Politik Kekerabatan, dari Cucu Megawati Hingga Semua Anak Hary Tanoe Nyaleg
Banyak juga pasangan suami istri nyaleg dengan nomor urut kursi satu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena politik kekerabatan kembali terlihat dalam gelaran Pemilu 2024. Sejumlah nama yang merupakan keluarga atau kerabat dari elite partai politik mendapatkan tiket untuk maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI.
Fenomena itu terjadi di banyak partai politik. Para bakal caleg keluarga elite partai politik itu jumlahnya sedikitnya hampir 20 orang.
Mereka rata-rata mendapatkan nomor urut kecil, salah satu faktor penting untuk memperbesar peluang kemenangan dalam memperebutkan kursi anggota dewan.
Keikutsertaan mereka diketahui setelah KPU RI mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR RI pada Sabtu (19/8/2023). Dalam dokumen tersebut, terdapat 9.919 nama bakal caleg yang diusung 18 partai politik untuk bertarung di 84 daerah pemilihan (dapil).
Setelah Republika mengecek dokumen itu, tampak lima nama bakal caleg yang merupakan istri atau suami dari elite partai politik. Bahkan, empat di antaranya nyaleg bareng dengan pasangannya.
Pertama, Himmatul Aliyah, istri dari Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Himmatul tercatat sebagai bakal caleg Partai Gerindra untuk Dapil DKI Jakarta II dengan nomor urut 1, sedangkan Muzani nyaleg di Dapil Lampung I dengan nomor urut 1.
Kedua, Netty Prasetiyani, istri dari Wakil Ketua Majelis Syura PKS yang juga mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher). Netty jadi bakal caleg PKS di Dapil Jawa Barat VIII dengan nomor urut 1, sedangkan Aher berlaga di Dapil Jawa Barat II dengan nomor urut 1.
Ketiga, Erry Ayudhiansyah, suami dari Ketua DPP PKB sekaligus Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim. Erry jadi bakal caleg PKB untuk Dapil Banten II dengan nomor urut 1, sedangkan Chusnunia akan bertarung di Dapil Lampung I dengan nomor 1.
Keempat, Julie Sutrisno Laiskodat, istri dari politikus senior Partai Nasdem sekaligus Gubernur NTT Viktor Laiskodat. Julie jadi caleg Partai Nasdem untuk Dapil Dapil NTT I dengan nomor urut 1, sedangkan Viktor maju di Dapil NTT II dengan nomor urut 1.
Kelima, Atalia Praratya, istri dari Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Atalya jadi bakal caleg Partai Golkar di Dapil Jawa Barat I dengan nomor urut 2.
Selain itu, Partai Perindo mengusung istri dan semua anak ketua umumnya, Hary Tanoesoedibjo. Istri Hary, Liliyana Tanaja Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg Partai Perindo untuk Dapil Jakarta II dengan nomor urut 1.
Anak pertama Hary, Angela H Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg dari Partai Perindo untuk Dapil Jawa Timur I. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu mendapatkan nomor urut 1.
Anak keduanya, Valencia H Tanoesoedibjo tercatat sebagai bakal caleg dari partai milik bapaknya itu di Dapil Jakarta III, dengan nomor urut 1. Anak ketiganya, Jessica Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg di Dapil NTT II, dengan nomor urut 1.
Anak keempatnya, Clarissa Tanoesoedibjo tercatat sebagai bakal caleg di Dapil Jawa Barat I, dengan nomor urut 2. Adapun anak bungsunya, Warren Tanoesoedibjo terdaftar sebagai bakal caleg di Dapil Jawa Tengah I, dengan nomor urut 2.
Hary Tanoesoedibjo juga ikut maju. Dia terdaftar di Dapil Banten III. Dia mendapatkan urut 1 di antara bakal caleg Perindo lainnya di dapil tersebut.
Selanjutnya, ada delapan bakal caleg DPR yang punya hubungan dengan elite politik sebagai ayah-anak atau nenek-cucu atau paman-keponakan, yakni:
1. Parananda Surya Paloh, anak dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Parananda diusung Partai Nasdem sebagai bakal caleg nomor urut 1 di Dapil Sumatera Utara I.
2. Putri Zulkifli Hasan, anak dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Putri jadi bakal caleg PAN di Dapil Lampung I dengan nomor urut 1.
3. Rivandra Airlangga, putra dari Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Rivandra tercatat sebagai bakal caleg Partai Golkar untuk Dapil Jawa Barat V dengan nomor urut 1.
4. Hisan Anis Matta, putri dari Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta. Hisan jadi bakal caleg Partai Gelora di Dapil Jawa Barat V dengan nomor urut 1.
5. M Rasyid Rajasa, putra dari Ketua Majelis Penasihat PAN Hatta Rajasa. Rasyid terdaftar sebagai bakal caleg PAN di Dapil Jawa Barat I dengan nomor urut 5.
6. Erwin Aksa, keponakan dari mantan wakil presiden RI sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK). Erwin yang kini menduduki posisi Ketua DPP Partai Golkar ternyata maju sebagai bakal caleg di Dapil Jakarta III dengan nomor urut 2.
7. Rahayu Saraswati, anak dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hasyim Djojohadikusumo sekaligus keponakan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Sarawati yang kini memegang jabatan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu maju sebagai bakal caleg di Dapil Jakarta III dengan nomor urut 1.
8. Diah Pikantan O Putri Hapran. Pikantan merupakan anak dari Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR Puan Maharani. Dia tentu cucu dari Ketua Umum PDIP sekaligus mantan presiden RI Megawati Soekarnoputri. Pikantan jadi bakal caleg dari partai berlogo banteng itu di Dapil Jawa Tengah IV dengan nomor urut 1.
Ketika DPP PDIP mendaftarkan bakal caleg DPR ke Kantor KPU RI, Jakarta pada awal Mei 2023 lalu, Sekjen partai tersebut Hasto Kristiyanto menyebut Pikantan sudah mengikuti pendidikan partai selama tiga hari sebelum diusung sebagai calon legislator.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, fenomena keluarga elite partai politik menjadi bakal caleg ini merupakan bentuk politik kekerabatan. Fenomena ini disebut merusak demokrasi dari banyak sisi.
"Jaringan politik kekerabatan ini sulit diketahui oleh masyarakat, padahal itu dampaknya buruk, merusak demokrasi kita," kata Peneliti Formappi, Lucius Karus ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (21/8/2023).
Lucius menjelaskan, fenomena politik kekerabatan di itu merusak proses kaderisasi partai. Kader-kader potensial yang sudah mengikuti tahapan kaderisasi, bahkan mungkin pencalonan, tentu terhalang langkahnya menjadi caleg karena harus mengalah dengan keluarga elite partai. Kalaupun bisa menjadi caleg, para kader tetap saja harus merelakan nomor urut kecil apabila terdaftar di dapil yang sama dengan keluarga bos partai.
"Umumnya caleg-caleg kekerabatan ini menjadi caleg dengan menempuh jalan pintas, yakni mengandalkan kedekatan dengan elite partai. Mereka biasanya mendaftar di hari terakhir pendaftaran dan tidak mengikuti tahapan kaderisasi seperti anggota partai lainnya," kata Lucius.
Selain merusak kaderisasi partai, kata dia, fenomena politik kekerabatan ini juga akan membuka peluang terjadinya praktik korupsi apabila mereka terpilih sebagai anggota dewan. Menurutnya, elite partai lebih mudah mengontrol anggota dewan yang merupakan keluarganya saat hendak melakukan praktik culas berjamaah.
Menurut dia, politik kekerabatan atau politik dinasti ini terjadi karena regulasi pemilu tidak melarang hal tersebut. Praktik tersebut semakin subur akibat adanya "oligarki partai" alias segelintir orang yang punya kuasa penuh menentukan kebijakan partai.
"Jadi saya kira (fenomena politik kekerabatan ini) berbanding lurus dengan faktor partai politik kita yang masih dikuasai oligarki. Jadi politik dinasti itu sudah menjadi satu hal yang tak terelakkan," kata Lucius.