Jelang Sidang Kasus Suap, Yana Mulyana Masih Ditahan di Rutan Kebonwaru Bandung
Yana Mulyana dijadwalkan menjalani sidang perdana sebagai terdakwa pekan ini.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Yana Mulyana, wali kota Bandung nonaktif, dijadwalkan menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus suap pengadaan CCTV dan Internet Service Provider (ISP) Kota Bandung tahun anggaran 2022-2023 pada pekan ini. Untuk sementara, Yana masih ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kebonwaru, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Jawa Barat.
Yana sebelumnya ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sudah sekitar dua pekan Yana dititipkan di Rutan Kebonwaru.
Selain Yana, tersangka lainnya, Dadang Darmawan dan Khairur Rijal, juga ditahan sementara di Rutan Kebonwaru. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Dadang merupakan kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, sedangkan Khairur merupakan sekretaris Dishub Kota Bandung.
Kepala Rutan Kelas I Kebonwaru Bandung, Suparman, ketiga orang tersebut ditempatkan di blok yang sama, bercampur dengan tahanan lainnya. Namun, ketiganya tidak berada dalam satu ruang tahanan. “Enggak (satu ruang tahanan), dipisahkan,” kata Suparman.
Yana rencananya menjalani sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 6 September mendatang. Berdasarkan data pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), sidang Yana Mulyana bernomor perkara 88/Pid.Sus-TPK/2023/Pn Bdg.
Berkas perkara didaftarkan ke PN Bandung pada 31 Agustus lalu. “Sudah kita limpahkan (berkas perkara) Pak Yana, Rijal, dan Dadang,” kata Jaksa KPK Tito Jaelani, saat ditemui di PN Bandung, Kamis (31/8/2023).
Tito mengatakan, pihaknya tinggal menunggu penetapan jadwal sidang ketiga tersangka dan majelis hakim yang akan menyidangkan perkaranya.
Yana Mulyana bersama sejumlah orang lainnya diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (14/4/2023). KPK kemudian menetapkan enam tersangka terkait kasus korupsi atau suap pengadaan CCTV dan ISP Kota Bandung tahun anggaran 2022-2023.
Selain Yana, Dadang Darmawan, dan Khairur Rijal, tersangka lainnya adalah Direktur PT SMA, Benny, Manajer PT SMA, Andreas Guntoro, serta CEO PT CIFO Sony Setiadi.
Keterangan di pengadilan
Saat menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Sony Setiadi dan Andreas Guntoro di PN Bandung, Senin (7/8/2023), Yana sempat menjelaskan soal duit yang diterimanya sebelum kejadian OTT KPK dan terkait pembelian sepatu Louis Vuitton (LV) di Thailand.
Sebelum terjadi OTT yang dilakukan KPK, Yana Mulyana mengaku didatangi oleh Dadang Darmawan di rumah dinas yang ditempatinya di Jalan Nyland, Kota Bandung. Menurut dia, kedatangan kepala Dishub itu di luar jadwal resmi.
“Jadi, hari Jumat dari pagi banyak kegiatan resmi, setengah enam pulang dari Ujungberung. Di rumah dinas wakil, ada Pak Dadang. Biasanya enggak lazim orang ketemu di luar jadwal,” kata Yana di hadapan majelis hakim.
Saat itu, Yana mengajak Dadang ke dalam rumah. Di dalam rumah, Dadang menjelaskan soal kedatangannya untuk memberitahukan program mudik gratis. Setelah itu, Yana mengaku disodori amplop, yang isinya uang Rp 50 juta.
“Hawatos seueur nu nyungkeun THR ka Pak Wali (khawatir banyak yang minta THR ke Pak Wali),” kata Yana, menirukan ucapan Dadang.
Setelah disodori amplop, Yana menjawabnya untuk disimpan saja di meja ruang tamu. Setelah itu, Yana sempat mengajak Dadang untuk buka bersama. Namun, Dadang disebut memilih pergi karena hendak berbuka puasa di kantor.
Ihwal pembelian sepatu LV, Yana mengaku membelinya saat perjalanan rombongan di Thailand. Ia mengaku saat itu kakinya bengkak, sehingga terpikir untuk membeli sepatu baru. “Saya mampir ke toko LV. Tanya, ngobrol-ngobrol ukuran. Saya nunggu sepatu. Setelah sepatu ada, sudah ada yang bayar. Saya bilang ganti nanti ke Khairur Rijal,” kata dia.
Harga sepatu LV itu disebut sekitar Rp 17 juta. Uang pembeliannya dari Khairur Rijal. Yana mengaku hendak mengganti uang pembelian sepatu itu.
Kemudian, pada Desember 2022, Yana mengaku didatangi oleh Khairur Rijal dan Sony Setiadi di Pendopo Bandung. Sony disebut ingin berkenalan. Selesai pertemuan, menurut Yana, Sony menyerahkan amplop.
Yana mengaku awalnya menduga amplop itu berisi brosur. Namun, kemudian diketahui isinya uang. Yana mengaku saat itu tidak mengingat jumlah uang dalam amplop tersebut.
“Beliau (Sony) pamit pulang, mengeluarkan amplop. Waktu itu saya pikir brosur karena bilang perkenalan. Waktu itu uang saya tidak ingat jumlahnya. Saya simpan di laci meja ruang tamu di (rumah dinas) Nyland,” kata Yana.
Karena ada banyak aspirasi yang masuk, Yana mengaku merencanakan menggunakan uang itu kebutuhan sosial masyarakat. Setelah pertemuan itu, Yana mengaku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Sony Setiadi. Yana pun membantah memberikan arahan kepada Dishub untuk memenangkan PT Cifo, perusahaan tempat Sony Setiadi, dalam proyek di dinas tersebut.