Sepak Terjang Tentara Bayaran di Timur Tengah: Amerika Serikat dan Rusia Biang Keladinya?

Tentara bayaran mempunyai misi yang berbeda-beda di Timur Tengah

AP
Tentara bayaran Rusia, Grup Wagner (ilustrasi). Tentara bayaran mempunyai misi yang berbeda-beda di Timur Tengah
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perusahaan militer swasta transnasional memanfaatkan krisis kematian keamanan yang dialami oleh banyak negara Arab. 

Baca Juga


Perusahaan memasuki "pasar " dengan imbalan miliaran dolar yang dibayarkan kepada mereka dan tentara bayaran yang mereka rekrut dari berbagai negara. 

Tentu saja, yang direkrut adalah yang sudah piawai bertempur sampai berdarah-darah. Mungkin seperti Jason Statham atau Keanu Reeves di berbagai film action yang mereka bintangi, atau mungkin aktor Korea Selatan Lee Jung-jae saat membintangi film 'Operation Chromite'. 

Ada dua perusahaan militer dan keamanan swasta yang terkenal di dunia, dan masing-masing dari dua negara yang berbeda. Pertama adalah Blackwater Amerika, dan kedua ialah Wagner Rusia. Keduanya aktif atas nama negara dan tentara untuk berusaha mengurangi pengeluaran dan menghindari rasa malu diplomatik dan pertanggungjawaban hukum. 

Ketika kejahatan perang terjadi, negara-negara ini berusaha menghindarinya dengan meminta pertanggungjawaban perusahaan swasta atas pertempuran yang tidak terkendali. 

Sejumlah perusahaan militer swasta juga aktif di dunia Arab. Mereka eksis di banyak negara dengan nama berbeda, di samping ratusan perusahaan militer lokal dan internasional lainnya. 

Perusahaan militer melakukan misi tempur, merekrut tentara bayaran, dan mendukung tentara bersenjata dan milisi di lapangan. Sedangkan perusahaan keamanan berfokus pada melindungi aset pribadi dan fasilitas, pelatihan, saran keamanan, intelijen, dan perang dunia maya. Tugas perusahaan militer mungkin tumpang tindih dengan keamanan dan terkadang berintegrasi. 

Kementerian Luar Negeri Prancis memperkirakan nilai pendapatan perusahaan keamanan swasta mencapai 400 miliar dolar AS atau sekitar Rp 7.000 triliun. 

Adapun menurut studi yang dilakukan oleh peneliti Yordania Walid Abdel-Hay, total keuntungan perusahaan-perusahaan keamanan swasta di dunia Arab sebesar 45 miliar dolar AS atau sekitar Rp 675 triliun, antara 2011 sampai 2014. 

Blackwater Amerika dan Wagner Group Rusia, adalah di antara perusahaan militer swasta paling terkenal yang merekrut tentara bayaran untuk berperang di tempat-tempat bermasalah di Arab. 

Nama "Blackwater" muncul dengan pendudukan Amerika serikat di Irak pada 2003, dan sekaligus mendapatkan kontrak keamanan perusahaan di negara tersebut. 

Baca juga: Upaya Para Nabi Palsu Membuat Alquran Tandingan, Ada Ayat Gajah dan Bulu

Blackwater didirikan pada 1997 menurut undang-undang Amerika Serikat oleh Erik Prince, mantan perwira di Korps Marinir.

Karena skandal yang mengikutinya selama pendudukan Irak, Blackwater mengubah namanya menjadi Xe Service pada 2009. Kemudian berganti nama lagi menjadi "Akademik" pada tahun 2011, setelah diakuisisi oleh perusahaan pesaing dan ada di bawah bendera grup induk "Constellis", yang aktif di 20 negara dan mempekerjakan lebih dari 16 ribu orang, menurut data perusahaan.

Aktivitas "Blackwater", dengan nama barunya, saat ini terkonsentrasi di Yaman. Menurut laporan banyak media, termasuk "New York Times", pendiri Black Water Erik Prince menandatangani kontrak dengan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi untuk berperang di Yaman pada pihak koalisi Arab.

Jumlah yang direkrut oleh perusahaan pada 2015 mencapai sekitar 1.500 tentara bayaran dari Kolombia, Afrika Selatan, Meksiko, Panama, El Salvador dan Chili, beberapa di antaranya tewas dalam pertempuran Taiz.

Selanjutnya adalah Wagner Group Rusia. Wagner mewakili salah satu perusahaan militer paling terkenal yang aktif di wilayah Arab setelah runtuhnya "Blackwater" Amerika. Aktivitas Wagner di dunia Arab dimulai di Suriah pada 2014.

Perusahaan Wagner membawahi sekaligus mengawasi dua perusahaan keamanan, yaitu ISIS Hunters dan Sanad. Wagner melatih para anggota dari kedua perusahaan tersebut, untuk melindungi investasi Rusia seperti tambang fosfat dan ladang minyak dan gas di Badia Suriah dan wilayah Kegubernuran Dayr az-Zawr.

Bukti keterlibatan "Wagner" dan "ISIS Hunters" adalah ketika terjadi pembunuhan sekitar 250 orang dan pejuang dari tentara rezim dan pasukan sekutunya, dalam serangan udara AS pada 8 Februari 2018. Dalam penggerebekan ini, 20 anggota kompi ISIS Hunters tewas ketika mereka maju untuk menguasai ladang minyak di sebelah timur Sungai Efrat, yang berada dalam cengkeraman organisasi ISIS.

Wagner Group Rusia menggunakan tentara bayaran ISIS Hunters dan Sanad dalam pertempuran tersebut, baik di dalam Suriah atau bahkan mentransfer ratusan dari mereka ke Libya untuk berperang bersama milisi Jenderal Khalifa Haftar yang melakukan kudeta.

Wagner tidak hanya mengandalkan tentara bayaran yang setia kepada Bashar al-Assad, tetapi juga mencakup negara lain, mulai dari Rusia, Serbia, Ukraina, Moldavia, Armenia, bahkan Kazakhstan.

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

Mengingat ketenangan Suriah dalam beberapa tahun terakhir, Wagner memusatkan kekuatan utamanya di Libya, terutama di gubernuran Al-Jufra dan Sirte (tengah), dan aktivitasnya telah meluas ke barat daya, yang dianggap Prancis sebagai wilayah historisnya.

Pengumuman pembangunan pangkalan angkatan laut Rusia di Port Sudan di Laut Merah pada tahun 2020 akan menarik lebih banyak tentara bayaran Wagner ke Afrika Timur. Wagner memulai aktivitasnya di Sudan sejak 2018, dengan kedok perusahaan eksplorasi emas "M-Invest".

Tetapi Amerika Serikat memasukkannya ke dalam daftar sanksi pada 15 Juli 2020, menuduhnya mencoba merusak proses demokrasi di Sudan. Washington menjatuhkan sanksi kepada Yevgeny Prigozhin, kepala grup Wagner, yang dijuluki 'Koki Putin', dan perusahaan itu sendiri dimasukkan dalam daftar sanksi.

 

Sumber: arabicpost  

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler