Orang Tua 'Pamer' Prestasi Anak, Adakah Batasannya dalam Islam?

Orang tua yang bangga atas prestasi anak merupakan hal wajar.

MGROL100
Keluarga (ilustrasi). Orang tua boleh saja membanggakan prestasi anak, namun ada batasan-batasan yang harus dipahami.
Rep: Desy Susilawati Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua mana yang tidak bangga ketika  anaknya mencapai keberhasilan atau kesuksesan? Misalnya anaknya menang lomba menari, menyanyi, atau tahfiz Alquran. Namun, bagaimana hukumnya membangga-banggakan anak?

Baca Juga


Buya Yahya dalam akun Youtube Al Bahjah TV mengatakan, orang tua yang membangga-banggakan anaknya merupakan hal wajar. Apalagi jika anaknya pintar membaca dan hafal Alquran. "Jadi tidak perlu kita gelisah, namanya orang tua melihat anaknya hafal Alquran tentu bangga," ujarnya dalam video yang di posting 12 November 2021 berjudul "Orang Tua yang Mudah Membanggakan Anaknya, Bagaimana Menyikapinya?".

Buya mengatakan, bisa jadi bangga itu tulus, bukan sombong karena orang tua senang anaknya sudah mengetahui ilmu agama. "Jadi Anda jangan terlalu gelisah dengan hal ini," ujar Buya.

Menurut Buya, ketika anak pintar menghafal Alquran ada rasa senang. Hanya saja cara mengungkapkannya berbeda, sehingga terkadang nampak seperti orang sombong.

"Yang jelas ada nilai plus bagi orang yang bangga, bangga dengan kebaikan," ujarnya.

Buya mengatakan, ada pula orang tua yang bangga anaknya pintar menari dan lainnya. "Maka kita lebih berhak untuk kita senang di saat anak kita bisa mengaji, lebih pantas bangga. "Jadi Anda tidak perlu gelisah dengan hal ini."

Pamer prestasi anak 

Dalam video lainnya yang berjudul "Pamer Prestasi Anak ke Orang Lain" yang diposting 22 Juli 2020, Buya Yahya mengatakan ego itu muncul kapan pun dan di manapun. Ada orang tua paling senang cerita tentang anaknya, ketika orang lain menceritakan anaknya tidak mau mendengarkan dan tidak peduli. Hal ini akan menjadi tidak baik pada akhirnya dan dipandang orang lain tidak indah. "Jadi jangan dikit-dikit 'anakku'," ujarnya.

Bahkan menurut Buya dikhawatirkan akan muncul sikap sombong. Tentu ada batasannya saat menyampaikan nikmat Allah, saat anak lulus atau berhasil melakukan sesuatu. Namun, bisa jadi kita menyakiti. 

"Di saat ada orang bersedih anaknya tidak lulus sekolah, tahu-tahu cerita Alhamdulillah anak saya kemarin berprestasi, nah ini enggak nyambung," ujarnya.

Menurut Buya, kita harus peka dan rasa itu ada pada saat kita ngobrol dengan orang. Kapan harus menyampaikan prestasi anak kita dan dengan siapa. 

Buya mencontohkan, misalnya ada seorang bertanya bagaimana ibu dalam mendidik anak selama ini seperti apa dan pencapaian-pencapaiannya seperti apa, saat itulah baru kita menyampaikan prestasi anak. "Jika tiba-tiba membangga-banggakan anak, akan membuat seseorang tidak nyaman. Egonya yang tampak. Anak itu bagian dari gambar orang tua," ujarnya.

Buya mengatakan orang yang sering membanggakan anaknya akan bersifat kebalikannya, yaitu di saat melihat sesuatu yang tidak baik baik dari suami dan anaknya, dia langsung tidak kuat tidak karena memang kebiasaan yang tidak baik.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler