Ketum IPHI Dukung Rencana Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Pelunasan Haji

Ia menyebut hal ini dapat meringankan beban petugas haji dan jamaah.

Republika/Prayogi
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu perihal istitha'ah kesehatan menjadi fokus utama Kementerian Agama (Kemenag) untuk pelaksanaan haji tahun depan. Wacana terbaru yang digaungkan adalah pelunasan biaya haji dilakukan setelah pemeriksaan kesehatan.

Mengenai hal tersebut, Ketua Umum PP Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro sepenuhnya mendukung. Ia menyebut hal ini dapat meringankan beban petugas haji dan jamaah.

"Sejak jauh hari IPHI sudah berulang kali mengumandangkan (wacana) itu ke publik melalui media massa. Tapi kan respons dari pemangku kepentingan belum ada waktu itu. Baru kemudian belakangan ada respons untuk memberlakukan istitha'ah bukan hanya kemampuan ekonomi, tetapi juga ada faktor kesehatan," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (8/9/2023).

Sejak dulu, ia menyebut sering ditemukan jamaah haji setibanya di Arab Saudi ada yang tidak berlanjut melanjutkan ibadah, tetapi berakhir dirawat di rumah sakit. Akibatnya, ia tidak bisa menjalankan kewajibannya beribadah haji sesuai dengan niatnya.

Keinginan Kemenag untuk memberlakukan kebijakan ini pun dinilai sudah agak terlambat. Mestinya, hal tersebut sudah disiapkan dan dijalankan sejak jauh hari.

"Saya berharap rencana ini betul-betul dijalankan dengan sebaik-baiknya. Jadi, pelunasan hanya bisa dilakukan kalau jamaahnya memiliki jejak rekam kesehatan yang baik," lanjut dia.

Tingkat kegawatan penyakit jamaah haji berbeda...

Baca Juga


Ismed mengakui, orang yang berusia di atas 50 tahun memang pasti memiliki penyakit. Namun, kondisi atau tingkat kegawatannya bisa berbeda-beda, yang mana jika masih dikatakan aman maka tetap bisa melaksanakan haji.

Di sisi lain, ketika kebijakan ini diberlakukan, maka ia berharap infrastruktur atau fasilitas kesehatannya pun memadai. Bukan rahasia lagi, calon jamaah haji Indonesia tidak hanya mereka yang tinggal di perkotaan, tapi juga di pelosok dan pedalaman yang aksesnya susah dilewati.

Tidak hanya itu, ia menegaskan ketika kebijakan ini sudah dilakukan, maka setiap pihak harus taat dan patuh menjalankannya. Jika ada calon jamaah yang dinyatakan tidak lolos istitha'ah kesehatan, maka ia harus didiskualifikasi dan tidak bisa berangkat dengan cara apapun.

"Kalau memang sudah dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi istitha'ah kesehatan, ya tidak bisa berangkat. Itu konsekuensinya," kata Ismed.

Hal ini memang diakui berat bagi jamaah. Namun, instansi pemerintah seperti Kemenag dan Kementerian Kesehatan harus tegas dan konsisten, jangan ada main di bawah meja.

Pun bagi pihak penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK), ia mengingatkan agar jangan sampai karena calon jamaah yang gagal berangkat lewat jalur reguler, ditawari atau difasilitasi untuk berangkat lewat mereka.

Terkait dana yang sudah disetorkan, ia menyebut hal ini juga harus dipastikan kejelasannya. Tidak bisa serta-merta karena calon jamaah gagal berangkat maka hal ini dianggap hangus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler