Indonesia Masuk Fase Endemi Covid-19, Dokter Paru Ingatkan Jangan Sampai Jadi Epidemi

Covid-19 di Indonesia bisa menjadi epidemi apabila tidak disiplin protokol kesehatan.

www.freepik.com.
Ahli memperingatkan Covid-19 di Indonesia jangan sampai menjadi epidemi.
Rep: Santi Sopia Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah memasuki fase endemi Covid-19, setelah menghadapi pandemi dalam dua tahun terakhir. Endemi mengartikan bahwa virus tetap ada, kendati tingkat penularannya sudah lebih terkendali dan jumlahnya lebih kecil.

Baca Juga


Meski demikian, ahli memperingatkan jangan sampai ini menjadi epidemi, jika tidak dibarengi dengan disiplin protokol kesehatan. Epidemi merujuk pada kondisi penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah luas dan menimbulkan banyak korban.

Spesialis Paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Erlina Burhan, MSc, SpP(K), mengatakan, ancaman virus Covid-19 masih ada, tapi sangat rendah karena terkontrol. Menurut Erlina, penanganan Covid di Indonesia terbilang cukup sukses dan belum urgen memproduksi vaksin baru.

“Sekarang belum terlalu urgen untuk vaksin baru asalkan kita mampu terus mengendalikan endemi, jangan sampai epidemi atau pandemi berikutnya, cukup kita kendalikan,” kata Dr Erlina dalam pertemuan virtual bersama Pfizer, Rabu (30/8/2023).

Saat ini masih ada tambahan kasus per hari sekitar 40 dengan tiga dari 100 yang terkonfirmasi, masih memerlukan rawat inap. Ada anggapan bahwa di era Omicron saat ini biasanya hanya muncul gejala ringan, tetapi faktanya beberapa kelompok tetap harus dirawat inap.

Untuk angka kematian menurun drastis dan angka kesembuhan juga cukup tinggi. Angka-angka inilah yang menjadi dasar pemerintah menetapkan Indonesia masuk fase endemi sejak Juni lalu.

Dr Erlina menjelaskan, memang kondisi di Indonesia terkontrol, tetapi penyakitnya tidak habis sama sekali. Dia mencontohkan endemi seperti tuberculosis, influenza, di mana semua penyakit itu tetap ada, apalagi di tengah polusi udara saat ini, bisa meningkat. 

“Saya ingin mengatakan walaupun terkontrol, kasusnya sedikit, masih ada yang dirawat, tapi mari tetap laksanakan protokol kesehatan, bagi yang belum booster lengkap, lakukan itu supaya lebih terjaga terutama bagi kelompok rentan,” kata Dr Erlina.

Masyarakat dianjurkan menerapkan pola 3S yaitu Sadari, Siaga dan Solusi di masa endemi Covid-19. Saat ini, menurut Dr Erlina, jenis antivirus yang ada di Indonesia sudah cukup lengkap untuk dikonsultasikan dengan dokter.

“Pertama PCR jadi gak menduga apakah itu demam, batuk, pilek, kalau ada gejala pastikan PCR dan lakukan pengobatan, tetap terhubung dengan dokter, jangan tunggu masalah lebih serius, jangan lupa orang obesitas juga rentan,” kata dia menambahkan. 

Sementara itu, terkait uji praklinis vaksin baru, kata dia, tidak dilarang bahkan mendorong hal tersebut. Akan tetapi untuk sampai pada tahap kuantitas besar, akan cukup sulit. 

Meski demikian, jika dilakukan riset ke depannya untuk jenis virus ini tidak menjadi masalah. Virus Covid-19 terus bermutasi dan terjadi ketika ada penularan atau transmisi secara terus menerus. 

Sekarang transmisi yang terjadi sudah sedikit sehingga jika terjadi mutasi, maka sebagian besar virus memiliki tingkat virulensi yang rendah. Dr Erlina juga menambahkan bahwa di Amerika, sudah disuntikkan vaksin bivalen, tetapi di Indonesia tergantung biayanya. Sebab memproduksi vaksin itu harus melewati uji bertingkat-bertingkat dan membutuhkan biaya yang tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler