Siti Fadilah Supari Bercerita Pendirian RS di Gaza dan Peran Joserizal Jurnalis

Menkes Siti Fadilah memenuhi permintaan Menkes Iran dan Palestina bangun RS di Gaza.

Dok MER-C
Menteri Kesehatan (Menkes) periode 2004-2009 dr Siti Fadilah Supari saat launching buku terbaru MER-C di Jakarta, Ahad (27/8/2023).
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu ketika pada 2008, semua menteri kesehatan (menkes) dari negara Islam, termasuk dr Siti Fadilah Supari berkumpul dalam sebuah pertemuan. Di pertemuan itulah, Menkes Iran dan Palestina meminta bantuan kepada Siti Fadilah Supari yang mewakili pemerintah RI.

Menurut Siti Fadilah, beberapa menkes dari negara Islam itu sudah jatuh hati kepadanya. Hal itu karena keberaniannya melawan kekuatan dahsyat di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Amerika Serikat (AS). Hal itu lantaran ia berani mengusir NAMRU 2, yang merupakan laboratorium penelitian milik Angkatan Laut AS di Jakarta keluar dari Indonesia.

Baca Juga


Keputusannya itu mengundang decak kagum dari negara yang tak suka kepada AS. Dampaknya, beberapa negara Islam pun menyanjungnya dalam sebuah pertemuan itu.

"Saya tidak melawan negaranya, saya melawan ketidakadilannya, saya melawan kejahatannya," kata Siti Fadilah saat talkshow dan launching buku terbaru MER-C berjudul 'Menghimpun Kebesaran Allah; Kisah Perjuangan Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza-Palestina di Jakarta, Ahad (27/8/2023).
 
Mulai saat itu, menurut Siti Fadilah, negara yang penduduknya mayoritas Islam mulai mendekat kepadanya. Bahkan, beberapa menkes dari negara Muslim semakin intensif melakukan pertemuan dengannya.

Dalam pertemuan itu, ada banyak hal yang dibahas. Di antaranya, bagaimana sebuah negara membuat vaksin sendiri, khususnya bagi umat Islam supaya tidak ada lagi kandungan zat haram di dalamnya. Tentu saja, fokus pembicaraan akhirnya terkait pembuatan vaksin meningitis dan lain sebagainya.

"Anehnya dari negara-negara Islam tersebut yang tidak sejalan dengan kami ada dua, yakni Malaysia dan Arab Saudi, tapi negara lain sangat percaya ke saya karena perlawanan saya ke WHO," ujar Siti Fadilah. Dia tidak tahu mengapa dua negara itu seolah menjaga jarak dengannya.

Dalam seuah kesempatan, Siti Fadilah didatangi Menkes Iran yang datang dengan menggandeng Menkes Palestina yang berasal dari Hamas. Menkes Iran tersebut sangat proaktif melobinya.

"Ibu, ini menteri kesehatan Palestina, dia tidak bisa cerita, saya yang cerita, setiap hari Gaza dibombardir (oleh Israel), tidak ada obat, tidak ada rumah sakit yang merawat mereka, mereka kalau ditembaki ya sudah, sembunyi atau mati," ujar Siti Fadilah menirukan perkataan Menkes Iran kepadanya belasan tahun silam.

Siti Fadilah mengatakan, dirinya segera berlinang air mata mendengar kisah penderitaan warga Gaza, Palestina. Kepada Siti Fadilah, Menkes Iran mengajak pemerintah RI untuk membantu rakyat Palestina secara konkret. Menkes Iran itu berani menjamin, jika RI berusaha pasti bisa mewujudkannya.

Menurut Siti Fadilah, Menkes Iran kesulitan membantu rakyat Palestina karena negaranya sedang diembargo AS dan sekutunya. Siti Fadilah pun spontan menawarkan bantuan obat-obatan, tapi Menkes Iran itu menganggap hal itu bisa dipenuhi negaranya.

Kemudian Menkes Iran dan Palestina menyampaikan bahwa mereka memiliki lahan kosong di Gaza. Keduanya pun secara terus terang meminta bantuan RI untuk mendirikan sebuah rumah sakit (RS) di Gaza. Nantinya, RS itu dinamakan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza.

"Ya Allah bagaimana saya mendirikan (rumah sakit), kalau tanahnya diberi, siapa yang membangun. Tapi waktu itu kebayang wajahnya Joserizal Jurnalis (pendiri Medical Emergency Rescue Committee/MER-C). Tapi, (terus) saya mikir uangnya dari mana?" ujar Siti Fadilah.

Tidak mau mengecewakan dua koleganya, Siti Fadilah mengatakan kepada Menkes Iran dan Palestina akan memikirkan terlebih dahulu hal itu. Dia berjanji untuk mengurus gagasan mendirikan RS di Gaza.

Sebelum pertemuan berakhir, kata dia, Menkes Iran menekankan lagi, sebaiknya pendirian RS di Gaza harus dilakukan secara G to G (goverment to goverment) Siti Fadilah pun berpikir, ia bakal menyerahkan hubungan pemerintah Indonesia kepada MER-C dalam upaya membangun RS di Gaza.

Pada akhir 2008 yang tadinya sudah tidak pemboman yang dilakukan militer Zionis Israel, Siti Fadilah tiba-tiba dikejutkan siaran televisi yang menyiarkan berita serangan bom di Jalur Gaza. Melihat hal itu, Siti Fadilah menelepon jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan MER-C.

Siti Fadilah bergerak cepat dengan menugaskan pejabat Kemenkes maupun MER-C untuk bergerak ke Gaza membawa obat-obatan. Langkah sigap itu bisa terjadi karena waktu itu, Kemenkes selalu punya stok obat-obatan untuk menanggulangi dampak bencana yang serang terjadi di Indonesia.

"Pada waktu itulah pertama kali kami membawa obat-obatan dari Departemen Kesehatan (sekarang Kemenkes) dan resmi sebagai utusan pemerintah Indonesia," jelas Siti Fadilah.

RI perjuangkan Palestina di WHO...

Siti Fadilah mengaku, ketika ia menghadiri sebuah forum di WHO, Kemenkes memperjuangkan agar Organisasi Kesehatan Dunia di bawah PBB itu untuk juga memikirkan nasib rakyat Palestina. Dia menegaskan, kondisi rakyat Palestina sangat memprihatinkan, tetapi selama ini, tidak pernah ada bantuan dari WHO.

Akhirnya WHO mengerti permintaan Siti Fadilah, walaupun Israel, AS, beserta sekutunya tidak menyetujui argumen yang disampaikannya di dalam forum tersebut. Namun, beberapa temannya yang sudah sangat percaya dan kenal rekam jejaknya, banyak memberi dukungan.

"Saya kira-kira ada sekitar 80-an (negara) yang mendukung saya untuk membantu Palestina, akhirnya WHO ke PBB, dan PBB mengadakan satu aturan boleh membantu Palestina tapi harus atas nama PBB, lah saya tidak mau," ujar Siti Fadilah.

Dia menyampaikan, sebetulnya perlu sekali elite dan pejabat yang merupakan Muslim ikut tergerak memperjuangkan kepentingan warga Palestina. Hal itu karena kedudukan itulah yang sangat powerful untuk mengatur segalanya demi bisa membantu rakyat Palestina.

Singkat cerita, berangkatlah rombongan pejabat Kemenkes bersama MER-C dan didampingi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Mereka membawa obat-obatan resmi dari Indonesia untuk membantu Palestina di Gaza.

Mereka akan masuk ke Jalur Gaza lewat jalur biasa, tapi tidak bisa masuk. Maka mereka harus mengelilingi lewat Sinai di Mesir. Itu pun masih sulit masuk. Berkat lobi keras yang dilakukannya, otoritas Mesir akhirnya bisa mengizinkan delegasi resmi RI membawa bantuan ke Jalur Gaza.

"Saya telepon-teleponan dengan menteri kesehatan Palestina dan Mesir dan akhirnya rombongan itu mendapat jalan, itu berlangsung dari tanggal satu sampai tanggal 10," kata Siti Fadilah.

Selanjutnya, tanah di Gaza yang akan dibangun Rumah Sakit Indonesia (RSI) diserahkan oleh Perdana Menteri Palestina kepada delegasi RI atas nama MER-C. Siti Fadilah mengaku merinding mendapat amanah besar dari pemerintah Palestina itu.

"Bagaimana skenario yang serumit itu bisa terjadi dan dimulai ketika saya ditunjuk menjadi menteri kesehatan, ini rahasia Allah, kalau Allah sudah berkehendak skenario seperti apapun juga akan bisa terjadi," ujar Siti Fadilah mengenang perjuangan awal mendirikan RSI di Gaza.

Kemudian, kata dia, Joserizal Jurnalis yang harusnya praktik sebagai dokter, memilih berkeliling Indonesia mencari dana untuk pembangunan RSI di Gaza, Palestina. Kerja keras Joserizal akhirnya berbuah manis. Dana dari masyarakat Indonesia akhirnya terkumpul dan RSI di Gaza akhirnya bisa berdiri.

Menurut Siti Fadilah, keberhasilan RI membangun RSI di Gaza membuat negara ini semakin terkenal di kancah Internasional. Dia pun merasa bangga dengan kiprah Joserizal dan MER-C serta semua pihak yang terlibat dalam pendirian RSI di Gaza.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler