delik biasa, " katanya saat dikonfirmasi, Jumat (4/8/2023).
Mantan Kapolresta Surakarta tersebut menambahkan pengertian delik biasa adalah suatu perkara tindak pidana yang dapat diproses tanpa adanya persetujuan atau laporan dari pihak yang dirugikan atau korban.
"Kesimpulannya adalah dugaan tindak pidana apa yang dilaporkan oleh masyarakat, maka itulah yang akan ditindaklanjuti oleh Polri (penyelidik dan penyidik) melalui serangkaian upaya penyelidikan (mencari dan menemukan peristiwa pidana) dan penyidikan (cari dan kumpulkan alat bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan mengungkap tersangkanya)," ucap Ade Safri.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat, UU ITE dan Pasal 156 KUHP terkait penghinaan atau ujaran kebencian terhadap golongan tidak bisa menjadi dasar hukum untuk menuntut Rocky Gerung karena tidak memenuhi unsurnya. Fickar menjelaskan, unsur pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi karena pernyataan Rocky merupakan komplain yang ditujukan kepada pejabat publik terkait urusan publik, bukan kepada golongan masyarakat.
"Jadi laporan terhadap Rocky Gerung itu lebay dan usaha cari perhatian saja, yang tidak mustahil dijadikan proyek," ujarnya merujuk ke pelaporan Rocky di Polda Metro Jaya.
Lebih lanjut, Fickar menyebut Rocky juga tidak bisa dilaporkan dengan dugaan melanggar pasal penghinaan atau pencemaran nama baik Jokowi. Sebab, pasal pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang berarti baru menjadi dugaan kejahatan apabila dilaporkan oleh orang yang merasa dirugikan, yakni Jokowi.
Sementara, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengatakan, hanya Presiden Jokowi yang dapat melaporkan Rocky Gerung ke kepolisian. Sebab delik pasal 27 ayat (3) UU ITE sesuai putusan MK No.50 Tahun 2008 adalah delik aduan (klacht).
"Artinya sesuai pasal 72 KUHP, delik tersebut hanya bisa diadukan oleh orang yang merasa menjadi korban," kata Chandra dalam keterangannya yang diterima Republika pada Rabu (2/8/2023).
Chandra menerangkan, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict. Hal itu mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut. Apalagi ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP.
"Dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan," ucap Chandra.
Rocky Gerung pada hari ini menanggapi polemik yang ditimbulkannya. Rocky memilih meminta maaf atas pernyataannya kepada Jokowi. Rocky menyadari pernyataannya menimbulkan kisruh di masyarakat.
"Saya minta maaf keadaan saat ini membuat terjadi perselisihan tanpa arah. Saya menyesalkan bahwa persoalan hukum, ini kritik saya kepada Jokowi. Kan pak Jokowi mengerti yang saya sampaikan," kata Rocky kepada wartawan, Jumat (4/8/2023).
Rocky menyatakan, kritiknya tak ditujukan kepada Jokowi sebagai pribadi. Rocky pun mengaku kerap melontarkan kritik semacam itu di tempat lain.
"Itu saya lakukan di mana-mana. Saya tak mengkritik atau menghina Jokowi sebagai individu," ucap Rocky.
Rocky menegaskan pernyataannya sebenarnya ditujukan untuk mengkritik Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Presiden.
"Itu bukan hinaan itu kritik, saya justru membuka pembicaraan untuk memberikan kritik publik," ujar Rocky.
Rocky menganggap peristiwa yang menimpanya kalinya berbau politik. Rocky menduga kasus ini cenderung bertendensi politik seiring hujatan terhadapnya muncul dari kelompok tertentu.
"WA saya dimaki-maki, padahal saya nggak punya partai politik dituduh antek asing. Peristiwa ini political tone-nya makin lama makin terlihat," ucap Rocky.
Perkara ini berawal saat Rocky menyampaikan orasi dalam pertemuan aliansi buruh di Bekasi beberapa hari lalu. Potongan video orasinya tersebar di media sosial, yang isinya mengkritik keras Presiden Jokowi terkait mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Begitu Jokowi kehilangan kekuasaan dia jadi rakyat biasa, nggak ada yang peduli nanti. Tapi ambisi Jokowi adalah pertahankan legacy. Dia masih ke Cina nawarin IKN. Masih mondar-mandir dari ke koalisi ke koalisi lain, cari kejelasan nasibnya," ujar Rocky dalam video tersebut.
"Dia pikirin nasibnya sendiri, dia nggak pikirin kita. Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat, tapi bajingan tolol sekaligus pengecut. Bajingan tapi pengecut," kata Rocky melanjutkan.