Penembakan Anggota Densus, Keluarga Curiga Ada Unsur Pembunuhan Berencana

Keluarga ingin kasus penembakan anggota Densus ini ditarik ke Bareskrim.

Republika/Shabrina Zakaria
Polres Bogor melakukan gelar perkara kasus tewasnya anggota Densus 88 Polri, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) di Mako Polres Bogor, Selasa (1/8/2023).
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage bersama tim kuasa hukumnya mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (4/8/2023). Mereka meminta penyidik menarik penanganan kasus kematian anaknya ke Bareskrim serta memasukkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dalam penyidikan.

Baca Juga


"Kami tadi diterima baik oleh penyidik SPKT perwira konsul bahwa kami sebenarnya mau membuat laporan dan di mana akhirnya perwira konsul malah mengakomodasi kami untuk membantu menarik laporan tersebut ke Mabes Polri," kata Yustinus Stein Siahaan, tim kuasa hukum keluarga Brigadir Polisi Dua Ignatius Dwi Frisco (Bripda IDF) kepada wartawan di Bareskrim Polri.

Yustinus dan rekannya mendampingi Y. Pandi dan Inosensia Antonia Tarigas, orang tua Bripda IDF, yang datang ke Bareskrim karena kecewa dengan hasil gelar perkara yang dilakukan Polres Bogor.

Berdasarkan hasil gelar perkara itu, pihaknya menduga ada fakta-fakta yang mengarah ke Pasal 340 (pembunuhan berencana), tetapi diabaikan oleh penyidik sehingga para tersangka dijerat dengan Pasal 338 KUHP.

Ia menjelaskan dari hasil gelar perkara diketahui tersangka Bripda IMS pada saat mau menyimpan senjata api ilegal tersebut sudah memasukkan magazine, mengokang dan diduga sudah dibuka kunci dari senjata api tersebut. "Jadi, dia sudah mengokang dan sudah diamini oleh saksi lain," kata Yustinus.

Dengan adanya fakta-fakta yang diabaikan oleh Polres Bogor, kata Yustinus, maka pihaknya ke Bareskrim untuk meminta atensi agar kasus tersebut menjadi perhatian publik dan ditarik ke Mabes Polri.

"Ini bisa ditarik ke Mabes Polri, disidik dengan baik dan benar sehingga dari fakta-fakta yang ada pasalnya bisa lebih maksimal pada 340 KUHP," kata Yustinus.

Hukum adat

Ayahanda Bripda IDF, Y. Pandi, mengatakan selain diterapkannya Pasal 340 KUHP dan hukuman seadil-adilnya bagi pelaku, pihaknya juga menuntut hukum adat harus ditegakkan.

 

"Perlu penegasan selain dari Pasal 340 KUHP, hukum adat juga perlu ditegakkan karena kami orang beradat. Jadi, segala permasalahan dari yang kecil sampai yang besar, apalagi saat ini kami alami sangat besar, di manapun kami berada hukum adat berlaku," kata Pandi.

Mengenai bentuk hukum adat yang dimaksud, Pandi tidak menjelaskan karena ada tim lainnya yang bisa menjelaskan dan yang mengurusnya, yakni ahli dewan adat.

Sementara itu, ibu Bripda IDF, Inosensia Antonia Tarigas, tidak kuasa menahan tangis di hadapan awak media saat menyampaikan harapannya. "Saya minta (hukuman) seadil-adilnya untuk anak saya," katanya dengan suara pilu.

Dipecat

Mabes Polri memecat tersangka IMS, anggota Densus 88, tersangka kasus kematian Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF). Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) tersebut dijatuhkan kepada IMS melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri, pada Kamis (3/8/2023).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, IMS sampai saat ini masih dalam penahanan di Biro Provos Propam Polri.

Ramadhan menerangkan, dalam putusan KKEP Polri disebutkan, pemecatan IMS dari kepolisian, lantaran terbukti menggunakan senjata api ilegal yang menewaskan Bripda Ignatius. “Bripda IM telah terbukti menggunakan senjata api tanpa dilengkapi dokumen yang sah yang diperoleh dari Bripka IGD sehingga mengakibatkan tertembaknya Bripda IDF,” begitu kata Ramadhan dalam konfrensi pers di Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Mengacu putusan sidang KKEP, kata Ramadhan menerangkan, IMS terbukti melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, juncto Pasal 5 ayat (1) b, Pasal 8 c angka 1, Pasal 10 ayat (1) a angka 5, Pasal 10 ayat (1) f, Pasal 10 ayat (1) a angka 5, juncto Pasal 10 ayat (6) a, dan b Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Atas ragam pelanggaran tersebut, kata Ramadhan, sidang KKEP memvonis IMS bersalah dan dihukum pemecatan.

Ada dua butir putusan sidang KKEP yang diketuai oleh Brigjen Agus Wijayanto. Kata Ramadhan, putusan pertama memastikan sanski etik. “Yaitu berupa sanksi etika atas perilaku pelanggar yakni IMS yang dinyatakan melakkan perbuatan tercela,” kata Ramadhan.

Butir kedua putusan KKEP, berupa penjatuhan sanksi administratif berupa penahanan di penempatan khusus di Patsus Biro Provos Div Propam Polri. “Dan menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH (pecat) sebagai anggota Polri,” kata Ramadhan.

Kematian Bripda Ignatius, terjadi pada Ahad (23/7/2023) dini hari lalu. Bripda Ignatius tewas ditempat setelah tertembak di salah-satu kamar di Rusun Polri, Cikeas Udik, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (Jabar).

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler