Dapat Relaksasi Izin Ekspor Tembaga, ESDM: Freeport Harus Patuhi Aturan
Kementerian ESDM menilai, PTFI juga harus mentaati aturan tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai PT Freeport Indonesia sudah mendapatkan banyak kelonggaran terkait operasional dan kepatuhan aturan yang berlaku. Mengenai pengenaan bea ekspor untuk komoditas tambang dengan syarat selesainya proyek pabrik pemurnian, Kementerian ESDM menilai, PTFI juga harus mentaati aturan tersebut.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengungkapkan, Freeport Indonesia akan dikenakan tarif bea keluar merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
"Sudah sesuai dengan PMK yang baru, aturannya begitu. Mestinya (mengikuti itu)," kata Wafid ditemui di Kementerian ESDM, Senin (7/8/2023).
Dilansir dari Reuters, dalam dokumen pengajuan di Securities and Exchange Commission (SEC) AS, perusahaan menyebutkan Freeport Indonesia diberikan izin ekspor pada 24 Juli 2023 untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga.
PTFI merupakan salah satu perusahaan yang masih diperbolehkan ekspor konsentrat di tengah kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang ekspor konsentrat. Dengan komitmen penyelesaian pabrik pemurnian atau smelter, PTFI mendapatkan karpet merah ini.
Namun, dalam dalam pengajuan di SEC tersebut, Freeport Indonesia menentang pengenaan bea ekspor baru yang diberlakukan pemerintah Indonesia atas ekspor yang dilakukan perusahaan. Dokumen itu menyebutkan bahwa di bawah izin penambangan khusus Freeport Indonesia 2018, tidak ada bea yang diperlukan setelah smelternya setidaknya setengah selesai.
“Pada Maret 2023, Pemerintah Indonesia memverifikasi bahwa kemajuan konstruksi smelter Manyar melebihi 50 persen dan bea keluar Freeport Indonesia dihapus efektif 29 Maret 2023,” bunyi pengajuan tersebut.