Irak Minta Swedia Ekstradisi Pelaku Pembakaran Alquran Salwan Momika

Salwan Momika merupakan imigran asal Irak.

EPA-EFE/Fredrik Sandberg/TT
Salwan Momika (Kiri) membakar salinan Alquran di luar Kedutaan Besar Iran di Lidingo, Stockholm, Swedia, 18 Agustus 2023.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM – Pemerintah Irak meminta Swedia mengekstradisi imigran asal negara tersebut, yakni Salwan Momika. Permintaan ekstradisi itu terkait dengan tindakan Momika yang berulang kali melakukan aksi penistaan dan pembakaran Alquran.

Pengacara Salwan Momika, David Hall, mengonfirmasi permintaan ekstradisi yang membidik kliennya. “Irak ingin dia (Momika) diekstradisi karena dia membakar Alquran di luas masjid (di Stockholm) pada bulan Juni,” ungkap Hall, Selasa (12/9/2023), dikutip laman Al Araby.

Hall menjelaskan, untuk bisa diekstradisi, undang-undang (UU) Swedia menyatakan bahwa individu bersangkutan harus melakukan suatu tindakan yang dipandang sebagai sebuah kejahatan, baik di Swedia maupun di negara yang meminta ekstradisi. Terkait kasus Momika, pembakaran Alquran di Swedia tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan. “Jadi Swedia tidak mungkin mengekstradisinya,” ujar Hall.

Dia yakin Irak telah mengetahui tentang hal tersebut. "Saya tidak mengerti mengapa mereka (Irak) mau repot dengan permintaan (esktradisi) seperti itu. Saya yakin pemerintah Irak memahami hal ini," ucapnya.

Hall mengungkapkan kasus ekstradisi Momika kemungkinan akan dibawa ke Mahkamah Agung Swedia. Keputusannya bisa memakan waktu beberapa pekan atau beberapa bulan.

Sementara itu Momika mengaku telah mengetahui upaya ekstradisi yang dilakukan Irak terhadapnya. Menurutnya, Irak memang ingin menghukumnya atas tindakannya menista dan membakar Alquran sesuai hukum Islam. “Saya akan mengajukan pengaduan terhadap Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein karena dia melakukan kejahatan politik terhadap saya,” kata Momika.

Aksi pembakaran Alquran yang berulang kali dilakukan Momika diketahui telah memantik kemarahan, terutama dari negara-negara Muslim. Pada Juli lalu, ratusan warga Irak bahkan sempat menggeruduk Kedutaan Besar (Kedubes) Swedia di Baghdad. Penggerudukan itu terjadi sebanyak dua kali. Pada peristiwa kedua, para pengunjuk rasa bahkan melakukan pembakaran di area Kedubes Swedia. Kendati demikian, tak ada diplomat Swedia yang terluka akibat aksi penyerbuan tersebut.

Dibahas Dewan HAM PBB

Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Volker Turk mengatakan, aksi penistaan dan pembakaran Alquran yang marak terjadi di beberapa negara Eropa akan dibahas di Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Hal itu disampaikan Turk pada sesi pembukaan Dewan HAM PBB ke-54 di Jenewa, Swiss, Senin (11/9/2023).

“Serangkaian 30 insiden pembakaran Alquran yang memuakkan baru-baru ini adalah manifestasi terbaru dari dorongan untuk melakukan polarisasi dan perpecahan: untuk menciptakan perpecahan, dalam masyarakat, dan antar negara,” kata Turk, dikutip Anadolu Agency.

Dia menambahkan, situasi terkait pembakaran Alquran itu bakal dibahas secara mendalam di Dewan HAM PBB pada 6 Oktober 2023 sejalan dengan resolusi 53/1.

Baca Juga


Aksi pembakaran Alquran berulang kali terjadi, terutama di Swedia dan Denmark. Di Swedia, pelaku utama pembakaran adalah imigran asal Irak bernama Salwan Momika. Sementara di Denmark, pelaku utamanya adalah anggota kelompok sayap kanan Danske Patrioter.

Cegah berulangnya aksi bakar Alquran

Berulangnya aksi pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark telah memicu kecaman komunitas internasional, tak hanya oleh negara-negara Muslim, tapi juga Uni Eropa dan PBB. Pada 25 Agustus 2023, Menteri Kehakiman Denmark Peter Hummelgaard mengatakan, Pemerintah Denmark akan mengajukan RUU yang bertujuan melarang aksi penistaan dan pembakaran Alquran di negara tersebut.

Hummelgaard menjelaskan, dalam RUU terkait diatur mengenai larangan perlakuan tak pantas terhadap objek-objek keagamaan yang penting bagi komunitas beragama. Artinya, selain Alquran, lewat RUU tersebut, Swedia bakal melarang aksi penistaan terhadap kitab-kitab suci keagamaan lainnya, termasuk Alkitab dan Taurat.

Hummelgaard mengatakan, RUU tersebut ditujukan terutama pada aksi penistaan dan pembakaran kitab suci di tempat-tempat umum. Dalam RUU diatur, pelaku pelanggaran bakal diganjar denda dan dua tahun penjara. RUU, jika disahkan, akan dimasukkan dalam bab 12 kitab undang-undang hukum pidana Denmark, yang mencakup keamanan nasional.

Menurut Hummelgaard, keamanan nasional merupakan motivasi utama diajukannya RUU tersebut. “Kami tidak bisa terus berpangku tangan sementara beberapa orang melakukan apa saja untuk memicu reaksi kekerasan,” katanya.

Terkait pembakaran Alquran yang berulang kali terjadi di negaranya, Hummelgaard mengatakan aksi itu pada dasarnya menghina dan tidak simpatik. Dia menilai, berulangnya aksi pembakaran dan penistaan Alquran merugikan Denmark dan kepentingannya.

Sementara itu Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson sempat menyampaikan bahwa dia menghormati keputusan Denmark mengajukan RUU untuk mengkriminalisasi aksi penistaan kitab suci keagamaan, termasuk Alquran. “Saya sangat menghormati apa yang dilakukan Denmark,” kata Kristersson dalam sebuah konferensi pers, dikutip Anadolu Agency, 26 Agustus 2023 lalu.

Kristersson mengungkapkan, Swedia dan Denmark memiliki UU yang berbeda. Dia menyebut negaranya harus mengamandemen konstitusi jika ingin mengikuti langkah Kopenhagen. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Swedia sempat merespons pertanyaan Anadolu Agency tentang apakah negara tersebut akan mencontoh upaya yang ditempuh Denmark untuk mencegah berulangnya aksi pembakaran Alquran. Mereka mengatakan bahwa Swedia memiliki “sistem perizinan” yang tidak dimiliki Denmark.

“Artinya, kami mempunyai kemungkinan untuk memperluas proses pemeriksaan permohonan izin (aksi penistaan kitab suci) sehingga keamanan Swedia dapat dipertimbangkan,” ungkap Kemenlu Swedia.

Kemenlu Swedia menekankan bahwa mereka menentang aksi penistaan Alquran atau kitab suci lainnya. Menurutnya, tindakan tersebut kurang ajar dan merupakan sebuah provokasi. “Pemerintah Swedia dengan tegas menolak tindakan ini, yang tidak mencerminkan pendapat pemerintah dan juga pendapat mayoritas rakyat Swedia,” ucapnya.

Kemenlu Swedia menambahkan, saat ini UU Ketertiban Umum sedang dalam proses peninjauan. Tujuannya adalah memastikan bahwa keamanan negara dapat dipertimbangkan ketika memeriksa permohonan izin untuk pertemuan publik. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler