Dewan Pendidikan DIY tak Setuju PPDB Dihapus: Agar yang Pintar tak Kumpul di Satu Sekolah
Dewan Pendidikan klaim PPDB Zonasi berjalan lancar dan dorong pemerataan pendidikan
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Dewan Pendidikan DI Yogyakarta tak sepakat dengan rencana Presiden Joko Widodo untuk menghapus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi. Ini karena pelaksanaan PPDB zonasi di wilayah DIY berjalan cukup lancar, bahkan telah mendorong pemerataan pendidikan.
Ketua Dewan Pendidikan DIY Prof. Sutrisna Wibawa menjelaskan, PPDB sebaiknya terus disempurnakan aturannya, agar tidak membuat bingung orangtua siswa dengan sistem baru.
"Zonasi sudah berjalan lama, karena itu menurut saya penyempurnaan saja, kurangnya di mana. Karena sebenarnya dampak pemerataan pendidikan melalui PPDB sudah mulai terlihat di DIY," ujar Prof. Sutrisna Kepala Republika, Jumat (18/8/23).
Menurut Prof. Sutrisna, PPDB zonasi telah mendorong para siswa berprestasi tidak mengelompok di satu sekolah, sehingga menghilangkan sekolah favorit. Harapannya, siswa berprestasi akan dapat memacu semangat rekan-rekannya di sekolah. Saat ini dampaknya bahkan telah terlihat dengan banyaknya sekolah-sekolah di pinggiran DIY yang siswa-siswanya berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri.
"Yang masuk ke universitas negeri sudah mulai merata, sudah berdampak. Tidak hanya sekolah tengah kota, di pelosok jadinya kan standarnya sama," tuturnya.
Terkait berbagai kasus kecurangan yang ditemukan saat pelaksanaan PPDB di seluruh Indonesia, menurut Prof. Sutrisna, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPDB zonasi di DIY, pelaksanaannya dinilai relatif lancar dan tidak terlalu banyak masalah. Memang ditemukan beberapa calon siswa yang memalsukan alamat domisili, akan tetapi jumlahnya tidak banyak dan dinilai bisa diatasi dengan lebih baik.
Mengenai pemalsuan alamat dalam Kartu Keluarga (KK), menurutnya hal tersebut dapat diatasi dengan verifikasi yang melibatkan pihak sekolah. Ini tentunya bisa dilakukan mengingat kuota zonasi masing-masing sekolah tidak banyak. Kecurangan-kecurangan terkait data tersebut juga dapat terdeteksi melalui data Nomor Induk Kependudukan (NIK) Disdukcapil.
"Kalau yang seperti itu bisa diatasi. Saya tidak setuju kalau dihapus, PPDB diganti belum tentu yang baru akan memuaskan juga," kata Prof. Sutrisna.
Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) juga dinilai membantu dalam pelaksanaan PPDB zona prestasi. Dalam hal ini meski sebutan sekolah favorit dihapuskan, sekolah-sekolah tetap memiliki standar dan prestasi yang jelas.
"ASPD kan relatif standar, rapor kan sekolah satu dengan yang lain beda. Pola DIY seperti ini bisa diterapkan di wilayah lain," katanya.
Kendati begitu, ia mengakui bahwa permasalahan fasilitas dan sarana prasarana yang menjadi pertimbangan orangtua melakukan kecurangan demi agar anak-anak mereka masuk ke sekolah yang dianggap bagus. Sebenarnya hal tersebut dapat dibantu juga dengan peran orang tua dan masyarakat secara umum, karena anggaran Pemerintah masih sangat terbatas.
"Itu kan peran orangtua juga, jangan di sekolah favorit nyumbang, di sekolah lain tidak. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua antara orangtua, pemerintah dan masyarakat," ujarnya.