Tim Kedaireka Unisba Kembangkan Desa Wisata Edukatif Ramah Lingkungan

Desa Wantilan menghadapi permasalahan lingkungan terutama masalah sampah.

Unisba
Desa Wantilan menghadapi permasalahan lingkungan terutama masalah sampah sebagai konsekuensi dari tumbuhkembangnya industri dan pemukiman di wilayah tersebut.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampah telah menjadi isu yang makin penting di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya di Desa Wantilan Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Subang. Sebagai sebuah desa yang masuk dalam wilayah Subang Smartpolitac City yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Desa Wantilan menghadapi permasalahan lingkungan terutama masalah sampah sebagai konsekuensi dari tumbuhkembangnya industri dan pemukiman di wilayah tersebut. 

Baca Juga


Untuk membantu menyelesaikan permasalahan persampahan yang dihadapi masyarakat Desa Wantilan, Tim Kedaireka Universitas Islam Bandung (Unisba) yang dipimpin oleh Dr Mohamad Satori, IPU serta bermitra dengan Bumdesa Jawara Wantilan, menyusun reka cipta berjudul ‘Pengembangan Desa Wisata Edukatif Ramah Lingkungan dengan Pendekatan Ekonomi Sirkular dan Ekonomi Hijau’ yang dilaksanakan pada Maret-September 2023.

Dr Satori mengatakan, rekacipta ini dirancang dengan prinsip bahwa cara pandang sampah yang tidak hanya dipandang sebagai permasalahan lingkungan tapi juga dipandang sebagai potensi ekonomi atau sebagai sumber daya. “Cara pandang ini memastikan bahwa sampah  tetap berada dalam siklus ekonomi yang dapat bermanfaat secara ekonomi semaksimal mungkin,” ujarnya, dalam siaran pers.

Dr Satori menjelaskan, pelaksanaan rekacipta ini dimulai dengan kegiatan koordinasi awal baik secara internal maupun dengan mitra. Koordinasi awal dilakukan terutama berkaitan dengan sosialisasi rencana kegiatan serta bagi peran semua pihak yang terlibat.

Langkah selanjutnya dilakukan persiapan sarana dan prasarana, baik yang menjadi kewenangan tim perguruan tinggi maupun kewenangan mitra. Sarana dan prasarana yang disiapkan meliputi: bangunan tempat pengolahan sampah organik menjadi granul, menata ulang pemilahan dan pengolahan sampah organik serta menyiapkan peralatan mesin serta pendukung pengolahan sampah terutama sampah organik.

Setelah sarana dan prasana siap maka langkah selanjutnya dilakukan penginstalan mesin dan uji coba mesin. Setelah mesin terinstal kemudian dilakukan pendampingan teknis untuk para operator yang akan nantinya akan mengoperasikan mesin yang telah dipasang. Pendampingan teknis dilakukan mulai dari cara memilah sampah sampah organic menggunakan belt conveyor, mencacah sampah organik, mengolah sampah organic menjadi kompos menggunakan metode bata gterawang, memanen dan mengayak kompos, menghaluskan kompos hingga membuat granul organik. 

“Granul organik ini nantinya akan diimplementasikan di demplot pertanian dan dijual langsung ke pasar untuk mendukung ketahanan petani. Sementara itu untuk sampah anorganik layak jual setalah dilakukan pemilahan, pembersihan, pengepakan lalu dijual ke industry daur ulang,” ujarnya.

Untuk mendukung implementasi reka cipta tersebut, Dr Satori mengatakan, peran masyarakat menjadi penting baik sebagai pengelola yang dalam hal ini Bumdesa maupun masyarakat sebagai penghasil sampah. “Untuk itu maka telah dilakukan pemberdayaan masyarakat baik melalui kegiatan ToT untuk pengelola Bumdesa maupun Masyarakat sebagai penghasil sampah,” katanya.

Menurut Satori, materi yang disampaikan dalam ToT serta pemberdayaan masyarakat meliputi teknis pemilahan sampah, manajemen bank sampah, tata Kelola organisasi hingga pengembangan upcycle product, yaitu membuat produk-produk kerajinan tangan berbahan sampah yang secara teknis tidak dapat diolah secara pabrikan. Disamping itu Masyarakat juga dilatih membuat ecoenzyme dengan memanfaatkan sampah sayuran dan buah yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tahap berikutnya akan dikembangkan demplot pertanian organik untuk aplikasi granul organik yang merupakan pupuk alternatif petani.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler