OJK: Sektor Pembiayaan UMKM Jadi Tantangan Industri Fintech Lending
Tantangan besar industri fintech lending adalah mempertahankan NPL yang sehat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sektor pembiayaan UMKM menjadi tantangan bagi industri fintech lending.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengatakan, para startup digital menjadi salah satu industri yang perlu pengenalan pembiayaan produktif dari fintech lending.
“Ini usia-usia yang finansial power-nya masih belum mapan, tapi memiliki semangat yang besar dan harus pandai dalam mengedukasi mereka. Terakhir kita harus punya roadmap agar kita tahu apa yang akan kita lakukan lima tahun ke depan,” kata Edi melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Tantangan lain yang juga harus dihadapi, kata Edi, perihal edukasi. Menurutnya, mayoritas nasabah P2P memiliki rentang usia 25 sampai 30 tahun.
Saat ini pengawasan terhadap industri fintech lending memasuki babak baru pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan ketua umum AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) periode 2020-2023. Dia menyoroti penguatan tata kelola industri dan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat fintech lending tujuan produktif. AFPI juga harus bisa memberikan manfaat kepada para anggotanya.
"Kemampuan itu diperlukan, agar pelaku usaha mampu menghadapi tantangan industri fintech lending kedepannya. Karena, menurutnya, tantangan kedepan bukan hanya soal bagaimana menyalurkan pembiayaan tetapi juga mengupayakan masyarakat agar bisa menggunakan pembiayaan hal yang produktif," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder dan CEO Gradana Angela Oetama mengatakan, tantangan utama dalam industri fintech untuk mempertahankan portofolio kredit yang berkualitas termasuk tingkat non-performing loan (NPL) yang sehat.
"Sangat penting untuk ketua umum AFPI periode selanjutnya untuk konsisten menjaga kepercayaan yang telah diberikan OJK kepada AFPI sebagai mitra OJK. Integritas industri juga harus dijaga, tanpa integritas kami tidak layak dipercaya oleh OJK, apalagi menjadi mitra OJK," katanya.
Angela yang juga merupakan calon ketua umum AFPI menambahkan, terdapat tiga program strategis jangka pendek yang sudah dicanangkan olehnya. Pertama, yakni memastikan seluruh program, prioritas, dan inisiatif AFPI sejalan dengan roadmap, program kerja hingga target capaian kompartemen OJK yang mengawasi fintech lending.
"Sebagai mitra OJK, perlu ada upaya serius untuk harmonisasi program kerja AFPI dengan roadmap, target, program dan kebijakan OJK dalam pimpinan Pak Agusman. Selain itu, AFPI perlu proaktif, kooperatif dan inisiatif menjalin kolaborasi yang lebih intens dengan kompartemen lain OJK seperti EPK, perbankan, ITSK, hingga internal audit," ujar dia.
Kedua, menginisiasi sinergi kelembagaan dengan institusi pemerintah misalnya dengan Kementerian Keuangan untuk edukasi soal pajak, atau dengan PPATK untuk peningkatan kapabilitas preventif industri terhadap kejahatan pencucian uang.
"Termasuk bekerja sama dengan asosiasi sejenis AFPI di negara lain, untuk saling bertukar ilmu dan kolaborasi riset bersama guna memahami perkembangan best practices sektor usaha ini di negara lain dalam konteks credit scoring, artificial intelligence, governance, perlindungan konsumen hingga penyelesaian sengketa," katanya.
Adapun ketiga, membangun kerja sama ekosistem yang lebih kuat dan nyata dengan sesama saudara industri jasa keuangan yang telah jauh lebih dahulu eksis dan mature, seperti para bank dan perusahaan pembiayaan serta lain sebagainya.