Warga Palestina yang Ditahan tanpa Diadili Meningkat dalam 30 Tahun Terakhir
Warga Palestina ditahan tanpa dakwaan atau tidak diadili untuk jangka waktu tertentu.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Jumlah warga Palestina yang ditahan di bawah tahanan administratif Israel meningkat selama 30 tahun terakhir. Warga Palestina ditahan tanpa dakwaan atau tidak diadili untuk jangka waktu tertentu. Bahkan penahanan mereka dapat diperpanjang tanpa batas waktu.
Peningkatan jumlah warga Palestina yang ditahan dalam penahanan administratif ini terungkap dalam data baru yang diperoleh kelompok hak asasi manusia Israel, Hamoked, dari layanan penjara negara pendudukan. Jumlah tahanan administratif mencapai 1.264 orang. Jumlah tersebut melampaui rekor 1.108 orang yang ditahan pada Maret 2003 selama Intifada Kedua. Namun jumlah warga Palestina terbanyak yang ditahan oleh Israel berlangsung saat Intifada Pertama pada akhir tahun 1980an hingga awal 1990an. Ketika itu jumlah warga Palestina yang ditahan mencapai 8.000 hingga 10.000 orang.
"Ini adalah penahanan massal dan sewenang-wenang. Israel menahan lebih dari 1.200 warga Palestina tanpa dakwaan atau pengadilan, beberapa di antaranya bertahun-tahun, tanpa peninjauan kembali yang efektif," ujar Direktur eksekutif Hamoked, Jessica Montell, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (4/9/2023).
Hingga bulan ini, Israel menahan 5.088 narapidana “keamanan”. Dari jumlah tersebut, 2.364 orang telah diadili dan dijatuhi hukuman; 1.460 orang ditahan; dan 1.264 orang merupakan tahanan administratif yang ditahan tanpa diadili.
Menurut Hamoked, sebagian besar narapidana keamanan adalah warga Palestina dari wilayah pendudukan. Menahan tahanan dari wilayah pendudukan di dalam wilayah Israel merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Konvensi Jenewa Keempat, yang melarang pemindahan tahanan dan tahanan ke luar wilayah pendudukan.
Amnesty International mengkritik penggunaan penahanan administratif oleh Israel sebagai tindakan yang melanggar hukum dan kejam. Kelompok hak asasi manusia menggambarkan hal ini sebagai pelanggaran proses hukum yang melemahkan standar peradilan internasional yang adil.
“Peningkatan penggunaan penahanan administratif oleh Israel menunjukkan bahwa mereka menggunakan penahanan tanpa tuduhan atau pengadilan sebagai upaya pertama, bukan upaya terakhir,” kata Philip Luther dari Amnesty International.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia juga telah menyatakan keprihatinannya atas penahanan administratif oleh Israel. Komisaris HAM meminta Israel untuk sepenuhnya menghormati hukum hak asasi manusia internasional.
Israel mengatakan, penahanan administratif diperlukan karena alasan keamanan. Kelompok hak asasi manusia secara global berpendapat bahwa mereka tidak memberikan hak kepada tahanan untuk menjalani proses hukum. Sebagian besar tahanan ditahan tanpa batas waktu berdasarkan bukti “rahasia” dan tanpa mengetahui dugaan kejahatan mereka.
"Israel telah mengeluarkan lebih dari 2.200 perintah penahanan administratif terhadap tahanan Palestina sepanjang tahun ini," kata Klub Tahanan Palestina.