Muslim Amerika Tuntut Daftar Pantauan Rahasia FBI Dihentikan
Penggugat telah menderita kerugian, termasuk penghinaan publik.
REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Sekelompok Muslim Amerika, termasuk seorang walikota New Jersey, menggugat Departemen Kehakiman pada Senin (18/9/2023). Ini merupakan upaya untuk mengakhiri penggunaan daftar pantauan rahasia FBI, yang mereka gambarkan sebagai "pendaftaran Muslim de facto."
Gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Distrik AS di Massachusetts. Dengan memasukkan nama-nama individu tersebut ke dalam Kumpulan Data Penyaringan Teroris, pemerintah federal disebut seolah "menghukum" para penggugat dengan kewarganegaraan kelas dua seumur hidup.
“Daftar tersebut menunjukkan mereka layak untuk dicurigai secara permanen, sekaligus memberikan konsekuensi besar yang mengubah hampir setiap aspek kehidupan penggugat,” kata gugatan tersebut dikutip di Anadolu Agency, Selasa (19/9/2023).
Dalam gugatan itu juga disampaikan bahwa penggugat telah menderita kerugian, termasuk penghinaan publik, pengawasan, pelecehan selama perjalanan, penolakan pekerjaan dan "diasingkan" dari Amerika Serikat.
Daftar itu sendiri adalah "pendaftaran Muslim de facto" dengan lebih dari 98 persen dari total populasi Muslim di dunia. Secara terbuka mereka mengidentifikasi individu-individu di dalamnya sebagai Muslim.
Tidak hanya itu, gugatan tersebut lantas menyatakan bahkan apabila setelahnya nama seseorang dihapus dari daftar, mereka akan tetap menderita dampak buruk seumur hidup.
"Stigma dan kerugian dari penempatan dalam daftar pantauan ini akan bertahan seumur hidup. Bahkan jika terdakwa pada akhirnya memutuskan seseorang tidak memenuhi standar penempatan yang tidak jelas dan mencakup semua, serta memilih untuk menghapus seseorang dari daftar pantauan,” lanjut mereka.
Adapun beberapa nama seperti Jaksa Agung Merrick Garland, Direktur FBI Christopher Wray, Direktur Dinas Rahasia AS Kimberly Cheatle, Asisten Jaksa Agung Divisi Keamanan Nasional Matthew Olsen, Direktur Intelijen Nasional Avril Haines dan lainnya disebut sebagai salah satu terdakwa dalam gugatan.
Staf pengacara dari kelompok advokasi Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), Hannah Mullen, mengatakan para penggugat yang namanya dimasukkan ke dalam daftar pantauan merasa tidak terima. Sebab, standar untuk memasukkan daftar pantauan hanya sekedar stempel yang tidak jelas, yang mana dalam praktiknya digunakan untuk menargetkan dan mendiskriminasi umat Islam.
“Lebih dari 98 persen nama dalam daftar pantauan yang bocor pada tahun 2019 adalah orang-orang Muslim. Hal itu tidak terjadi secara kebetulan,” ujar dia.
Pemerintah federal, ujar dia, menganggap fakta menjadi Muslim adalah hal yang mencurigakan. Orang-orang ditempatkan dalam daftar pantauan karena identitas Muslim mereka, keyakinan agama Islam, praktik keagamaan Islam, perjalanan ke negara-negara mayoritas Muslim dan faktor-faktor diskriminatif lainnya.
"Tak satu pun dari klien kami pernah didakwa atau dihukum karena kejahatan terkait terorisme,” lanjut Mullen.
Nama-nama yang tersisa dalam daftar, hanya sekitar 1 hingga 2 persen, terdiri dari orang-orang yang dihukum karena serangan teroris. Termasuk pemboman sarin tahun 1995 di Tokyo, pemenjaraan revolusioner Kolombia, serta seorang pembom Tentara Republik Irlandia.
Salah satu penggugat termasuk Walikota New Jersey Mohamed Khairullah. Ia sempat tidak diundang dalam perayaan Idul Fitri di Gedung Putih pada menit-menit terakhir bulan Mei.
Sosok lainnya adalah seorang Muslim Amerika yang tinggal di Arab Saudi Michael Migliore, seorang penduduk Michigan Nidal El-Takach, serta sembilan orang lainnya.
Kepada wartawan di New Jersey, Khairullah mengatakan dia belum diberitahu secara resmi mengapa namanya ada dalam daftar yang bocor, atau secara pasti diberitahu bahwa namanya telah dicopot.
Ia mengatakan bahwa fakta dirinya tidak diberi akses ke Gedung Putih, menunjukkan bahwa daftar pantauan ini memiliki efek berkepanjangan.
"Itu melanggar hak konstitusional saya sebagai orang Amerika untuk menjalani proses hukum, karena ada orang di luar sana yang menganggap saya orang jahat,” kata dia.
Diskriminasi yang ia dapatkan disebut disebabkan oleh pemerintah AS. Pemerintah AS pun dinilai perlu membersihkan namanya dan nama orang lain yang dilecehkan dan diintimidasi.
Sumber: