Jenderal Kemenko Polhukam: TNI Boleh Jaga Perusahaan Swasta di Daerah Konflik

Mayjen Heri Wiranto memberi kesaksian di sidang Haris dan Fatia di PN Jaktim, Senin.

Rizky Suryarandika/Republika
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty saat ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (7/8/2023). Keduanya terjerat kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli pertahanan yang juga Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Mayjen Heri Wiranto mengungkapkan, personel TNI bisa saja mengamankan perusahaan swasta yang berada di wilayah konflik. Pengamanan TNI guna mendukung tugas Polri di lokasi tersebut.

Hal itu disampaikan Heri saat berstatus ahli dalam sidang kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Senin (7/8/2023). Kasus itu menjerat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty sebagai tersangka.

Awalnya, jaksa menanyai Heri soal kemungkinan personel TNI ikut andil mengamankan perusahaan swasta di daerah konflik. "Saya mengumpamakan ada suatu perusahaan swasta yang berada di daerah rawan konflik. Apakah TNI diperbolehkan untuk mengamankan perusahaan tersebut? Apakah itu termasuk kegiatan militer selain perang atau objek vital?" ucap jaksa.

Baca Juga


Baca: Mayjen Heri Wiranto Jadi Deputi Kemenko Polhukam, Mayjen Yudhy Chandra Jaya Jabat Danpussenarmed

"Penegasan tentang operasi militer selain perang sudah sangat jelas dalam Undang-Undang TNI Pasal 7," kata eks deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam tersebut merespons.

Heri menyebut, tugas selain perang di antaranya mengamankan objek vital nasional. Kategori objek vital nasional, lanjut Herry, dijelaskan dalam peraturan yang diteken oleh presiden. Sehingga apabila objek atau kegiatan usaha tidak masuk dalam objek vital nasional maka pengamanannya tidak menjadi ranah TNI.

"Namun demikian, tugas ke-10 dalam operasi militer selain perang, yaitu tugas TNI membantu Polri dalam rangka keamanan ketertiban masyarakat," ujar Heri.

Berdasarkan pernyataan Heri maka hal itu membuka peluang anggota TNI mengamankan perusahaan swasta di daerah konflik. Syaratnya, ada permintaan dari Polri agar TNI membantu pengamanan di lokasi yang dimintakan.

"Seandainya ada kegiatan-kegiatan yang perlu diperbantukan melalui Polri, tugas TNI adalah membantu tugas Polri," ujar mantan panglima Kodam VI/Mulawarman itu.

Kalau skenario itu terjadi, Heri berdalih, personel TNI tak sekadar mengamankan perusahaan swasta yang menjadi objek pengamanan. Heri menjamin, personel TNI ikut mengamankan wilayah tersebut secara keseluruhan, termasuk masyarakat di dalamnya.

"Apabila objek-objek itu di wilayah (konflik), barang kali dia (TNI) mengamankan wilayah secara keseluruhan, bukan berarti mengamankan objek tersebut," ucap Heri.

Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.

Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.

Haris dan Fatia didakwa melanggar...

Dalam kasus itu, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan, Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan. Keduanya terancam penjara jika dinyatakan bersalah.

Kasus itu bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal Youtube Haris Azhar. Hal itu membuat Luhut melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya hingga kasusnya berlanjut ke PN Jaksel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler