Sosok Ahli Waris dan Pemilik Tanah Kaya Raya yang Segel Tiga SDN di Bantargebang
Ahli waris minta Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono mematuhi putusan pengadilan.
REPUBLIKA.CO.ID -- Semangat mengikuti pelajaran olahraga siswa-siswi kelas IIA SDN Bantargebang V, Kota Bekasi, menimbulkan suara gemuruh di lingkungan sekolah. Suara keceriaan pelajar mengikuti pelajaran, mengalahkan suara mesin pemotongan baja dan kendaraan yang melintas di depan sekolah yang berada di Jalan Villa Nusa Indah Nomor 54, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
Pada Senin (28/8/2023), lingkungan sekolah sepi dari gemuruh dan jeritan peserta didik. Hal itu karena bangun sekolah ini telah diberi pagar seng oleh ahli waris yang mengeklaim pemilik lahan berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama dan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
"Dipasangnya (seng) hari Ahad," kata petugas kebersihan sekolah yang mengaku namanya Suryadi kepada Republika.co.id saat ditemui di depan bangunan sekolah, Rabu (30/8/2023).
Suryadi menuturkan, pemasangan seng di tengah-tengah halaman utama SD Bantargebang V Kota Bekasi ini dilakukan saat libur sekolah. Hal itu agar tidak mengganggu aktivitas belajar para siswa. Karena pada Sabtu (29/8/2023), penghalang ini belum ada terpasang di sekolah. "Sabtunya masih ada kegiatan sekolah belum ada seng ini," ujarnya.
Mengetahui sekolah sudah dipagari seng, Suryadi melapor kepada kepala sekolah. Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti dengan membuat surat edaran kepada seluruh siswa-siswi agar mereka yang biasanya mengikuti pembelajaran tatap muka di kelas diganti sementara dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Selain dipagari seng di halama utama sekolah, dinding sekolah itu juga dipasang spanduk warna kuning dengan tulisan warna hitam kapital dengan kalimat pemberitahuan, "TANAH INI MILIK AHLI WARIS H.M NURHASANURDDIN KARIM". Di bawah tulisan tersebut juga ditulis keterangan putusan semua tingkat pengadilan.
Mulai dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan kasasi di MA, serta peninjauan kembali (PK) di MA yang ahli waris tulis lengkap dengan nomor perkaranya. Selain spanduk, ahli waris juga memasang poster bertuliskan "PERMOHONAN PK WALI KOTA DITOLAK BAYAR HAK AHLI WARIS" serta macam-macam pesan yang menuntut Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono mematuhi putusan pengadilan.
Pantauan Republika.co.id, akses masuk ke halaman utama sekolah sekarang terhalang oleh material seng dengan tinggi dua meter dan panjang 10 meter. Ahli waris sebagai pihak yang memasang pagar seng, hanya menyisakan akses pintu masuk sepanjang setengah meter cukup untuk satu orang bisa keluar masuk.
Yoyoh guru kelas enam SDN Bantargebang V tidak mau berkomentar terkait kronologi sengketa lahan sampai terjadi pemasangan akses masuk ke sekolah. Ahli waris melakukan tindakan itu karena tidak ingin lagi tanahnya digunakan untuk sekolah.
Yoyoh mengaku, tak berwenang menyampaikan apa pun terkait persoalan itu. "Maaf ya Pak. Saya tidak berhak bicara," katanya.
Dia menjelaskan, hanya kepala sekolah yang berhak berbicara ke media tentang masalah tersebut. Sayangnya, kepala sekolah dan guru senior yang disambangi Republika.co.id tidak sedang berada di tempat. Mereka sedang ada kegiatan pertemuan dengan Wali Kota Tri Adhianto Tjahyono di Pemerintah Kota Bekasi. "Sedang ada kegiatan di Wali Kota," katanya.
Selain Yoyo ada guru lain yang tak mau disebut namanya. Guru laki-laki yang wanti-wanti tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, selain menyegel SD V Bantargebang, ahli waris juga menutup akses SD III dan IV Bantargebang. Semua SD III, IV dan V merupakan pemilik tanah yang sama yakni milik Nurhasanuddin Karim.
Namun, dia sedikit berpendapat terkait sengketa tanah ini. Menurut dia, jika ahli waris merasa memiliki hak tanah tersebut, mengapa tidak dari awal mengakuinya. Pertanyaan kenapa baru sekarang?" katanya.
Kepada Republika.co.id guru yang tak mau disebutkan namanya itu juga menyampaikan siapa sosok H.M Nurhasanuddin Karim yang namanya ditulis di spanduk itu. Nurhasanuddin merupakan orang kaya di Kota Bekasi yang memiliki tanah di mana-mana.
Maklum, ketika Nurshasanuddin masih hidup pernah menjabat sebagai lurah. Ketika Nurhasanuddin menjabat lurah Kota Bekasi masih waliyah administrasi Kabupaten Bekasi yang lurahnya dipilih secara langsung bukan penunjukan seperti sekarang ini.
Jadi, kata dia, sangat wajar jika Nurhasanuddin memiliki banyak tanah di mana-mana. "Informasinya mantan lurah. Tahu sendiri dulu tanah banyak yang tak bertuan," katanya.
Berbekal informasi dari Suryadi, Republika.co.id menyambangi rumah Nurhasanuddin. Lokasinya tidak jauh dari sekolah, tapi kediamannya terlihat sepi. Rumah milih Nurhasanuddin terlihat sederhana, tapi memiliki halaman luas.
Posisi rumah ini berada di tengah-tengah samping kanannya terintegrasi dengan mushola dan samping kirinya ada satu unit rumah dengan tipe sederhana dicatat warna hitam. Terlihat dari luar, rumah ini sedang tidak ada pemiliknya.
Namun, setelah Republika.co.id menekan tombol bel yang terpasang di pagar, baru keluar sosok wanita yang sudah tak muda. Berdirinya sudah tak sempurna alias membungkuk. Hanya saja, nada bicaranya masih jelas dan pendengarannya masih normal.
Setelah menghampiri Republika.co.id yang berdiri di depan pagar sosok wanita yang mengaku bernama Hj Fatimah itu bertanya kepada sang tamu. Dia menyampaikan, jika bertanya masalah tanah, Fatimah tak ingin menceritakannya.
Semua itu sudah diurus sama-sama anak-anaknya. "Tapi, anak-anak sedang tak di rumah. Saya juga sedang ada urusan penting di rumah," kata Fatimah. Hj Fatimah pun pamit minta maaf dan menutup kembali rumahnya. "Maaf ya," katanya.
Kaya sejak nenek moyang...
Selesai bertemu Fatimah, Republika.co.id bertemu dengan tetangganya mengaku bernama wati. Wati bilang gugatan ahli terhadap sekolah di wilayah Bantargebang sudah diketahui masyarakat setempat. "Saya tahu karena masuk televisi," katanya.
Wati mengatakan, Nurhasanuddin memang keluarga kaya raya yang memiliki tanah di mana-mana. "Sejak nenek moyangnya memang kaya raya," katanya.
Apalagi, kata dia, Nurhasanuddin Karim merupakan pejabat lurah terlama di Bantargebang. Nurhasanuddin memiliki banyak anak-anak yang sudah disekolahkan dengan titel tinggi.
Yang Wati ketahui, di antara anak-anaknya Nurhasanuddin Karim, adalah Gedul, Ayom, Idrus, Nurzanah, Nurhasanah, Ueis, dan Ati. Nama itu dia ketahui dengan nama panggilan. "Banyak anak-anaknya. Yang saya tahu itu nama panggilannya. Nama aslinya saya tidak tahu," katanya.