Guru Ngaji Sampaikan Keluhan Terkait Full Day School, Ini Tanggapan Prabowo
Anak-anak tak lagi bisa mengikuti kegiatan mengaji di TPA.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Bakal calon presiden Prabowo Subianto menanggapi keresahan seorang guru ngaji ihwal kebijakan lima hari sekolah atau full day school dalam acara 'Sarapan Bareng 1.000 Guru Ngaji se-DIY' di Hotel Prima SR, Sleman, DIY, Rabu (20/9).
Mulanya seorang guru ngaji mengeluhkan kebijakan tersebut lantaran dinilai membuat anak-anak tak lagi bisa mengikuti kegiatan mengaji di Taman Pendidikan Alquran (TPA) waktu sore hari lantaran lamanya durasi lima hari sekolah.
Peserta tersebut mengeluhkan kondisi TPA yang tidak ada lagi murid untuk mengaji lantaran waktunya habis untuk mengerjakan tugas dari sekolah. "Kita sebagai guru-guru ngaji yang kita peduli dan ikhlas lillahi ta'ala tanpa pamrih, tanpa peduli apapun, tanpa bayaran apapun, tapi sekarang ini sudah kita kerja keras dengan keikhlasan, tapi sekarang ini yang ngaji tidak ada," kata peserta tersebut.
Kondisi itu menyebabkan banyak madrasah serta TPA di desa-desa yang harus tutup semenjak kebijakan lima hari sekolah ini berlaku. Ia berharap program tersebut bisa dihapuskan apabila Prabowo terpilih menjadi presiden
Merespons keluhan itu, Prabowo memungkinkan akan adanya program-program kerja sama antara sekolah dan lembaga pendidikan agama yang sifatnya wajib pada hari tertentu untuk fokus mengajarkan pendidikan religiusitas.
"Bisa kita lakukan nanti, mungkin sekolah A harus ada ikatan kerjasama dengan madrasah, dengan sekolah-sekolah agama. Ya dibikin program, ada sekian jam dia (siswa) wajib ke sekolah (agama) itu yang tidak berjauhan. Saya kira ini catatan yang baik, saya akan pelajari dan bicarakan," kata Prabowo.
Sebelumnya, Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Gus Miftah, menyoroti soal kondisi guru ngaji di Indonesia. Menurutnya negara belum memberikan penghargaan yang layak kepada para guru ngaji.
"Yang jadi persoalan adalah guru ngaji belum mendapat penghargaan yang layak dari pemerintah," kata Gus Miftah dalam acara Sarapan Bareng 1000 Guru Ngaji se-DIY di Hotel Prima SR, Sleman, Rabu (20/9/2023).
Ia menceritakan, dirinya pernah menjadi guru ngaji pada tahun 2000-an. Ketika itu dirinya mengaku hanya dibayar satu bulan Rp 30 ribu. Ia mengatakan, di saat bersamaan, keluarga tersebut memiliki anjing yang dilatih oleh pelatih yang dibayar satu bulannya Rp 1 juta.
"Guru ngaji dibayar satu bulan Rp 30 ribu, gurune asu (gurunya anjing) dibayar satu bulan Rp 1,5 juta. Di situ kadang saya merasa sedih," kata dia.
Gus Miftah menilai mestinya guru ngaji mendapat penghargaan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Untuk itu ia berharap
guru ngaji lebih dihargai.
"Hari ini saya menuntut Pak Prabowo untuk menjadi Pak Presiden supaya menghargai guru ngaji. Saya menuntut Pak Prabowo untuk menjadi presiden supaya guru ngaji lebih layak mendapat perlakuan dari negara," ungkapnya.