Ekonom Sebut WFH Jakarta Bisa Turunkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Kebijakan WFH dipastikan berdampak langsung pada perputaran uang secara luas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) yang tengah diterapkan pemerintah DKI Jakarta untuk ASN di Ibu Kota dalam mengatasi polusi udara disebut bisa berdampak pada laju perekonomian. Pasalnya, kebijakan WFH dipastikan berdampak langsung pada perputaran uang secara luas.
Ekonom Institute Development of Economics and Finance atau Indef, Ahmad Heri Firdaus, memaparkan, penerapan WFH di Jakarta bisa sebabkan mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga minus 0,73 persen. Itu karena lapangan pekerjaan akan turun sebesar minus 1,76 persen serta upah riil yang minus 1,73 persen.
Adapun dampak ke tingkat nasional, kebijakan ini bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,02 persen. Dampak terhadap laju perekonomian nasional diyakini ada karena Jakarta menjadi barometer ekonomi nasional.
“Kenapa WFH bisa disimulasikan? Karena pengeluaran masyarakat di kota besar khususnya Jakarta sebagian besar untuk transportasi. Katakan dari 100 persen pengeluaran, 10 persen untuk transportasi, kalau ini tidak ada maka penyerapan tenaga kerja terkoreksi, upah riil tidak ada,” ujar Heri dalam webinar, Selasa (22/8/2023).
Namun, Heri mengatakan, dampak negatif dari kebijakan WFH tak bisa disamaratakan untuk seluruh sektor ekonomi. Terdapat beberapa sektor ekonomi yang tetap produksi meski di tengah kebijakan WFH dengan sistem digital.
Misalnya seperti industri makanan dan minuman yang mulai membangun rantai bisnis digital sehingga tidak akan terpengaruh kebijakan WFH.
“Jadi memang tergantung dari sektor ekonominya seperti apa dan tidak bisa disamaratakan,” kata dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan, berkaca dari kebijakan WFH saat Covid-19, aspek kesehatan memang penting. Namun, di sisi lain akar permasalahan utama polusi harus dipecahkan.
Bila nantinya udara kembali bersih pasca diterapkan WFH, tanpa penanganan lebih lanjut pada akar masalah, polusi udara bukan tidak mungkin kembali naik.
Pemerintah dan dunia usaha perlu segera menciptakan ekosistem penggunaan energi ramah lingkungan. “Harus ada upaya-upaya untuk bagaimana melakukan transisi energi secara menyeluruh mulai dari hulunya dengan pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT,” kata dia.