Modifikasi Cuaca Turunkan Hujan untuk Bilas Polusi Udara Jakarta Terkendala Nihilnya Awan

Upaya teknik modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan saat ini belum bisa dilakukan.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Pancoran, Jakarta, Senin (21/8/2023). Penerapan kebijakan Work From Home bagi Aparatur Sipil Negara dinilai belum berpengaruh karena masih terjadinya kemacetan di ruas jalan protokol Ibu Kota dan polusi udara yang masih dalam kategori tidak sehat berdasarkan situa IQAir.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Eva Rianti, Haura Hafizhah, Antara

Baca Juga


Salah satu upaya untuk mengatasi masalah buruknya kualitas udara di Jakarta akibat polusi udara adalah lewat teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan. Namun sayangnya, hingga kini, tim terkait kesulitan melaksanakan TMC lantaran minimnya ketersediaan awan di langit.

"Yang dibawah ekuator sama sekali tidak ada awannya. Nah ini kita lihat, ini dari ekuator ke atas itu masih ada awannya tapi untuk Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat bagian Selatan, Kalimantan Tengah bagian Selatan, Kalimantan Selatan, Pulau Sulawesi secara umum dari tengah ke selatan, Papua dari tengah ke selatan, sampai Jawa, Bali, Nusa Tenggara itu enggak ada awannya,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Selasa (22/8/2023).

Padahal, menurut Muhari, BNPB sudah siap menggelar operasi TMC menurunkan hujan seperti arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Muhari pun berharap dua-tiga hari ke depan muncul awan di langit di atas Pulau Jawa dengan kandungan uap air yang mencukupi untuk diturunkan menjadi hujan.

"Kita sudah mulai TMC dari tanggal 19, 20, kita harapkan dalam dua, tiga hari ke depan ada awan yang bisa kita turunkan lagi hujannya kita akan turunkan,” ujar Muhari.

Muhari menegaskan, untuk menyukseskan operasi TMC harus ada awan-awan yang mengandung uap air. Sedangkan saat ini tidak ada awan-awan yang mengandung uap air, khususnya di wilayah bawah garis ekuator.

Muhari melanjutkan, kondisi semakin sulit lantaran Indonesia telah masuk puncak musim kemarau pada pekan ketiga bulan Agustus 2023 yang ditandai dengan meningkatnya hotspot atau titik-titik api yang meningkat di sejumlah wilayah.

“Kita coba lihat perbandingan jumlah titik panas di seluruh Indonesia dalam tiga bulan terakhir periode dua minggu pertama. Jadi kita coba lihat dua minggu pertama Juni, dua minggu pertama Juli, dua minggu pertama Agustus," ujarnya.

Muhari menerangkan, operasi TMC  dilakukan untuk membilas polutan di Jakarta sekaligus untuk mengatasi kemarau panjang di sejumlah wilayah. Caranya dengan menabur garam di awan sehingga memicu percepatan presipitasi atau mencairnya awan menjadi air hujan.

“Kalau nggak ada awannya, nggak bisa kita melakukan, menurunkan air hujan itu. Ada fase-fase tertentu di mana minimal apa konsentrasi awan itu 30 persen, bahwa itu cukup untuk membuat hujan buatan,” ujarnya.

Sebada dengan BNPB, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pun menyampaikan bahwa TMC yang merupakan salah satu upaya pengendalian pencemaran udara di Jakarta tengah digodok. Namun, hingga saat ini disebutkan bahwa kendala penerapannya lantaran masalah awan. 

"Kami Pemprov DKI terus koordinasi terkait upaya dan sinergisitas antara Pemprov DKI dan kementerian terkait beberapa upaya, hingga semalam pun saya masih menghadiri rapat organisasi dengan Kemenko Marves, semalam membahas khusus mengenai rencana TMC, teknologi modifikasi cuaca," kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/8/2023). 

Asep menjelaskan, dalam pembahasan itu, penerapan TMC di Jakarta dinilai belum bisa diterapkan hingga akhir Agustus ini. Hal itu terbukti dari hasil observasi yang dilakukan.  

"Jadi semalam disampaikan bahwa TMC untuk wilayah DKI Jakarta masih sulit dilakukan karena memang ketidaktersediaan awan. Jadi awan itu jadi faktor penentu TMC bisa dilakukan atau tidak, ternyata hasil dari observasi TMC ini belum bisa dilakukan di Jakarta hingga 28, 29 Agustus ini," ungkap Asep. 

Dia menyebut kesulitan itu menjadi dasar tidak dapat turun hujan di wilayah Jakarta. Menurut penuturannya, berdasarkan observasi yang dilakukan, hujan hanya turun di wilayah penyangga Ibu Kota.  

"Jadi memang kesulitan itu menjadi dasar tidak dapat turun hujan di Jakarta. Tiga hari kemarin, BMKG sudah lakukan TMC dan hasilnya hujan hanya di wilayah pinggir Jakarta, yang dilaporkan Pamulang hari Minggu hujan, Bogor hujan, dan Depok gerimis," terang dia. 


Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengungkapkan tiga opsi metode yang bisa ditempuh untuk menekan polusi udara di DKI Jakarta. Pertama, TMC Konvensional itu bisa dilakukan tidak hanya di atas wilayah DKI Jakarta saja, tetapi di atas wilayah lain.

Dalam hal ini termasuk di sejumlah wilayah penyangga Jakarta seperti di atas Bekasi, Kepulauan Seribu atau Tangerang jika memungkinkan untuk melindungi Jakarta dari polusi udara. Opsi kedua, yakni dry ice.

Menurut Isnawa, teknik dry ice tidak mungkin dilakukan di Jakarta. Metode ini adalah menyebar batu-batu es di seluruh kota seperti yang pernah dilaksanakan di Thailand.

Opsi ketiga, yakni melakukan spraying (penyemprotan) seperti yang pernah diterapkan di Beijing, China. Metode ini dilakukan dengan pesawat kecil, drone atau dari atas gedung-gedung tinggi di Jakarta. 

"Tapi ini belum. Mungkin nanti mau kita usulkan, mungkin bangunan-bangunan tinggi boleh juga tuh ada teknologi spraying ya supaya polutan-polutan itu bisa diredam," ujar Isnawa. 

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Justin Adrian menantang Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan penindakan secara tegas terhadap perusahaan-perusahaan kontributor polusi di Jakarta. Pasalnya, ada dampak buruk yang dirasakan masyarakat terkait kualitas lingkungan dan ekosistem.  

Justin menjelaskan, dirinya mendapati berbagai protes dari warga, terutama di kawasan Marunda, Jakarta Utara yang terganggu atas dampak dari aktivitas perusahaan yang disinyalir menyebabkan semakin buruknya kondisi ekosistem di sekitarnya, termasuk masalah polusi udara. Sehingga perlu adanya upaya tindak tegas dari pemda. 

"Kita ada 1.600-an (perusahaan) industri yang ada di Jakarta. Sebenarnya kalau secara random saya sudah menemui masyarakat di satu tempat sepanjang pantai Marunda. Mereka sudah komplain terkait dengan pembuangan limbah perusahaan yang merusak ekosistem setempat, mereka mau cari ikan harus tiga jam dulu dari titik situ," ujar Justin dalam rapat Komisi D bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/8/2023). 

Atas adanya keluhan itu, Justin menantang langsung Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto, untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan itu. 

"Saya harap tiga bulan ke depan ada perusahaan yang dikenakan tindakan, tidak diabaikan, baik administrasi atau sebagainya. Kita kasih challenge paling enggak ada lima perusahaan teridentifikasi dan diberikan sanksi," jelas dia. 

Menurut Justin, dengan melakukan penindakan tegas, DLH DKI Jakarta akan berhasil menjaga kualitas ekosistem di Jakarta. "Kita boleh ekspose sambil nunjukin memang DLH punya nyali untuk menindak perusahan dan menjalankan pemantauan lingkungan. Anggaran pemantauan lingkungan kan ada. Saya minta ada sesuatu yang memang diinisiasi oleh DLH sendiri," kata Justin menegaskan.

 

 

Polusi sebabkan lebih banyak kematian dibanding covid-19. - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler