Kasus Demam Berdarah Pecahkan Rekor di Bangladesh

Rumah sakit berjuang untuk memberi ruang bagi pasien yang paling membutuhkan.

AP Photo/Mahmud Hossain Opu
Ilustrasi pasien demam berdarah di Bangladesh.
Rep: Dwina Agustin Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh sedang bergulat dengan rekor wabah demam berdarah atau DBD yang mematikan. Rumah sakit berjuang untuk memberi ruang bagi pasien yang paling membutuhkan karena penyakit ini menyebar dengan cepat di negara berpenduduk padat itu.

Baca Juga


Berdasarkan laporan resmi pemerintah, setidaknya 293 orang telah meninggal pada 2023 dan hampir 61.500 orang terinfeksi. Jumlah laporan terbaru itu menjadikan tahun 2023 paling mematikan sejak epidemi pertama yang tercatat pada 2000.

Rumah sakit, terutama di Dhaka, berjuang untuk menemukan ruang kosong bagi sejumlah besar pasien yang menderita demam tinggi, nyeri sendi, dan muntah. Menteri Kesehatan Bangladesh Zahid Maleque menyatakan, pemerintah telah meluncurkan inisiatif untuk membatasi penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, mulai dari kampanye kesadaran hingga upaya untuk membunuh jentik nyamuk setelah musim hujan.

"Sejak kami datang ke sini, para dokter dan perawat memberi tahu kami bahwa mereka tidak dapat menyediakan tempat tidur yang layak untuk kami, tetapi jika kami tinggal, mereka akan merawat kami. Kami tidak punya pilihan lain selain mengatur barang-barang di lantai untuk ibu dan saudara perempuan saya," ujar Shariful Islam saat dia mengawasi anggota keluarganya di rumah sakit pemerintah di Dhaka.

Tidak ada vaksin atau obat yang secara khusus mengobati demam berdarah. Penyakit ini sangat umum di Asia Selatan selama musim hujan dari Juni hingga September. DBD diakibatkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan virus mematikan tumbuh subur di air yang tergenang.

Para ahli menyatakan, akan ada lebih banyak kasus hingga Agustus dan September. Kematian tahun ini sudah melampaui rekor sebelumnya yaitu 281 pada tahun lalu, dengan jumlah orang yang terinfeksi tepat di belakang 62.423 kasus pada 2022.

Deteksi dini dan akses ke perawatan medis yang tepat dapat mengurangi kematian hingga kurang dari satu persen penderita. “Ketika musim hujan dimulai pada bulan April, begitu pula nyamuk Aedes berkembang biak. Virus sudah menyebar di masyarakat, oleh karena itu juga menular,” kata profesor entomologi di Jahangirnagar University Kabirul Bashar.

“Inilah yang menyebabkan kita melihat kasus DBD di bulan Juli sangat tinggi. Kemungkinan akan meningkat lagi di Agustus dan September,” ujarnya.

Penasihat kesehatan dan nutrisi senior Save the Children untuk Asia Dr Yasir Arafat mengatakan, di seluruh Asia, peristiwa cuaca ekstrem membuat kehidupan anak-anak menjadi berantakan. Kondisi itu membuat lonjakan wabah demam berdarah yang mengkhawatirkan.

"Ini hanyalah masalah lain yang memengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka," ujar Arafat. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler