Kaisar Mughal Dituduh Tindas Umat Hindu di India, Benarkah Demikian? Fakta Ini Menjawabnya
Upaya pengaburan sejarah dilakukan terhadap kaisar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kaisar Mughal, Aurangzeb adalah tokoh paling kontroversial dalam sejarah India. Ada upaya bersama untuk menggambarkannya sebagai seorang yang tidak toleran, ekstremis, dan anti-Hindu.
Bahkan, ada yang berupaya menggambarkan penguasa muslim itu telah menindas umat Hindu dan menghancurkan kuil-kuil.
Dengan adanya penggambaran seperti itu, Aurangzeb pun dituduh sebagai sosok utama kambing hitam dalam sentimen agama yang terjadi di India saat ini. Namun, benarkah pengausa Muslim itu menindas umar Hindu di India?
Aurangzeb adalah penguasa Muslim terkenal yang lahir dengan nama Muhiuddin Muhammad pada 1618 M.
Sejak muda, anak keenam Mumtaz Mahal ini dikenal sebagai figur yang pantang menyerah. Gelarnya dari sang ayah adalah Bahadur yang berarti “pemberani”.
Prof Ram Puniyani telah melakukan penelitian ekstensif tentang sejarah India. Dia diundang lembaga-lembaga terkenal untuk membahas isu-isu yang relevan dengan India dan masyarakat India. Dia dianggap tidak memihak, cerdas, dan analitis.
Kemampuan Prof Puniyani melihat fakta sejarah dengan rasionalisme dan kebijaksanaan menjadikannya paling dicintai dan dihormati di antara semua orang yang berpikiran terbuka, yang ingin melihat India berada di jalur pertumbuhan dan kemajuan. Kemampuannya mengeluarkan fakta dari sekumpulan mitos membuatnya menonjol.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran Hindi, Prof Ram Puniyani membantah distorsi sejarah bahwa Aurangzeb menganiaya atau menindas umat Hindu dan menghancurkan kuil-kuil mereka.
Prof Puniyani mengatakan, Aurangzeb adalah yang paling kontroversial di antara para penguasa Mughal meskipun karena kecerdasan dan kecerdikan politiknya dia memperluas kerajaan anak benua India dari Afghanistan ke Bengal dan dari Kashmir ke Deccan.
Menurut dia, Aurangseb lah yang benar-benar menjadikan India sebagai 'Akhand Bharat' yang meliputi Afghanistan, Bangladesh, India, dan Pakistan pada masa pemerintahannya.
“Tidak ada kaisar yang pernah memerintah kerajaan sebesar itu dalam sejarah India sebelum atau sesudahnya. Pada masa pemerintahannya, PDB India merupakan seperempat dari total PDB dunia. Bahkan PDB kolektif Eropa Barat lebih kecil dibandingkan PDB India saat itu,” kata Prof Puniyani dikutip dari laman siasat, Kamis (7/9/2023).
Terlepas dari pencapaian besar dan kekuasaannya atas kerajaan yang begitu luas, kaisar Mughal ini dikelilingi kontroversi bahwa dia membunuh umat Hindu, memaksa mereka masuk Islam, dan menghancurkan kuil-kuil mereka.
Namun, menurut Prof Puniyani, Kaisar Aurangzeb adalah seorang Muslim yang taat menjalankan agamanya dan jelas berada di bawah pengaruh ulama.
Menurut beberapa sejarawan, dia menjalani kehidupan yang sangat sederhana dan jarang menggunakan kas negara untuk keperluan pribadinya. Dia biasa menenun topi dan membuat kaligrafi Alquran untuk mencari nafkah.
Mengenai penerapan Jizyah (pajak dari non-Muslim) pada umat Hindu, Prof Puniyani mengatakan, Aurangzeb tidak memberlakukan Jizyah selama 20 tahun pertama pemerintahannya.
Baca juga: Bagaimana Laut Merah Bisa Terbelah oleh Tongkat Nabi Musa? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Namun, setelah dua puluh tahun, Aurangzeb membutuhkan uang untuk menaklukkan Golconda, sebuah benteng yang tak tertembus, tempat kedudukan penguasa Qutub Shahi.
Jumlah Jizyah pun hanya 1,25 persen per tahun yang tidak termasuk orang miskin, perempuan, laki-laki tua, dan anak-anak. Sedangkan besaran Zakat (pajak tahunan umat Islam) sebesar 2,5 persen per tahun.
Terkait tuduhan bahwa Jizyah dikenakan pada umat Hindu untuk memaksa mereka pindah agama, Prof Paniyani menunjukkan bahwa dengan jumlah yang tidak seberapa yaitu 1,25 persen per tahun, tidak ada seorang pun yang akan berpindah agama.
Prof Puniyani mengutip buku “Composition of Mughal Dynasty” karya Athar Ali yang menunjukkan fakta bahwa jumlah Raja Hindu yang sebelumnya sekitar 20 persen meningkat menjadi 33 persen pada masa pemerintahannya. Umat Hindu menduduki posisi teratas dalam birokrasinya dan jumlah mereka cukup besar.
“Aurangzeb memperluas kerajaannya tidak hanya melalui ekspedisi perang tetapi juga melalui diplomasi, kebijaksanaan, dan kecerdasan politik. Dia adalah seorang penguasa dan administrator yang cakap dengan banyak kualitas yang memungkinkan dia memerintah selama 48 tahun,” kata Prof Puniyani.
Mengenai pembongkaran Kuil Kashi Vishwanath, Puniyani mengacu pada buku “Feathers and Stones” karya Dr Pattabhi Sitaramayya, di mana dia menyatakan bahwa beberapa aktivitas tidak etis sedang terjadi di lingkungan kuil dan beberapa Raja Hindu mengeluh kepada Aurangzeb karena kuil tersebut kehilangan fungsinya atau kesuciannya, sehingga kuil itu pun harus dibongkar.
“Dr Bishambhar Nath Pande, seorang pejuang kemerdekaan dan sejarawan mengumpulkan semua farmaan (keputusan Kerajaan) Aurangzeb yang dikeluarkan untuk kepentingan kuil dan pendetanya dan menerbitkannya sebagai sebuah buku. Menurut para petani ini, Aurangzeb memberikan Jageers (hibah tanah feodal) kepada lusinan kuil untuk pemeliharaan dan pemeliharaannya,” kata Puniyani.
Menentang pembongkaran beberapa candi, Aurangzeb justru memerintahkan pembangunan banyak candi Hindu yang menonjol di antaranya adalah Mahakaleshwar Mandir milik Ujjain, kuil Kamakhya Devi yang terkenal di Guwahati, dan Bhagwan Krishna Mandir di Vrindavan yang kepadanya dia menyumbangkan gelang dan perhiasan emas yang disimpan di kantor Kolektor setempat dan digunakan untuk menghiasi dewa selama festival.
Prof Puniyani juga menceritakan kisah menarik tentang Aurangzeb yang memerintahkan pembongkaran sebuah masjid di Golconda karena Raja Qutub Shahi menolak memberikan upeti kepada Aurangzeb selama tiga tahun berturut-turut dengan alasan kesulitan keuangan. Namun, salah satu mata-mata Aurangzeb memberitahunya bahwa Raja Qutub Shahi menyembunyikan hartanya di bawah masjid. Karena itu, Aurangzeb memerintahkan pembongkaran masjid.
Prof Puniyani mengatakan, seseorang harus dinilai berdasarkan kepribadiannya secara keseluruhan dengan segala sifatnya, positif atau negatif, dan bukan karena sedikit penyimpangan selama pemerintahan yang panjang selama 48 tahun.
Baca juga: 15 Pengakuan Orientalis Non-Muslim Ini Tegaskan Alquran Murni tak Ada Kesalahan
Alih-alih mengambil semua aspek pemerintahan dan kepribadiannya, menurut Puniyani, mereka yang mempunyai kepentingan hanya mengambil aspek-aspek yang sesuai dengan agenda komunal mereka.
“Raja seharusnya mengambil kebijakan demi kesejahteraan rakyatnya untuk memerintah mereka dan mendapatkan kesetiaan mereka, tetapi sekarang beberapa orang dengan sengaja mencoba menggambarkan pemerintahannya sebagai konflik Hindu versus Muslim, padahal sebenarnya tidak demikian,” jelas Prof Puniyani.
“Aurangzeb membenci pertikaian komunal antara umat Hindu dan Muslim serta perselisihan sektarian antara Syiah dan Sunni,” kata Prof Puniyani.
Sumber: siasat