Naskah Khutbah Jumat: Mengisi Kemerdekaan dengan Karya
Menjadi tugas dan giliran kita untuk mengisi kemerdekaan dengan karya dan budaya.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Diyan Faturahman, Kepala Asrama Persada UAD
الْحَمْدُ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ الرِّسالةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأمَّةَ، وَجاهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهادِهِ حَتَّى أَتَاهُ اليَقِينُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِه وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُم بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Memperteguh Islam, mempertebal iman, meningkatkan takwa melalui amal-amal shalih dan keanggunan ihsan, semoga terus dapat kita lakukan hari demi hari. Hingga saatnya nanti ajal datang menjemput, kita telah siap serta menyambutnya dengan dada yang lapang juga jiwa yang tenang.
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka, sila pertama pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan akar atau urat tunggang dari Pancasila itu sendiri. Manakala sila yang pertama ini tercerabut dari akarnya, maka akan hampa dan runtuhlah pokok yang lainnya. Dengan demikian, penting bagi kita khususnya umat Islam yang hidup di bumi pertiwi NKRI ini untuk memperteguh jati diri dan memiliki tauhid yang murni.
Para penjajah datang silih berganti hendak menguasai kekayaan tanah air kita. Pada saat yang sama muncul pula para peberani yang gagah perkasa, mereka memimpin perjuangan, terus begitu dari masa ke masa. Dahulu, saat tiba masa kemerdekaan, tokoh proklamator kita diasingkan dan dibuang ke Bangka.
Para musuh mengira dengan cara itu akan padam nyala api perjuangan rakyat, namun nyatanya tidak, sebab yang menjadi tempat bergantung bukanlah manusia, melainkan hanyalah Allah SwT. Masyarakat semua hanya bergantung kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Perjuangan terus berlanjut, maka atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kemudian dengan didorongkan oleh keinginan luhur, maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Oleh karena itu, kini menjadi tugas dan giliran kita untuk mengisi kemerdekaan dengan karya dan budaya, sehingga terwujud masyarakat utama, adil, makmur sentausa yang diridhai Allah SwT.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pengakuan akan adanya kekuasaan di atas seluruh kekuasaan manusia. Tidak lain dan tidak bukan, sila pertama ini menunjukkan makna tauhid dalam pandangan kita umat Islam. Allah SwT berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ (24) تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25)
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (25).
Merujuk pada QS. Ibrahim: 24-25 di atas, disebutkan dengan istilah kalimatan thayyibatan, yang para ulama menafsirkan dengan kalimat tauhid. Ia digambarkan bagaikan pohon yang baik. Di antara cirinya ialah, akarnya kokoh menghunjam bumi, cabang, ranting dan dahannya lebat menjulang ke langit. Kemudian pohon itu juga berbuah secara teratur atas izin Allah SwT, sehingga banyak memberikan manfaat bagi siapapun.
Tauhid yang kita maksud tentu bukan sekedar meyakini bahwa semesta raya ini ada yang menciptakan dan mengatur, sebab orang kafir (Quraisy) pun mengamini hal itu. Tauhid juga meliputi peribadatan yang hanya ditujukan kepada Allah SwT, Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi tempat bergantung seluruh makhluk, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; tiada apapun atau satupun yang sekufu atau setara dengan-Nya.
Dengan demikian, keberadaan kita di muka bumi ini ialah dalam rangka mengadi kepada-Nya. Wa maa kholaqtul-jinna wal-insa illaa liya’buduun. Bahwasanya tidaklah diciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengabdi melalui tugas sebagai khalifah di muka bumi, yang menjaga, merawat, dan mengelola bumi untuk kemaslahatan umat manusia hingga generasi berikutnya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Ibadah berarti tunduk patuh dan taat, pasrah menyerah lahir dan batin, bersedia meninggalkan larangan serta melaksanakan perintah tanpa tapi. Inilah yang biasa dikenal sebagai Tauhid Uluhiyah. Konsekuensi dari Tauhid ini antara lain berupaya menjadikan seluruh aktifitas harian kita dapat dinilai sebagai ibadah, sehingga rahmat dan ridha-Nya diberikan kepada kita.
Ibadah berakar kata ‘abada – ya’budu, bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Indonesia, kemudian dimaknai sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagian orang menganggap ibadah itu sama dengan shalat. Meski tidak sepenuhnya keliru, namun anggapan tersebut terlalu sempit, karena ibadah dapat mencakup yang khusus maupun yang umum.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah mengemukakan, ibadah dalam pengertian yang lebih komprehensif adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SwT, berupa perkataan atau perbuatan, baik amalan lahir (yang nampak) maupun amalan batin (yang tidak nampak).
Ringkasnya, ibadah yang umum adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah SWT. Adapun yang khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, kaifiyat atau cara-caranya tertentu. Demikian yang disebut di dalam qarar Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam kitab masalah lima.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Maka dari itu, kebaikan apapun yang kita kerjakan hendaknya hanya berharap ridha Allah SwT saja, baik itu shalat maupun ibadah yang lain, juga hidup dan mati hanyalah milik Allah,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs Al-An’am ayat 162).
بَارَكَ الله ُلِى وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ اْلعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِاْلحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمِ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَنَا وَاِيَّكُمْ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ وَاَدَّبَنَا بِالْقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ الَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. َاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ : يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ , يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ . يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ . اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إنَّك قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ نَبِيِّك وَرَسُولِك . رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنيَا حَسَنَة وَفِي ٱلأخِرَةِ حَسَنَة وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ