Teka Teki Indonesia Jadi Anggota BRICS
Bergabung BRICS dianggap pro Cina-Rusia.
Oleh : Esthi Maharani, Redaktur Internasional Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia sering dilaporkan berminat untuk bergabung dengan BRICS. Namun, Indonesia belum secara resmi mengonfirmasi kabar atau laporan tersebut.
Kini, menjelang KTT BRICS, Presiden Joko Widodo bertolak ke Afrika pada Ahad (20/8/2023). Selain ke Kenya, Tanzania, Mozambik, Jokowi akan singgah ke Afrika Selatan untuk menghadiri KTT BRICS, yang diagendakan digelar di Johannesburg pada 22-24 Agustus 2023.
“Indonesia diundang dalam KTT BRICS. Dan tentunya di sela-sela KTT BRICS, akan dilakukan berbagai pertemuan bilateral dengan kepala-kepala negara lainnya,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers menjelang lawatannya ke Afrika di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara.
Meski mengaku akan menghadiri KTT BRICS, Jokowi tidak menyampaikan secara lugas apakah Indonesia akan bergabung dalam keanggotaan BRICS. Keputusan Jokowi memenuhi undangan untuk menghadiri KTT BRICS di Afsel mendapat sorotan dari beberapa media internasional.
South China Morning Post, misalnya, menerbitkan berita berjudul “Indonesia’s Joko Widodo to attend Brics summit in South Africa amid expansion speculation”. Bangkok Post dan Barron’s juga memberitakan lawatan Jokowi dengan judul serupa, yakni “Indonesian President to Attend BRICS Summit in South Africa”.
Bahkan, beberapa hari sebelumnya surat kabar India melaporkan bahwa pada KTT BRICS nanti, ada lima negara yang bakal diterima menjadi anggota baru organisasi tersebut. Kelimanya adalah Argentina, Mesir, Indonesia, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Sejumlah negara diklaim sudah mengungkapkan keinginan untuk bergabung dengan koalisi tersebut. Setidaknya terdapat empat negara yang sudah secara terbuka menyatakan minatnya bergabung dengan BRICS. Mereka adalah Aljazair, Bangladesh, Ethiopia, dan Belarusia.
Menteri Luar Negeri Afsel, Naledi Pandor, mengungkapkan sudah terdapat 23 negara yang secara resmi mengajukan permohonan keanggotaan ke BRICS. Sebanyak delapan negara di antaranya berasal dari dunia Arab. Namun, Pandor tak mengungkap secara eksplisit nama-nama negara yang mendaftar untuk bergabung dengan BRICS.
Ekspansi keanggotaan BRICS bukan perkara sederhana, apalagi di antara negara anggota masih belum satu suara. Cina cukup bersemangat untuk menerima anggota baru, sementara India menginginkan adanya kriteria dan standar tertentu.
Pemerintah Cina menekankan BRICS adalah platform penting untuk kerja sama di antara pasar negara berkembang. Oleh sebab itu BRICS berkomitmen menjunjung tinggi multilateralisme dan memajukan reformasi sistem tata kelola global. Selain itu, Cina menekankan pula peningkatan representasi dan suara pasar negara berkembang.
Pemerintah India memandang tak sembarangan negara bisa bergabung dengan BRICS. Kriteria, standard dan alat ukur tetap diperlukan untuk menentukan negara mana saja yang bisa bergabung dengan aliansi perdagangan tersebut.
Sementara bagi negara yang menunjukkan ketertarikan menjadi anggota BRICS harus sadar risiko yang bisa terjadi di kemudian hari. Hal yang paling menonjol adalah anggapan dengan bergabung BRICS sama artinya dengan memilih kubu atau dianggap pro Cina-Rusia. Ada konsekuensi dan kemungkinan renggangnya hubungan dengan negara-negara Barat.
Indonesia yang selama ini menggaungkan politik bebas aktif perlu menjaga marwah tersebut. Terlebih lagi perang Rusia dan Ukraina masih berlanjut yang mau tak mau, langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi tatanan politik-ekonomi global.
Jangan lupa, BRICS dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif antara negara-negara terkait. Setelah 14 tahun terbentuk, negara-negara BRICS kini dinilai menjadi aktor penting dan signifikan dalam memerangi pertumbuhan ekonomi serta konteks politik global.
BRICS kerap dipandang sebagai “kutub perlawanan” terhadap kelompok ekonomi G7 yang beranggotakan AS, Inggris, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang. BRICS pun punya potensi mengimbangi bahkan melampaui kekuatan dominasi Barat.
Apalagi, menurut data IMF, pada 2022, total gabungan pendapatan domestik bruto (PDB) BRICS telah mencapai 22,5 triliun dolar AS. Jumlah itu melampaui PDB G7 yang mencapai 21,4 triliun dolar AS.