Motif Dosen UIN Dibunuh karena Berkata Kasar Diragukan, Dekan Melihat Korban Sosok Lembut
Korban Dosen UIN dinilai memiliki sikap yang lembut.
REPUBLIKA.CO.ID, SUKOHARJO -- Pengakuan motif tersangka D (23) membunuh Dosen UIN Raden Mas Said karena sakit hati atas kata-kata kasar korban kepadanya diragukan sejumlah pihak. Salah satu yang meragukan itu adalah Dekan FEBI UIN Raden Mas Said Solo Rahmawan Arifin yang akrab dipanggil Ivan.
Ia mengatakan korban memiliki sikap yang lembut sehingga tak mungkin berkata kasar. "Iya (kami mempertanyakan motif pelaku). Kalau motifnya itu, kami meragukan sekali. Kami sudah berinteraksi dengan almarhumah ini memasuki tahun ketiga, interaksi kami tidak hanya di bidang akademik saja, kami sama-sama di kepanitiaan, lembur bareng di konferensi internasional," kata Ivan ketika dihubungi, Selasa (29/8/2023).
Seperti diketahui, keluarga korban keberatan atas pernyataan tersangka yang mengatakan korban berkata kasar kepada tersangka.
Selain itu, pihaknya juga mengatakan soal permintaan keluarga terkait perwakilan untuk mengurus kasus tersebut baru akan dibahas. Pihak universitas juga mengaku telah siap menggandeng lembaga bantuan hukum.
"Insya Allah hari ini kami baru mau bahas dengan pak Rektor, kira-kira apa nanti bantuannya. Tapi yang jelas dari Fakultas Syariah sudah siap dengan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum. Kemarin sudah datang ke Polres, tapi pihak Polres meminta surat kuasa. Insya Allah, hari ini kita mintakan surat kuasa," katanya.
Sementara itu, menanggapi hal tersebut Kasat Reskrim Polres Sukoharjo, AKP Teguh Prasetyo, mengatakan bahwa motif tersebut adalah keterangan dasar dari pelaku. Nantinya hal tersebut akan diperjelas lagi selama proses persidangan berlangsung.
"Itu kan keterangan mendasar dari tersangka, motif kan lebih terbuka dan terbukti saat di persidangan," katanya.
Kendati demikian, apabila terbukti tersangka memberikan keterangan yang dibuat tak sesuai dengan fakta. Meskipun faktanya pelaku memang telah menghilangkan nyawa dan mengambil barang milik korban.
"Nanti kan bisa jadi pemberat hukuman, kalau keterangannya tidak benar atau dibuat-buat tidak sesuai fakta," katanya mengakhiri.