Rektor UIN Syarif Hidayatullah tak Ingin Kampus Jadi Tempat Kampanye
Rektor UIN Syarif Hidayatullah minta literasi politik dan kampanye politik dibedakan.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Saepudin Jahar menyatakan sangat menentang apabila kampus dijadikan sebagai tempat kampanye. Namun bila sekadar menjadi tempat untuk literasi politik, dia tidak mempermasalahkan.
"Poinnya, kita perlu bedakan antara literasi politik dengan kampanye, kalau kampanye berartikan mempromosikan dirinya, mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang diagendakan oleh partai atau tokoh tertentu. Nah kalau dalam konteks ini saya tidak setuju, yang boleh dilakukan di kampus hanyalah literasi politik," kata Prof Asep dalam sambungan telepon, Rabu (30/8/2023).
Literasi politik dalam dunia kampus artinya para mahasiswa atau civitas akademika diajak hanya untuk mendampingi atau mengikuti dalam proses politik itu sendiri, tetapi bukan menjadi bagian dari salah satunya. Misalnya ikut mendampingi di KPPS, memberikan literasi kepada masyarakat, memperkenalkan terkait alat peraga pencoblosan, mengenalkan para tokoh kepada masyarakat tetapi tanpa berpihak kepada salah satu dan juga tidak menjelekkan yang lain. "Nah kalau ini boleh," ujar Prof Asep.
Apabila kampus dijadikan sebagai tempat kampanye, lanjut Asep, akan memberikan dampak tidak sehat bagi dunia kampus. Misalnya terjadi perpecahan, pengelompokkan satu dengan yang lain karena perbedaan pilihan partai atau tokoh politik.
"Kalau kampus dijadikan tempat kampanye, itu nanti bisa jadi terkotak-kotak, sehingga di dalam kampus sendiri terjadi friksi antara yang pro terhadap satu partai tertentu atau tokoh tertentu," ujar Prof Asep.
"Jadi yang mungkin boleh masuk kampus adalah literasi terkait dengan pemilu dan itu tidak perlu dilakukan oleh anggota atau mereka yang berkampanye tetapi oleh Bawaslu, KPU, karena kampus mestinya nanti menjadi pendamping di KPPS, literasi untuk masyarakat," tambahnya.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan tidak boleh ada atribut apapun yang berkaitan dengan kampanye di lingkungan instansi pendidikan, termasuk pendidikan berbasis agama yang berada di bawah bimbingan Kementerian Agama (Kemenag).
Yaqut telah mengamanahi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) untuk memberikan arahan kepada lembaga pendidikan yang dinaungi oleh Ditjen tersebut.
“Kita sudah minta supaya dikaji untuk kita buat aturannya, do's and don'ts-nya itu, jadi mana yang boleh dan nggak-nya kita buat," kata Yaqut.