Rela Perih dan Gatal Saat Berburu Telur Rarangge, Warga Lebak Kantongi Rp 250 Ribu Sehari
Profesi ini sudah dilakoni ratusan orang dan berhasil angkat kemiskinan.
REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Pemburu telur semut merah (kroto) di Kabupaten Lebak, Banten menggulirkan ekonomi keluarga sehingga mampu mengatasi kemiskinan dan pengangguran.
"Kita terpenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan pendapatan rata-rata Rp200 ribu/hari," kata Ujang (35) seorang pemburu semut merah warga Rangkasbitung Kabupaten Lebak, Kamis (14/9/2023).
Pemburuan semut merah untuk makanan burung berkicau dan umpan memancing ikan menjadi pekerjaan tetap, karena cukup membantu pendapatan ekonomi keluarga. Saat ini, pihaknya melakukan pemburuan sarang semut merah itu dari pagi sampai sore hari.
Mereka para pemburu itu mencari kroto ke pohon-pohon besar yang dijadikan tempat sarang telur semut dilengkapi dengan alat tangkap yang terbuat dari bambu dan ujungnya diberikan kain plastik.
"Saya bisa menangkap semut merah atau 'rarangge' sekitar sebanyak satu kilogram dan mampu menyekolahkan anak-anak," kata Ujang.
Ia mengaku hasil tangkapan kroto itu ditampung di tingkat pedagang burung dengan harga Rp 200 ribu/kg.
Harga sebesar itu, kata dia, tentu bisa memenuhi ekonomi keluarga juga sisanya ditabungkan.
"Kami sehari pendapatan dari hasil tangkapan telur semut bisa membawa uang ke rumah Rp200 ribu," katanya menjelaskan.
Saepul (40), warga Cihara Kabupaten Lebak, mengatakan, dirinya setiap hari bersama teman pergi ke hutan memburu telur semut yang umumnya bersarang di daun-daun pepohonan yang tinggi.
Pohon yang kerap "dihuni" untuk dijadikan sarang bagi "rarangge" itu, umumnya yang menjulang cukup tinggi seperti pohon lame, petai, mangga, durian, nangka dan mahoni.
Untuk memastikan telur semut ada, kata dia, dirinya melihat langsung ke atas pohon dengan cara memanjat.
Apabila ditemukan gerombolan semut dengan sarang yang bersisi, kata dia, langsung diulurkan alat penangkap berupa bambu sepanjang 15 meter yang bagian ujungnya terdapat jala dari bahan plastik.
"Setiap kali melakukan pemburuan, saya bisa mendapatkan 1,5 kilogram telur semut, dan jika dijual laku seharga Rp 250 ribu," katanya menjelaskan.
Dia menyebutkan, pemburuan semut tentu tidak begitu mudah karena harus berani menanggung risiko, sebab jika terkena gigitan akan merasa perih dan gatal-gatal.
"Kami memburu semut merah penuh sikap kehati-hatian untuk menghindari gigitan itu," katanya.
Sementara itu, sejumlah pemburu semut merah warga Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, menjelaskan dirinya setiap sore menjual hasil buruan telur semut ke pedagang pengumpul untuk dipasok ke Tangerang.
Mereka pemburu semut di sini mencapai ratusan orang dan bisa menghidupi ekonomi keluarga. Mereka pemburu itu setiap hari berjalan kaki hingga puluhan kilometer ke hutan-hutan untuk mencari telur semut itu.
"Kami merasa beruntung sejak berhenti bekerja buruh panggul di Pasar Tanah Abang Jakarta, kini pulang kampung bekerja sebagai pemburu kroto," kata Udin (45) warga Malingping, Lebak.