KLHK Kaji Teknik Penyemprotan Air Berkabut dari Gedung-Gedung Tinggi di Jakarta
Upaya teknologi modifikasi cuaca untuk atasi polusi udara terkendala minimnya awan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah pusat melirik teknologi alternatif dalam skala mikro untuk mengatasi polusi udara melalui penyemprotan air berkabut yang dilakukan dari gedung-gedung tinggi di wilayah Jakarta. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, operasi teknologi modifikasi cuaca dengan menyemai garam ke lapisan atmosfer masih belum optimal, karena hanya ada sedikit awan hujan akibat musim kemarau panjang.
"Kami mendiskusikan beberapa teknologi alternatif karena teknologi modifikasi cuaca tidak terbatas dengan pesawat yang menabur garam, tetapi dalam skala mikro misalnya dengan membuat semprotan air berkabut dari gedung-gedung tinggi," ujarnya dalam konferensi pers pengendalian pencemaran udara di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Sigit menuturkan pemerintah saat ini sedang menginventarisasi gedung-gedung tinggi yang potensial untuk dilakukan penyemprotan air berkabut dan menginventarisasi pemilik teknologi tersebut. Pagi tadi, imbuhnya, pemerintah telah bertemu dengan Pertamina yang memiliki teknologi itu sebagai alat untuk mengamankan fasilitas kilang dan depo.
"Jumat akan rapat lagi dengan Menkomarves (Menteri Koordinator Maritim dan Investasi) untuk menginventarisasi semua sumber-sumber yang ada. Kemudian titik-titik prioritas karena keterbatasan peralatan juga ketersediaan sumber untuk mendukung itu," kata Sigit.
Lebih lanjut, dia menyampaikan teknologi penyemprotan air berkabut tidak bisa menyelesaikan masalah polusi udara seluas Jabodetabek. Oleh karena itu pemerintah pusat akan memilih daerah-daerah prioritas untuk dilakukan kegiatan penyemprotan.
Sigit menyampaikan pihaknya terus memantau kondisi cuaca dan awan hujan sebagai modal untuk mengurangi polusi udara melalui operasi teknologi modifikasi cuaca di Jakarta. Kegiatan operasi teknologi modifikasi cuaca yang dilakukan pada 19-21 Agustus 2023 lalu, hujan turun hanya di Bogor, Tangerang Selatan, dan Depok. Sedangkan di Jakarta hujan turun belum optimal.
"Tanggal 28 Agustus diprediksi ada potensi awan hujan yang cukup di daerah Jakarta. Kami mengupayakan penerapan teknologi modifikasi cuaca pada tanggal itu, tetapi pelaksanaannya masih konfirmasi lagi setiap saat dengan BMKG," ujar Sigit.
Berdasarkan analisis BMKG, peluang untuk memodifikasi cuaca masih terbuka hanya saja peluang itu cukup berat untuk dilakukan dengan melihat kondisi musim kemarau yang minim awan kumulus yang menjadi target penaburan garam semai.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pun, kemarin menyampaikan, bahwa TMC yang merupakan salah satu upaya pengendalian pencemaran udara di Jakarta tengah digodok. Namun, hingga saat ini disebutkan bahwa kendala penerapannya lantaran masalah awan.
"Kami Pemprov DKI terus koordinasi terkait upaya dan sinergisitas antara Pemprov DKI dan kementerian terkait beberapa upaya, hingga semalam pun saya masih menghadiri rapat organisasi dengan Kemenko Marves, semalam membahas khusus mengenai rencana TMC, teknologi modifikasi cuaca," kata Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Asep menjelaskan, dalam pembahasan itu, penerapan TMC di Jakarta dinilai belum bisa diterapkan hingga akhir Agustus ini. Hal itu terbukti dari hasil observasi yang dilakukan.
"Jadi semalam disampaikan bahwa TMC untuk wilayah DKI Jakarta masih sulit dilakukan karena memang ketidaktersediaan awan. Jadi awan itu jadi faktor penentu TMC bisa dilakukan atau tidak, ternyata hasil dari observasi TMC ini belum bisa dilakukan di Jakarta hingga 28, 29 Agustus ini," ungkap Asep.