Pemerintah: Penghapusan Pertalite Bukan Perkara Mudah
Pemerintah menegaskan belum ada rencana mengganti Pertalite.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempersilakan PT Pertamina (Persero) untuk mengkaji secara mendalam ihwal rencana penghapusan Pertalite RON 90 dan menggantinya dengan bahan bakar Pertamax Green RON 92 mulai 2024.
Meski demikian, pemerintah menegaskan belum ada rencana yang konkret sejauh ini untuk mengganti bahan bakar bersubsidi itu dengan bensin yang lebih ramah lingkungan.
“Ya, kalau Pertamina membahas, silakan membahas. Tapi pemerintah belum. Jadi industri dulu silakan membahas,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji disela gelaran Indonesia Sustainibility Forum di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Lebih lanjut, Tutuka menekankan, kebijakan untuk mengganti BBM Pertalite dengan Pertamax Green dengan emisi lebih rendah bukan perkara sederhana.
Ia menekankan, dasar pertimbangan tentunya bukan sebatas soal masalah polusi. Namun, ada pertimbangan ekonomi dan sosial masyarakat yang harus dibahas bersama lintas kementerian karena keberadaan bahan bakar minyak yang sangat strategis.
“Ada atau tidak (Pertalite 2024), itu masalahnya tidak sederhana. Kita ganti, masalah polusi (teratasi) tidak demikian,” kata Tutuka.
Pertamina, Sebut Tutuka, pada akhir 2024 atau awal 2025 juga tengah mengejar target standar bahan bakar minyak setara EURO V melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan. Bila proyek itu telah rampung, produk BBM Pertamina tentunya akan lebih ramah lingkungan.
“Jadi Pertamina memperbaiki (kilang) supaya tidak polusi seperti sekarang,” kata Tutuka.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengungkapkan rencana Pertamina untuk mengganti BBM Pertalite RON 90 menjadi Pertamax Green 92. Produk ini akan dibuat dengan pencampuran antara Pertalite dengan tujuh persen etanol.
Dari campuran itu, diperoleh bahan bakar oktan 92 tetap dengan keunggulan bahan bakar nabati terbarukan. Pertamax Green 92, berdasarkan rencana pertamina diharapkan menjadi gasoline bersubsidi selanjutnya menggantikan Pertalite.
Bukan tanpa sebab. Nicke menjelaskan, tujuan utama dari migrasi itu yakni untuk mengurangi emisi kendaraan sebagai sumber polusi udara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata dia, juga telah menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia minimal 91.
“Kami mengusulkan ini karena lebih baik, kalau misalnya dengan harga yang sama, tetapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik dengan oktan number lebih baik sehingga untuk mesin juga lebih baik sekaligus emisinya, why not?” ujarnya.
Hanya saja, usulan tetap usulan. Nicke mengatakan seluruh keputusan ada di tangan pemerintah.