Sedotan Kertas 100 Persen Ramah Lingkungan? Ini Faktanya Menurut Ahli Lingkungan
Selama sedotan kertas sering dianggap sebagai sedotan yang ramah lingkungan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedotan kertas sering dianggap sebagai alternatif dari sedotan plastik yang lebih ramah lingkungan. Nyatanya, sedotan kertas mengandung zat kimia abadi yang berpotensi membahayakan lingkungan, satwa liar, hingga kesehatan manusia.
Zat kimia abadi merupakan julukan untuk poly and perfluoroalkyl substances (PFAS). PFAS mendapatkan julukan tersebut karena memiliki sifat yang sangat persisten dan bisa bertahan hingga ribuan tahun.
Keberadaan PFAS dalam sedotan kertas diungkapkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti asal Eropa. Melalui studi ini, tim peneliti menganalisis 38 merek sedotan yang terbuat dari lima macam material, yaitu kertas, bambu, kaca, stainless steel, serta plastik.
Hasil analisis menunjukkan, sebagian besar sedotan mengandung PFAS. Ironisnya, keberadaan PFAS paling umum ditemukan pada sedotan "ramah lingkungan" yang terbuat dari kertas dan bambu. Bahkan, 18 dari 20 merek sedotan kertas atau sekitar 90 persen sedotan kertas mengandung PFAS. Satu-satunya jenis sedotan yang bebas dari PFAS adalah sedotan stainless steel.
Dari studi ini, tim peneliti juga berhasil mendeteksi 18 jenis PFAS di dalam berbagai macam sedotan. Jenis PFAS yang paling umum ditemukan adalah perfluorooctanoic acid (PFOA) yang penggunaannya telah dilarang secara global sejak 2020.
Jenis PFAS lain yang terdeteksi dalam studi ini adalah trifluoroacetic acid (TFA) dan trifluoromethanesulfonic acid (TFMS). Keduanya dikenal sebagai jenis PFAS rantai sangat pendek dan sangat larut air. Artinya, kedua zat kimia dari sedotan ini bisa bocor dan masuk ke dalam minuman ketika digunakan.
Kabar baiknya, kadar PFAS yang ditemukan dalam sedotan sangat rendah. Bila sedotan dengan kandungan PFAS hanya digunakan sesekali, maka risiko masalah kesehatan yang ditimbulkan tidak akan begitu signifikan.
Namun, sebagian jenis PFAS bisa terakumulasi di dalam tubuh dan bertambah besar seiring berjalannya waktu. Kondisi ini bisa berpotensi membahayakan kesehatan. Temuan dari studi terbaru ini telah dipublikasikan dalam jurnal Food Additives and Contaminants.
PFAS merupakan zat kimia yang dikenal berpotensi membahayakan kehidupan satwa liar, lingkungan, serta kesehatan manusia. Proses penguraian PFAS berlangsung dengan sangat lambat, hingga ribuan tahun.
Pada manusia, paparan PFAS juga sering dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan. Sebagian di antaranya adalah menurunkan respons imun tubuh terhadap vaksin, berat bayi lahir rendah, penyakit tiroid, peningkatan kadar kolesterol, kerusakan hati, hingga kanker ginjal dan kanker testis.
Menurut ahli lingkungan dari University of Antwerp, dr Thimo Groffen, sedotan yang terbuat dari material berbasis tumbuhan seperti kertas dan bambu kerap dipasarkan sebagai produk ramah lingkungan dan berkelanjutan. Akan tetapi, keberadaan PFAS di dalam produk sedotan kertas dan bambu membuat klaim tersebut menjadi dipertanyakan.
"Keberadaan PFAS di dalam sedotan-sedotan ini menunjukkan bahwa (klaim ramah lingkungan) itu belum tentu benar," kata dr Groffen, seperti dilansir Metro pada Jumat (25/8/2023).
Tim peneliti belum bisa memastikan sumber asal PFAS di dalam beragam sedotan yang mereka analisis. Keberadaan PFAS dalam sedotan-sedotan tersebut bisa ditambahkan oleh produsen secara sengaja untuk memberikan efek antiair. Namun, PFAS juga bisa muncul di dalam sedotan secara tidak sengaja melalui kontaminasi.
Keberadaan PFAS di dalam sedotan "ramah lingkungan" juga membuat sedotan-sedotan tersebut menjadi tidak biodegradable. Berdasarkan temuan dalam studi ini, tim peneliti lebih menganjurkan masyarakat untuk menggunakan sedotan stainless steel.
"Kami tidak mendeteksi PFAS dalam sedotan stainless steel, jadi saya merekomendasikan konsumen untuk menggunakan jenis sedotan ini, atau hindari penggunaan sedotan sepenuhnya," ujar dr Groffen.